Dimana Air Matamu


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “

Tidak akan masuk neraka sseorang yang menangis karena mrasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya. ”

(HR. Tirmidzi [1633 ]). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “ Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungn kcuali naungan-Nya; [1 ] sorang pmimpin yang adil, [2 ] sorang pemuda yang tumbuh dalm [ketaatan] beribadah kepada Allah ta ’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid, [4 ] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka ber kumpul dan berpisah karena-Nya, [5 ] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan ttpi dia mengatakan, Ssungguhnya aku takut kepada Allah, [6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-smbunyi smpai smpai tangn kirinya tidak tahu apa yang diinfakkn oleh tangan kanannya, dan [7 ] seorang yg mngingat Allah di kala sendirian sehingga kedua mtanya mngalirkan air mata (menangis). (HR. Bukhari [629 ] dn Muslim [1031]). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “ Ada dua buah mata yg tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena mrasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga- jaga di malam hari karena mnjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah. ” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338 ]). Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata krn perasaan takut kepada Allah, dan ttesan darah yg mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yng terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yg terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah. ” (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al- Albani dlam Sahih Sunan at- Tirmidzi [1363 ]) Abdullah bin Umar rdhiyallhu anhuma mngatakn, Sungguh, menangis karena takut kpada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang sribu dinar !. Ka’ab bin al-Ahbar rhimahullah mengatakan, “ Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yg besarnya seukuran tubuhku. Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan; suatu ketika Nabi shallallhu alaihi wa sallam bersbda kepadaku, “

Bacakanlah al-Qur’an kepadaku. Maka kukatakan kepada beliau, Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur ’an kepada anda sementara al-Qur'an itu diturunkan kepada anda ?.

Maka bliau mnjawab, Sesungghnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku. ” Maka akupun mulai membcakan kepadanya surat an-Nisaa . Sampai akhirnya ketika aku tlh smpai ayat ini (yang artinya)Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka. ”
(QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “ Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata. (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800 ]). Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah, suatu saat dia prnah brtanya kepada Aisyah rdhiyallahu anha, “Kabarkanlah kepada kami tntng sesuatu yang pernah engkau lihat yg paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?”.

Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “ Pada suatu malam, beliau (nabi) bersbda, ‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku. Maka aku katakan, Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang. ’ Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat. ’ Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau !’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau msih trus menangis sampai-sampai jnggotnya pun basah oleh air mata !. Aisyah melanjutkan, ‘ Kemudian bliau terus mnangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata ]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata,

Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yg telah berlalu maupun yang akan datang ?!’. Maka Nabi pun menjawab, Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?!

Ssungguhnya tadi malm telh turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka org yang tidak membacanya dn tidk merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yg artinya) Ssungghnya dalam penciptaan langit dan bumi ….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190). ” (HR. Ibnu Hiban [2 /386 ] dan selainnya. Disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468 ] dan ash-Shahihah [68 ]). Mu’adz radhiyallahu anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakn kepadanya, Apa yang membuatmu menangis?.

Maka beliau menjawab, “ Karena Allah ‘azza wa jalla hnya mncabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu ?”. al-Hasan al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dn ditanyakn kpadanya,

Apa yang membuatmu menangis?. Maka beliau menjawab, “

Aku khawatir besok Allah akan me lemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi. Abu Musa al-Asya'ri radhiyallahu anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis smpai-smpai air mtanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amt dlm. Abu Hurairah radhiyallahu anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, Apa yang membuatmu menangis?!.

Maka beliau menjawab, Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akn kutinggalkn] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perja lanan yng akan aku lalui sedangkn bekalku teramat sedikit, sementara bisa jdi nanti sore aku hrus mndaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti ?”.

Suatu malam al-Hasan al- Bashri rahimahullah terbangun dari tidur nya lalu menangis sampai-sampai tngisannya mmbuat segenap peng huni rumah kaget dan terbangun. Maka mreka pun brtanya mengenai keadaan dirinya, dia menjawab, Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis.

Saya [penyusun artikel] berkata: Kalau al-Hasan al- Bashri saja mena ngis sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagai manakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah! Alangkh jauhnya akhlak kita dibandingkan dngan akhlak para salafush shalih?

Beginikah seorang salafi, wahai sau daraku? Tidkkah dosamu membuat mu menangis dan bertaubat kpada Rabbmu? “Apakh mreka tidk mau bertaubat kepada Allh dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (lihat QS. al- Maa'idah : 74). Aina nahnu min haa’ulaa’i? Aina nahnu min akhlagis salaf? Ya akhi, jadilah salafi sejati! Disarikan dari al-Buka ’ min Khas-yatillah, asbabuhu wa mawani ’uhu wa thuruq tahshilihi, hal. 4-13 karya Abu Thariq Ihsan bin Muhammad bin ‘Ayish al-’Utaibi, tanpa penerbit, berupa file word. Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi Artikel www.muslm.or.id

Ulama sekarang Di Atas Sunnah

Akan senantiasa ada sekelompok orang dari kalangan ummatku yng menegakkan/ berdiri di atas printh Allh, tidk akn mmadhorotkn mreka siapa yg menghina dan menyelisihi mereka sampai dtang perkara Allah (yaitu hari kiamat) dn mreka tetap dalam keadaan demikian.

[Muttafaqun 'alaih, hadits dari Mu' awiyah] Para Ulama Sekarang Yang Brjalan Di Atas AsSunnah Antra Lain:

Ulama Saudi Arabia:

1 . Al ‘Allamah asy Syaikh Muham mad Mukhtar Amin asy Syanqithiy shohibut Tafsir adh wa'ul bayan. Beliau termasuk salah satu guru Syaikh Muhammad bin Sholih al'Utsaimin

2 . Al 'Allamah asy Syaikh Abdurrohman bin Nashir asSa'di pe milik kitab Tafsir Karimur Rohman fi Kalamil Mannan atau yang lebih dkenal Tafsir as Sa’diy

3 . Samahatusy Syaikh al'allamah Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz

4 . Faqihul zaman al'allamah asy Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin

5 . Al'allamah al muhaddits asy syaikh Adbul Muhsin bin Hammad al'Abbad al Badr , Beliau termasuk ulama senior saat ini, mengajar di Masjid Nabawi.

6 . Al'allamah asy Syaikh Doktor Sholih Fauzan al Fauzan anggota Haiah Kibarul 'Ulama

7 . Al'allamah asy Syaikh Abdul Aziz bin sholih alu Syaikh mufti ‘Amm kerajaan Saudi Arabia saat ini

8 . Al'allamah al muhaddits asy Syaikh Yahya bin Ahmad an Najmi mufti kerajaan Saudi untuk daerah Selatan (Shoromithoh)

9 . Al'allamah al muhaddits asy syaikh Rabi' bin Hadi al Madkholy pembawa bendera jarh wa ta’dil saat ini sebagaimana rekomendasi Syaikh al Albani

10 . Al'allamah asy syaikh Dr.Sholih bin Sa'ad as Suhaimy Beliau dosen pascasarjana di Jami'ah al Islamiyyh Madinah

11 . Al'allamah asy Syaikh Muhammad bin Hadi al Madkholy dosen jami'ah Islamiyyah Madinah

12 . Al'allamah asy Syaikh Dr. Ibrohim bin 'Amir ar Rauhaily penulis kitab Mauqif Ahlis sunnah 'an ahlil bida' yang diterjemahkan dgn judul Mauqif Ahlus Sunnah terhadap Ahlul Bid'ah (ana lupa judul tepatnya)

13 . Asy Syaikh DR. Ali bin Nashir al faqihy Guru Besar Aqidah di Masjid Nabawy

14 . Asy Syaikh Abdurrozaq bin Abdil Muhsin bin Hammad al 'Abbad al badr - putra Syaikh Abdul Muhsin al 'Abbad al Badr (point no 3)

15 . Asy Syaikh Abdul Malik a Romadhoniy al Jazairy – Beliau yang menyiapkan majelis Syaikh Abdul Muhsin di Masjid Nabawi. Penulis buku Madarik an Nazhor fi Siyasah. diterjemahkan dgn judul Pandangan Tajam thd Politik

16 . Asy Syaikh Kholid ar Roddady pentahqiq kitab Syarhus sunnah al barbahary

17 . Asy Syaikh Zaid bin Mhammad bin Hadi al madkholy

18 . Asy Syaikh Abdulloh bin Abdirrohman al Jibrin trmsuk ulama senior, sudah sepuh

19 . Asy Syaikh Ubaid al Jabiri

20 . asy Syaikh Abdul Aziz ar Rojihy

21 . Asy Syaikh Muhammad Aman Jamiy

22 . Fadhilatusy Syaikh Sholih bin Muhammad al Luhaidan ketua Mahkamah Tinggi dan anggota Hai'ah Kibarul Ulama

23 . Masyayikh anggota Majelis Ifta wal Buhuts dan anggota Kibarul Ulama

24 . Fadhilatusy Syaikh Bakar Abu penulis kitab Hukmul Intima'

25 . asy Syaikh AbdusSalam bin Barjas penulis Kitab Hujjajul Qowwiyyah.. Beliau sudah mninggl dalam kecelakaan mobil. Semoga Allah melapangkan kuburnya dan menempatkannya di kedudukan yang mulia di sisiNya. Ulama dari Yaman:

1 . al'allamah al muhaddits ad diyar al yamaniyyah asy Syaikh Muqbil bin Hadi al wadi'iy ; Beliau termasuk ulama besar abad ini.

2 . Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab al Washobi ; bliau mungkin Syaikh yang dituakan di Yaman. Kalau datang ke Damaj, biasanya beliau Cuma menjawab prtanyaan2 dan sedikit mmberi nsihat emasnya. Punya markas di Hudaidah.

3 . Asy Syaikh Muhammad Al Imam beliau termasuk Ahl Hill wal Aqd yg ditunjuk oleh Asy Syaikh Muqbil rahimahullah. Salah satu murid per tamanya Asy Syaikh Muqbil. Punya markas di Ma'bar mrupkn markas terbesar ke 2 setelah Damaj.

4 . Syaikh Yahya al Hajury –Beliau yang menggantikan Syaikh Muqbil di Darul Hadits Dammaj

5 . Asy Syaikh Abdul Aziz Al Buro'i adlh termasuk salah satu masyaikh yang sangat keras terhadap Ahlul Bid’ah. Beliau mempunyai markas di Kota Ib.

6 . Asy Syaikh Abdullah bin Utsman dijuluki Khotibul Yamany krn bliau terkenal sangat pintar brorator. Nsihat2 bliau tntng maut, mmbuat mata tak bisa menahan airnya.

7 . Asy Syaikh Abdurrozaq punya markas di Dammar

8 . Asy Syaikh Abdul Musowwir termasuk masyaikh yang sudah cukup berumur. Dulu Asy Syaikh Yahya hafidhohullah belajar Syarh Ibn Aqil dengan beliau.

9 . asy Syaikh Abdulloh al Mar'iy dan Saudaranya asy Syaikh Abdurrohman al Mar'iy Ulama dari Yordania

1 . al'Allamah al Muhaddits Nashirus sunnah asy Syaikh al Albani . Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz pernah berkata: Saya tdk menge tahui di bawah kolong langit saat ini orang yang lebih mengetahui hadits daripada Beliau (Syaikh al Albani).

2 . Syaikh Ali hasan al Halabiy tatkala Syaikh al Albani ditanya cucunya Siapkh dua orang murid yang paling mengetahui tentang hadits. Syaikh al Albani berkata: Abu Ishaq al Huwaini dan Ali Hasan al Halabiy.

3 . Syaikh Salim bin ‘Ied al Hilali , penulis kitb Limadza Ikhtartu Manhaj Salaf, Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhus Sholihin, dll.

4 . Syaikh Muhammad Musa

5 . Syaikh Masyhur alu Salman

6 . Syaikh Husain ‘Uwaisyiah Dan masih banyak lagi para ulama yang belum disebutkan disini.

Penulisan dan penghimpunan Alqur 'an

Penulisan dan Penghimpunan Al Qur'an Al Qur'an yang ada pada umat Islam saat ini,

alhamdulillah , tidak berubah-ubah dn tidak terusakan oleh musuh-musuh Allah Swt yg ingin menghancurkan satu- satunya Agama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mulia ini Islam. Dalam upaya penjagaan terhadap isi Al-Qur’an, telah menoreskan sejarah panjang yang perlu kita ketahui. Sejarah penulisan dan penghimpunan Al Qur’an dapat dibagi secara metodelogi sejarah menjadi tiga periode. Periode pertama Periode pertama terjadi pada masa Nabi ShallAllahu 'alaihi wa Sallam , dengan lebih banyak berpegang kepada hafalan ketim bang tulisan. Masa itu para shabat terkenal memiliki daya ingat yang kuat dan hafalan yang cepat, ttapi sedikit yg mmpu menulis, srananya pun jarang. Ayat-ayat Al Qur’an ketika itu tidak dihimpun dlam satu mushaf, bahkan setiap kali turun para shbat menghafalkannya lang sung, dan menuliskannya pada media yang mudah didapat, sperti peleph kurma, lembrn kulit, pcahn batu, dan sebagainya. Para qurra’ lebih banyak jumlahnya.. Dalam shahih bukhari diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Nabi ShallAl lahu 'alaihi wa Sallam mengutus 70 orang yang disebut sebagai para qurra. Di tengah perjalanan mereka dihadng oleh skelompok Bani Salim Ra'I dn Dzakwan dekt sumur Ma'unah. Mreka semuanya dibunuh para pnghadang tersebut. Diantra para sahabat penghafal Al Qur’an ialah: empat khulafa’ rasyidin, Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abi Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Darda’, dan lainnya. Periode kedua Periode kedua terjadi pada masa kekhalifahan Abu Bakar, yaitu tahun ke-12 H. Yang melatar belakangi prakarsa pada peiode kedua ini adalah terbunuhnya sejumlah qurra' dalam peperangan Yamamah. Di antra mereka terdapat nama Slaim Maula Abi Hudzaifah, salah seorang yang dinyatakan Nbi boleh diambil ilmuilmu AlQur'an nya. Abu Bakar memerintahkan untuk mengumpulkan Al Qur’an. Dalam shahih Bukhari diriwayatkan bahwa setelah perang Yamamah, Umar bin Khaththab pernah me ngisyaratkan kpada Abu Bakar agr melakukan penghimpunn Al Qur'an. Abu Bakar sementara waktu belum melakukannya, namun Umar terus mendesaknya brulang kali, hingga Allah Subhnahu wTa'ala melapang kan dada Abu Bakar. Beliaupun memanggil Zaid bin Tsabit, kedia Zaid datang di tempat itu hadir pula Umar, Abu Bakar mengatakan kepadanya: Sesungguhnya engkau adalah pemuda yang cerdik, kami tidak pernah menuduhmu sesuatu pun, dan engkau dahulu penulis wahyu Rasulullah, maka periksalah Al Qur’an yang ada sekarang ini, dan himpunkanlah.. Zaid menceri takan dirinya: Kemudian saya memeriksa Al Qur'an, dan mengum pulkannya dari pelepah-pelepah kurma, pecahan-pecahan tulang, dan hafalan-hafalan org lain. Stelah terkumpul, Al Qur'an tersebut dipe gang Abu Bakar sampai beliau wfat. Kemudian dipegang oleh Umar bin Khaththab, dan dilanjutkan oleh Hafshah binti Umar. Hadits yang pnjang ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Kaum muslimin sepakat atas hasil usaha Abu Bakar ini, dan menggolongkannya termasuk amal kebajikan beliau. Ali bin Abi Tholib mengatakan: Orang yang trbanyak kebajikannya terhadap mushaf adalah Abu Bakar, beliaulah yang pertama menghimpun Kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala .

Periode ketiga

Periode ketiga ini terjadi pada masa khalifah Utsman bin Affan, tahun 25 H. yang melatar belakanginya adalah ketika diketahui perbedaan bacaan (qiro-at) di kalangan umat Islam, lantaran berkembangnya mushaf-mushaf yang ada pada para sahabat. Melihat kekhawatiran terjadinya fitnah, khalifah Utsman mengintruksikan agar mushaf-mushaf tersebut disatukan agar umat Islam tidak berbeda lagi ketika membaca Al Qur’an yang bisa menyebabkan perpecahan. Dalam shahih Bukhari diriwayatkan, setelah pembebasan Armenia dan Azerbaijan, Hudzaifah bin Yaman mendatangi Utsman bin Affan. Hudzaifah dikejutkn oleh prbedaan perbedaan umat Islam dalam membaca Al Qur'an. Beliau katakan kepada Utsman: Satukanlah umat ini sebelum mereka bercerai-berai laksana berpecahnya Yahudi dan Nasrani. Lantas Utsman mengutus kpda Hafshah untuk menympaikan pesn beliau yang berbunyi: Srahkn kepada kami seluruh lembaran-lembaran Al Qur'an yg ada padamu, untuk kami pindahkan dalam suatu mushaf. Dan pasti lmbarn lmbran itu akn kami kmbalikan lagi kpdmu. Hafshah pun melaksanakannya. Kemudian Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullh bin Zubair, Sa'id bin Al Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam supya memin dahkan isi lembaran-lembaran tersebut ke dalam mushaf. Zaid bin Tsabit merupakan orang Anshar, sedang tiga orang lainnya dr kaum Quraisy. Utsman mnekankan kpada tiga org tersebut: Bila kamu bertiga dan Zaid berbeda tentang sesuatu dari Al Qur'an, maka tulislah Al Qur’an dgn bhasa kaum Quraisy, karena ia diturunkan dgan bahasa mereka. Para penghimpun trsebut melaksanakan penekanan Utsaman hingga seluruh lembaran-lembaran itu selesai dipindahkan ke dalam mushaf, dan lembaran- lembaran itupun dikembalikan lagi kepada Hafshah. Setiap bagian kawasan Islam ketika itu diberi satu mushaf sebagai standar. Utsman setelah itu memerintahkan selain mushaf standar ini agar dimusnahkan. Utsman bin Affan tidak melakukan penghimpunan Al Qur’an ini berdasarkan kemauannya sendiri, melainkan setelah mengadakan musyawarah dengan para sahabat lainnya. Ibnu Abi Daud mriwayatkn dr Ali bin Abi Tholib, beliau brkata: Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah Utsman berbuat ini kecuali di hadapan kami (kalangan shabt) Beliau berkata: Saya bermaksud menyatukan manusia (umat Islam) dalam satu mushaf, hingga tidak trjadi lagi perpecahan dan prbdaan. Kami menjawab: Alngkah bagusnya yang kau usulkan itu. Kata Mush'ab bin Sa’d: “Saya melihat manusia jumlahnya banyak sekali ketika Utsman membakar mushaf-mushaf (slain satu mushaf yg tlh disatukn).Mereka dikagumkan oleh kputusan Utsman. Atau dngn kata lain: Tidak ada yg mngingkari hl itu, walaupun satu orang (dari kalangan sahabat)Keputusan ini merupakan kbajikan Amirul Mukminin Utsman bin Affan yng disepakati oleh kaum muslimin, serta pnyemprnaan ats pnghimpu nan yang telah dilakukan oleh khalifah Abu Bakar. Yng mmbedakn antara kedua jenis pengimpunan ini (periode dua dan tiga) adalah: (1) . Tujuan penghimpunan pada masa Abu Bakar merangkul sluruh Al Qur’an dalam satu mushaf agr tidak ada yang hilang sedikitpun, tapi tidak mengharuskan umat Islam atas satu mushaf, krena blum tampak pengaruh perbedaan qiro-at yg bisa mnimbulkn perpecahan.
(2) . Sementra tujuan pnghimpunn Al Qur’an pada masa Utsman adalah menyatukan Al Qur’an seluruhnya pada satu mushaf, mliht kekhawatiran pertentangan qiro-at di kalangan umat Islam yang bisa mmecah-belh mreka. Dengan upaya Utsman bin Affan ini, tampak kemaslahatn umum kaum muslimin lebih terealisir ketika mereka dapat bersatu di bawah satu kalimat, dan perpecahan serta permusuhan dapat dielakkan. Bukti bersatunya kaum muslimin sampai kini mereka msih tetap berpegang pada mushaf Al Qur’an standar tersebut scara mutawatir, selalu mempelajarinya dan tidak pernah sedikit pun jatuh ke tangan para perusak, tersentuh hawa nafsu. Sungguh, segala puji milik Allah Subhanahu wa Ta’ala , Tuhan langit, bumi, dan seluruh alam.

Pembukuan dan Kitab Kitab Hadits

Pembukuan dan Kitab-Kitab Hadits Para Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihiwasallam yang paling banyak meriwayatkan hadits antara lain:

Abu Hurairah 5374 hadits Ibnu Umar 2630 hadits Anas bin Malik 2286 hadits Aisyah Ummul Mukminin 2210 hadits Ibnu 'Abbas 1660 hadits Jabir bin ‘Abdullah 1540 hadits Para Sahabt Rasulullah Shallallahu 'alaihi wsallm yang me lakukan pembukuan hadits antara lain :
(1). Abdullah bin Amr bin Al-Ash (7-65 H) : As- Shahifah As-Shadiqah
(2). Abdullah bin Abbas (3-68 H)
(3). Jbir bin Abdillh AlAnshari (16-78 H) : As- Shahifah.
(4). Hamam bin Munabbih 40-131H. As-Shahifah As-Shahihah Perintah Umar bin Abdul Aziz untuk memulai pmbukuan dan pelembagaan hdist secara resmi, Khalifah Umar bin Abdul Aziz inilah yang memelopori pmbukuan dan pelembagaan hdits hadits Nabi shallallahu 'alaihi wsllm. secara resmi. Beliau mmerintahkan kepada Abu Bakar bin Mhammad bin Amr bin Hazm. Perintah Umar bin Abdul Aziz sbgai berikut Perhati kanlah hadits Rasulullh shallallahu 'alaihi wasallam lalu tulislah dia, karena sesungguhnya aku khwatir akan hilangnya ilmu dan wafatnya para ulama, dn janganlah diterima kecuali hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam ( Bukhari (1/33) dan Ad-Daarimi (1/ 126)) Dan Ibnu Hazm selanjutnya menunjuk ulama besar yaitu Ibnu Syihab Az-Zuhri untuk melakukan pelembagaan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wasal lam. Beliau berdua merupakan thabaqat awal pembukuan hadits- hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Hazm pulalah yang memulai dan mencetuskan ilmu Riwayatul hadits. Yakni suatu ilmu tentang meriwayatkan sabda-sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. perbuatan-perbuatnnya, taqrir- taqrirnya dan sifat-sifatnya. Ilmu ini sifatnya lebih tertuju pada mengumpulkan hadits-hadits saja, tanpa memeriksa secara detail sah atau tidaknya yang org sandarkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Faedah-faedah Ilmu riwayatul hadits antara lain :

(1). Supaya kita dapat mmbedakan mana yang orang sandarkn kpada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mana yang disandarkan kpada selain beliau.
(2). Agar supaya hadits tidak brdar dari mulut ke mulut atau dari satu tulisan ke tulisan lain tanpa sanad.
(3). Agar dapat diketahui jumlah hadits yang orang sandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
(4). Agar dapat diperiksa sanad dan matannya sah atau tidak. Nama-nama ‘ulama pencatat atau perawi hadits yang mu’tabar dari generasi Tabi’in antara lain :
(1). Said Ibnul Musayyab (15-94 H)
(2). Urwah bin Zubair (22-94 H)
(3). Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm ( Wafat th.117 H)
(4). Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri (50- 124 H)
(5). Imam Nafi’ (wafat 117H)
(6). Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah (Wafat 98 H)
(7). Salim bin Abdullah bin Umar (Wafat 106 H)
(8). Ibrahim bin Yazid An-Nakha'I (46-96H)
(9). Amir bin Syarahil Asy-Sya’bi (19-103H)
(10). Alqamah bin Qais An-Nakha'i (28-62H)
(11). Mhammd bin Sirrin(33-110 H)
(12). Ibnu Juraij Abdul Aziz bin Juraij (Wafat 150 H)
(13). Said bin 'Arubah (Wafat 156H)
(14). Al Auza’i (Wafat 156H)
(15). Sufyan AtTsauri (Wafat 161 H)
(16). Abdullah bin Mubaarak ( 118-181 H)
(17). Hammad bin Salamah (Wafat 176 H)
(18). Husyaim (Wafat 188 H) Nama-nama ulama pencatat atau perawi hadits yang mu'tabar dari generasi Tabi’ut Tabi’in antara lain:

(1). Bukhari ( 194-256 H) Kitab : Al-Jaami’ush Shahih atau Shahih Bukhari
(2). Muslim ( 204-261 H) Kitab : Shahih Muslim
(3). Abu Dawud ( 202-275 H) Kitab : As-Sunan Abi Dawud
(4). At-Tirmidzi ( 209-279 H) Kitab : As-Sunan At- Tirmidzi
(5). An-Nasa’i (215-303H) Kitab : As-Sunan An- Nasa'i
(6). Ibnu Majah ( 207-275 H) Kitab : As-Sunan Ibnu Majah
(7). Malik bin Anas (90 / 93-169 H) Kitab : Al- Muwatha'
(8). Asy Syafi'iy (150-204H) Kitab : Al Um
(9). Ahmad bin Hambal ( 164-241 H) Kitab : Al Musnad Ahmad
(10). Ibnu Khuzaimah ( 223-311 H) Kitab : Shahih Ibnu Khuzaimah
(11). Ibnu Hibban (—-354H) Kitab : Shahih Ibnu Hibban
(12). Hakim ( 320-405 H) Kitab : Al Mustadrak
(13). Ad-Daaruquthni ( 306-385 H) Kitab : Sunan Daaruquthni
(14). Al Baihaqiy ( 384-458 H) Kitab : Sunan Al- Kubra
(15). Ad Daarimi ( 181-255 H) Kitabnya Sunan Ad- Daarimi
(16). Abu Dawud At-Thayaalisi (204H) Kitab : Musnad At-Thayalisi
(17). Al Humaidiy (—219H) Kitab : Musnad Al- Humaidiy
(18). Ath Thabrani ( 260-360 H) Kitab : Mu’jam Al- Kabir, Mu’jam Al-Ausath, Mu’jam As- Shagir
(19). Abdurrazzaaq ( 126-211 H) Kitab :Mushannaf Abdurrazzaaq
(20). Ibnu Abi Syaibah (—-235H) Kitab : Mushannaf Ibnu abi Syaibah
(21). Abdullah bin Ahmad ( 203-209 H) Kitab : Az- Zawaaidul Musnad
(22). Ibnul Jaarud (—307H) Kitab : Al-Muntaqa
(23). At-Thahaawi ( 239-321 H) Kitab : Syarah Ma’ aanil Atsar, Musykilul Atsar
(24). Abu Ya’la (—307H) Kitab : Musnad Abu Ya'la
(25). Abu ‘awaanah (—316H) Kitab : Shahih Abu ‘Awaanah
(26). Said bin Manshur (—227H) Kitab : As Sunan Said bin Manshur
(27). Ibnu Sunniy (—364H) Kitab : Amalul Yaum wal lailah
(28). Ibnu Abi ‘Ashim (—287H) Kitab : Kitabus Sunnah, Kitab Zuhud

Abu Hurairah periwayat Hadits terbanyak

Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hdist Nabi Shallallahu alaihi wassalam , ia meriwayatkan hadist sebanyak 5.374 hadist. Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun terja dinya perang Khibar, Rasulullah sendirilah yang memberi julukan Abu Hurairah, ketika beliau sedang melihatnya mmbwa seekor kucing kecil. Julukan dr Rsulullh Shallallahu alaihi wassalm itu smata karena ke cintaan beliau kpdnya. Allah Subha nahu wa ta'ala mengabulkan doa Rasulullh agar Abu Hurairah dianug rahi hapalan yang kuat. Ia mmang paling banyak hapalannya diantra para sahabat lainnya. Pada masa Umar bin Khaththab mnjdi Khalifah, Abu Hurairah menjadi pegawai di Bahrain, karen bnyk meriwayatkan hadist Umar bin Khaththab pernah mntangnya dn ketika Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah shllallhu alaihi wassalm: Brngsiapa berdusta mengatasnamakanku dengan sngaja, hndaklah ia menye diakan pantatnya untuk dijilat api neraka . Kalau begitu kata Umar, engkau boleh prgi dn menceritakan hadist. Syu’bah bin al-Hajjaj mem prhatikan bahwa Abu Hurairah me riwayatkan dari Ka’ab al-Akhbar dn mriwayatkan pula dari Rsulullah Shallallahu alaihi wassalam, tetapi ia tidak membedakan antara dua riwayatnya tersebut. Syu'bah pun menuduhnya melakukan tadlis, tetapi Bisyr bin Sa’id menolak ucapan Syu’bah tentang Abu Hurairah. Dan dengan tgas berkata: Bertakwalah kepada Allah dn brhati hati terhadap hadist. Demi Allah, aku telah melihat kita sering duduk di majelis Abu Hurairah. Ia mence ritakn hadist Rasulullah dan mence ritakan pula kepada kita riwayat dari Ka’ab al-Akhbar. Kemudian dia berdiri, lalu aku mendengan dari sebagian orang yang ada bersama kita mempertukarkan hadist Rasulullah dengan riwayat dari Ka’ab. Dan yang dari Ka’ab menjadi dari Rasulullah.”. Jadi tadlis itu tidak bersumber dari Abu Hurairah sendiri, melainkan dari orang yang meriwayatkan darinya. Cukupknlah kiranya kita mendngar kan dari Imm Syafi'I :Abu Hurairah adalah orang yang paling hapal diantra periwayat hadist dimasanya Marwan bin al-Hakam pernah me ngundang Abu Hurairah untuk menulis riwayat darinya, lalu ia brtanya tntang apa yng ditulisnya, lalu Abu Hurairah menjawab: Tidk lebih dn tidak kurang dan susunan nya urut. Abu Hurairah meriwayat kan hadist dari /abu Bakar, Umar, Utsman, Ubai bin Ka’ab, Utsman bin Za’id, Aisyah dan sahabat lainnya. Sedangkan jumlah orang yng meriwayatkan darinya mlebihi 800 orang, terdiri dari para shabat dan tabi’in. diantara lain dari sahabat yang diriwayatkan adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, dan Anas bin Malik, sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain Sa’id bin al-Musayyab, Ibnu Sirin, Ikrimah, Atha, Mujahid dan Asy-Sya’bi. Sanad paling shahih yang berpangkal dari padanya adalah Ibnu Shihab az-Zuhr, dari Sa’id bin al- Musayyab, darinya (Abu Hurairah). Adapun yang paling Dlaif adalah as-Sari bin Sulaiman, dari Dawud bin Yazid al-Audi dari bapaknya (Yazid al-Audi) dari Abu Hurairah. Ia waft pd tahun 57 H di Aqiq. Disalin dari Biografi Abu Hurairah dlm AlIshabh Ibn Hajar Asqalani No. 1179 , Tahdzib al ‘asma: An-Nawawi 2/ 270

Jumlah Hadits (Abu Daud. Nasa'i. Tirmidzi)

Jumlah Hadits pada Sunan Abu Dawud

Penulisnya adalah Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syiddad bin Amar bin Azdi as- Sijistani atau lebih dikenal dengan kunyah Abu Dawud as-Sijistani rahimahullahu, seorang Imam dan tokoh ahli hadits dari Sijistan, Bashrah. Beliau lahir pada 202 dan wafat tahun 275. beliau juga memiliki banyak karya diantaranya adalah : al-Marasil , kitab al-Qodar, an-nasikh wal Mansukh, Fadha'ilul Amal, Kitab az-Zuhd, Dalailun Nubuwah, Ibtda’ul Wahyi dan Akhbarul Khowarij . Al-Imam Abu Dawud di dalam menulis kitab ini tidak hanya memuat hadits shahih saja, nmun bliau juga memasukkan hadits hasan dan dhaif yang tidak dibuang oleh ulama hdits. Bberapa ulama mengkritik Sunan Abu Dawud karena ditengarai memuat hadits maudhu' diantranya adalah Imam Ibnul Jauzi. Bliau mngatakan bhwa ada beberapa hdits maudhu' dalam Sunan Abu Dawud ini, nmun kritikan beliau ini dibantah oleh Imam Jalaludin as-Suyuthi (w. 911). Biar bagaimanapun, ribuan hadits yang shahih dalam Sunan Abu Dawud tidaklah memperngaruhi nilai keabsahan Sunan Abu Dawud sebagai kitab hadits ketiga setelah Shahih Bukhari dan Muslim yang dijadikan mashdar oleh kaum mus limin dan kitab Sunan yang paling diutamakan diantara kitab sunan lainnya. Jumlah hadits dalam Sunan Abu Dawud adalah sebanyk 4.800 hdits , sbgian ulama mnghitungnya sebanyak 5.274 hadits . Prbedaan ini dikarenakan sebagian orang menghitung hadits yang diulang sebagai satu hadits dan sebagian lagi menghitungnya sebagai dua hdits. Abu Dawud mmbagi Snannya dalam beberapa kitab dan tiap kitab dibagi menjadi beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah diantaranya ada 3 kitab yang tidak dibagi dalam bab-bab. Sedangkan jumlah babnya ada 1.871 bab. Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr hafizhahullahu dalam Kaifa Nastafiidu minal Kutubil Haditsiyah (hal. 18) berkata : ”Kitab Sunan karya Abu Dawud ini adalah kitab yang sangat agung, yng diperkaya oleh penulisnya di dalmnya hadits-hadits ahkam dan mentartibnya serta memaparkannya berdasarkan urutan bab-bab yang menunjukkan atas kefakihan dan kedalamannya terhadap ilmu riwayah dan diroyah. Beberapa ulama mensyarah dan meneliti Sunan Abu Dawud ini, diantaranya :
1) . Ma’alimus Sunan yng ditulis oleh Imam Abu Sulaiman Ahmad bin Ibrahim al-Busti al- Khaththabi (w. 388) yang merupakan syarah sederhana dgn mengupas masalah bahasa, penelitian trhdap riwayat, istinbath hukum dan pembahasan adab.
2) . Aunul Ma’bud ’ala Sunan Abi Dawud yang ditulis oleh Imam Syamsul Haq Muhammad Asyraf bin Ali Haidar ash-Shiddiqi al-Azhim Abadi as-Salafi ( ulama abad ke-14) dalam 4jilid besar.
3) . al-Manhalu Adzbu al-Maurid yang ditulis oleh Syaikh Mahmud bin Khaththab as-Subki (w. 1352). Beliau juga meneliti dan memilah serta menjelaskan derajat hadits-hdist yang shahih, hasan maupun dhaif.
4) . al-Mujtaba Tahdzib Sunan Abi Dawud oleh al- Imam al-Hafizh Abdul Azhim al-Mundziri (w. 656) yang meringkas, menyusun kembali dan menyebutkan perawi-peraei lain yang juga meriwayatkan hdits di dalam Sunan Abu Dawud, serta beliau menunjukkan beberapa hadits dhaif di dalamnya.
5) . ..Ta’liq al-Mujtaba oleh Syaikhul Islam kedua, Imam Ibnul Qayyim (w. 751) yang memberikan Komntar tentang kelemahan hdits yang dijelaskan oleh al- Mundziri, menegaskan keshahihah hadits yng belum dishahihkan serta mem bahas matan yg musykil. Demikian lah sekilas pnjelasan sputr Sunan Abu Dawud, dan tlh jelas lah bahwa tidak semua hadits yg dimuat oleh Imam Abu Dawud as- Sijistani di dalam Sunan-nya adalah shahih. Oleh karena itu al-Muhaddits Muhammad Nashirudin al-Albani meneliti kembali derajat hadits-hadits di dalam Sunan Abu Dawud dan menuliskannya sebagai kitab Shahih Sunan Abu Dawud dan dhaifnya.

Jumlah Hadits pada Sunan an-Nasa'i

Pnulisnya adalah Abu Abdurrahman Ahmad bin Ali bin Syu’aib bin Ali bin Sinan al-Khurasani. Lahir tahun 215 dan wafat tahun 303 menurut pendapat Syamsudin adz-Dzahabi dn Abu Ja’far ath-Thohawi. Bliau adalah ulama hadits terkemuka di msanya, seorang yang sangat teliti dan memiliki persyaratan yang kett di dalam menerima hadits. Beliau mmiliki beberapa karya diantranya asSunanul Kubra, asSunanus Shughra (jug diktakn al-Mujtaba ) , al- Khashaish, Fadhailus Shahabah dan al-Manasik. Imam Nasa’i sangat cermat di dalam menyusun Sunanus Shughra ini yang beliau tulis setelah menyusun Sunanul Kubra. Bliau berupaya hanya meng himpun yang shahih saja di dalam kitab Sunan-nya ini. Namun Syaikh Abul Faraj Ibnul Jauzi mengatakan bahwa ada sekitar sepuluh buah hadits maudhu' di dalamnya, walau imam Jalaludin as-Suyuthi memban tahnya. Namun, biar bgaimanapun terdapat sedikit hadits dhaif di dalam Sunan-nya ini. Syaikh Abdul Muhsin al- Abbad di dalam kaifa Nastafiidu (hal. 22) brkata : Kitab ini adalah kitab yang agung ting katannya, banyak bab-babnya, dan penjelasan akan bab- babnya menunjukkan fakihnya penulisnya, bahkn sungguh diantranya menam pakkan kedalaman dn kecermatan Imam Nasa’i di dlm beritinbath. Sunan an-Nasa’i ini menghimpun sejumlah 51 kitab dan haditsnya berjumlah 5774 hadits . Adapun mengenai syarah an-Nasa’i, sesungguhnya masih sangat sedikit sekali walaupun kitab ini sudah berumur hampir 600 tahun. Al-Hafizh Jlaludin asSuyuthi mmberikn syarah yang sangat singkat yang berjudul Zihar ar-Rubba ’alal Mujtaba yang meneliti para perawi, menjelaskan sebagian lafazh dan hadits gharib serta menerangkan mengenai hukum dan adab yang terkandung di dalam hadits Sunan. Selain as- Suyuthi, juga seorang muhaddits India yang bernama al-Allamah Abul Hasan Muhammad bin Abdul Hadi al-Hanafi as-Sindi (w. 1138) memberikan syarah yang lebih sempurna dibandingkan syarah as-Suyuthi.

Jumlah Hadits pada Sunan at-Tirmidzi

Penulisnya adalah al-Imam Abu Isa Muhammad bin Musa bin ad-Dhahhak as-Sulami at-Turmudzi dari Tirmidz, Iran Utara. Beliau adalah seorang imam ahli hadits yang kuat hafalannya, amanah dan teliti. Beliau lahir pada tahun 209 dan pada akhir hidupnya menjadi buta dan wafat tahun 279. Beliau memiliki beberapa karangan diantaranya adalah Kitabul Jami’ (lebih dikenal dengan Sunan at-Turmudzi), al-’Illat, at-Tarikh, asy-Syamail an- Nabawiyah, az-Zuhd dan al-Asma’ wal Kuna. Al-Imam Abu Isa di dalam menyusun kitab al-Jami’ tidak hnya meriwayatkan hadits shahih saja, namun juga beserta hadits yang hasan, dha’if, gharib dan mu’allal dengan menerangkan kelemahannya. Beliau memasukkan hampir 50 kitab dan haditsnya berjumlah 3956 hadits . Diantara kritikan utama terhadap Jami'at- Turmidzi ini adalah dia menerima priwayatan dari al-Maslub dan al-Kalbi, perawi yang muttaham pemalsu hadits. Sehingga derajatnya lebih rendah dibandingkan Sunan Abu Dawud dan Sunan an- Nasa’i. Al-Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi mengkritik sebanyak 30 hadits dimasukknnya ke dalam al- Maudhu’at namun disanggah beberapa oleh Jalaludin as-Suyuthi. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah al-Harani dan Syamsyudin adz-Dzahabi juga turut mengkritik Sunan Turmudzi ini. Diantara para ulama yang mensyarah Jami’ at- Turmudzi adalah al-Hafizh Abu Bakar Muhammad bin Abdillah al-Isybili yang lebih dikenal dengan Ibnul Arabi al-Maliki (w. 543) yang berjudul Aridatul Ahwadzi fi Syarhi Sunanit Tirmidzi . Jalaludin as-Suyuthi juga mensyarah dengan judul Qutul Mughtazi'ala Jami’it Tirmidzi . Kitab syarah terbaik adalah yang ditulis oleh al-Allamah al- Abdurrahman al-Mabarkapuri (w. 1353) yang berjudul Tuhfatul Ahwadzi.

Jumlah Hadits pada Sunan Ibnu Majah.

Penulisnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi’i al-Qazwini dari desa Qazwin, Iran. Lahir tahun 209 dan wafat tahun 273. Beliau adalah muhaddits ulung, mufassir dan seorang alim. Beliau mmiliki bberpa karya diantaranya adalah Kitabus Sunan, Tafsir dan Tarikh Ibnu Majah. Beliau menyusun kitabnya dengan sistematika fikih, yang tersusun atas 32 kitab dan 1500 bab dan jumlah haditsnya sekitar 4.000 hadits. Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi menghitung ada sebanyak 4241 hadits di dlamnya. Sunan Ibnu Majah ini berisikan hadits yang shahih, hasan, dhaif bahkan maudhu’. Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi mengkritik ada hampir 30 hadits maudhu di dalam Sunan Ibnu Majah walaupun disanggah oleh as-Suyuthi. Al-Imam al-Bushiri (w. 840) menulis ziadah ( tambahan) hdits di dalam Sunan Abu Dawud yng tidk trdapat di dalam kitabul khomsah ( Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’i dan Sunan Tirmidzi) sebanyak 1552 hadits di dalam kitabnya Misbah az- Zujajah fi Zawaid Ibni Majah serta menun jukkan derajat shahih, hasan, dhaif maupun maudhu’. Oleh karena itu, penelitian terhadap hadits-hadits di dalamnya amatlah urgen dan penting.

Siapa itu Para Ulama Ahlul Hadits

Siapa itu Ulama Ahlul Hadits?

Terdapat beberapa ungkapan ulama dalam mendefinisikan ulama. Ibnu Juraij rahimahullah menukilkan ( pendapat) dari Atha, beliau berkata: Barangsiapa yang mengenal Allah, maka dia adalah orang alim. (Jami' Bayan Ilmu wa Fadhlih, hal. 2 /49) Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Kitabul ‘Ilmi mengatakan: Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah. ( Kitabul Ilmi hal. 147) Badruddin Al-Kinani rahimahullah saw bersda: Mereka (para ulama) adalah orang-orang yang menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada kebaikan serta menafikan segala bentuk kemu dharatan. (Tadzkiratus Sami hal. 31) Abdus Salam bin Barjas rahima hullah mengatakan: Orang yang pantas untuk disebut sebagai orang alim jumlahnya sangat sedikit sekali dan tidak berlebihan kalau kita mengatakan jarang. Yang demikian itu karena sifat- sifat org alim mayoritasnya tidk akn trwujud pada diri orng-orang yg menisbah kan diri kepada ilmu pada masa ini. Bukan dinamakan alim bila sekedar fasih dalam berbicara atau pandai menulis, orang yang menyebar luaskan karya-karya atau orang yang men-tahqiq kitab-kitab yang masih dalam tulisan tangan. Kalau orang alim ditimbang dengan ini, maka cukup (terlalu banyak orang alim). Akan tetapi penggambaran seperti inilah yang banyak menan cap di benak orang-orang yang tidak berilmu. Oleh karena itu bnyk orang tertipu dengan kefasihan seseorang dan tertipu dengan kepandaian berkarya tulis, padahal ia bukn ulama. Ini semua mnjadikn orang-orang takjub. Orang alim hakiki adalah yang mendalami ilmu agama, mengetahui hukum- hukum Al Quran dn As Sunnah. Mengtahui ilmu ushul fiqih seperti nasikh dan mansukh, mutlk, muqayyad,mujmal, mufassar, dan juga orang-orang yang menggali ucapan- ucapan salaf terhadap apa yang mereka perselisihkan. (Wujubul Irtibath bi Ulama, hal. Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan ciri khas sorang ulama yang membedakan dengan kebanyakan orang yang mengaku berilmu atau yang diakui sebagai ulama bahkan waliyullah. Dia berfirman: إِنَّماَ يَخْشَى اللهَ مِنْ عِباَدِهِ الْعُلَمآءُ Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama. (Fathir: 28) Ciri-ciri Ulama Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui siapa sesung guhnya yng pantas untuk menyan dang gelar ulama dan bagaimana besar jasa mereka dlm menyelamat kan Islam dan muslimin dari rong rongan penjahat agama, mulai dari masa terbaik umat yaitu generasi shahabat hingga masa kita skrang. Pembahasan ini juga bertujuan untuk memberi gambaran (yang benar) kepada sebagian muslimin yng telah memberikan gelar ulama kepada orang yang tidak pantas untuk menyandangnya.
a. Sebagian kaum muslimin ada yang meremehkan hak-hak ulama. Di sisi mereka, yang dinamakan ulama adalah orang yang pandai bersilat lidah dan memperindah perkataannya dengan cerita-cerita, syair-syair, atau ilmu-ilmu plembut hati.
b. Sebagian kaum muslimin menganggap ulama itu adalah orang yang mengerti realita hidup dan yang mendalaminya, orang-orang yang berani menentang pemerintah -meski tanpa petunjuk ilmu.
c. Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah kutu buku, meskipun tidak memahami apa yang dikandungnya sebagai mana yang dipahami generasi salaf.
d. Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah orang yang pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan alasan mendak wahi manusia. Mereka mengatakan kita tidk butuh kepada kitab-kitab, kita butuh kepada da’i dan dakwah.
e. Sebagian muslimin tidak bisa membedakan antara orang alim dgn pendongeng dan juru nasehat, srta antara pnuntut ilmu dn ulama. Di sisi mereka, para pndongeng itu adlh ulama tmpt bertanya dan me nimba ilmu. Di antara ciri-ciri ulama adalah:
1. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun. Al-Hasan menga takan: Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepda Rabbnya. Dalam riwayat lain: Orng yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di awahnya dn tidk mengmbil upah sedikitpun dlm menyampai kan ilmu Allah. (Al- Khithabul Minbariyyah, 1 /177)
2. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dn tidk serampangan menghukumi orang yg jahil sebagai orang yang menye lisihi As-Sunnah.
3. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mncapai derajat mereka atau mendektinya.
4. Mereka berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang diturunkn Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: وَيَرَى الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْعِلْمَ الَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang tlh diturunkn kpdmu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kpada jlan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji. ( Saba: 6)
5. Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisaln yang dibuat Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur'an, bahkan apa yng dimaukan oleh Allh dn Rasul-Nya. Allah Subha nahu wa Ta’ala berfirman: وَتِلْكَ اْلأَمْثاَلُ نَضْرِبُهاَ لِلنَّاسِ وَماَ يَعْقِلُهاَ إِلاَّ الْعاَلِمُوْنَ Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali org-org yg brilmu. (Al- Ankabut: 43)
6. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath( me ngambil hukum) dan memaha minya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: وَإِذَا جآءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوْا بِهِ وَلَوْ رَدُّوْهُ إِلَى الرَّسُوْلِ وَإِلَى أُولِي اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِطُوْنًهُ مِنْهُمْ وَلَوْ لاَ فَضْلَ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطاَنَ إِلاَّ قَلِيْلاً Apabila datang kepada mereka suatu brita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yg mmpu mengambil hukum (akan dpt) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kpd klian, tntulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja. (An-Nisa: 83)
7. Mereka adlh orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: قُلْ آمَنُوا بِهِ أَوْ لاَ تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِيْنَ أَوْتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذِا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّوْنَ لِلأًذْقاَنِ سُجَّدًا. وَيَقُوْلُوْنَ سُبْحاَنَ رَبِّناَ إِنْ كاَنَ وَعْدُ رَبِّناَ لَمَفْعُوْلاً. وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقاَنِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعاً Ktakanlah: Berimanlh kamu kepadanya atau tidak usah beriman ( sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur'an dibcakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur ats muka mrka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu' (Al-Isra: 107-109) [ Mu’amalatul ‘Ulama karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul, Wujub Al-Irtibath bil Ulama karya Asy- Syaikh Hasan bin Qasim Ar-Rimi] Inilah beberapa sifat ulama hakiki yang dimaukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dlm Al-Qur'an dn Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallm di dlm Sunnahnya. Dengan semua ini, jelaslah orang yang berpura-pura berpenampilan ulama dan berbaju dngan pakaian mereka pdahal tidak pantas mema kainya. Semua ini membeberkan hakikat ulama ahlul bid'ah yg mana mereka bukan sebagai pnyandang gelar ini. Dri Al-Quran dn As-Sunnah mereka jauh dan dari manhaj salaf mereka keluar. (Sumber: Majalah Asy-Syari'ah dgn sdikt prubahan.)

–ooOoo–

Para Imam Ahlussunnah Ashabul Hadits

Sesungguhnya tidak ada keselamatan kecuali dengan mengikuti Kitab dan Sunnah dengan pemahaman salaful ummah. Tapi kita tidak mungkin mendengar sunnah dan pemahaman mereka kecuali dengan melalui sanad (rantai para rawi). Dan sanad termasuk dalam Dien. Maka lihatlah dari siapa kalian mengambil Dien kalian. Sedangkan yang paling mengerti tentang sanad adalah Ahlul Hadits. Maka dalam tulisan ini kita akan lihat betapa tingginya kedudukan mereka. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًا فَبَلَّغَهُ ﴿رواه أحمد وأبو داود والترمذي وغيرهم وصححه الألباني﴾ “ Allah membuat cerah (muka) seorang yang mendengarkan (hadits) dari kami, kemudian menyampaikan nya. ” (Hadits Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud) Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata: “Hadits ini adalah SHAHIH, diriwayatkan oleh: Imam Ahmad dalam Musnad 5 /183 , Imam Abu Dawud dalam As-Sunan 3 / 322 , Imam Tirmidzi dalam As-Sunan 5 / 33 , Imam Ibnu Majah dalam As-Sunan 1 /84 , Imam Ad-Darimi dalam As-Sunan 1 /86 , Imam Ibnu Abi Ashim dalam As- Sunan 1 /45 , Ibnu Abdil Barr dalam Jami Bayanil Ilmi wa Fadhlihi 1 /38-39 , lihat As-Shahihah oleh Al-’Allamah Al-Albani (404) yang diriwayatkan dari banyak jalan sampai kepada Zaid bin Tsabit, Jubair bin Muth’im, dan Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhum.” Hadits ini dinukil oleh beliau (Syaikh Rabi’) dalam kitab kecil yang berjudul Makanatu Ahlil Hadits (Kedudukan Ahlul Hadits), yaitu ketika menukil ucapan Imam besar Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib Al-Baghdadi (wafat 463 H) dari kitabnya Syarafu Ashabil Hadits yang artinya “Kemuliaan Ashabul Hadits.” Dalam kitab tersebut, beliau menjelaskan kemuliaan dan ketinggian derajat Ahlul Hadits. Demikian pula beliau juga menjelaskan jasa-jasa mereka dan usaha mereka dalam membela Dien ini, serta menjaganya dari berbagai macam bid’ah. Di antara pujian beliau kepada mereka, beliau mengatakan: “Sungguh Allah telah menjadikan golongannya (Ahlul Hadits) sebagai tonggak syari’at. Melalui usaha mereka, Dia (Allah) menghancurkan setiap keburukan bid’ah. Merekalah kepercayaan Allah di antara makhluk- makhluk-Nya, sebagai perantara antara Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan umatnya. Dan merekalah yang bersungguh-sungguh dalam menjaga millah (Dien)-Nya. Cahaya mereka terang, keutamaan mereka merata, tanda-tanda mereka jelas, madzhab mereka unggul, hujjah mereka tegas…. ” Setelah mengutip hadits di atas, Al- Khatib rahimahullah menukil ucapan Sufyan bin Uyainah rahimahullah dengan sanadnya bahwa dia mengatakan: “Tidak seorangpun mencari hadits (mempelajari hadits) kecuali pada mukanya ada kecerahan karena ucapan Nabi shallallahu alaihi wa sallam: (kemudian menyebutkan hadits di atas). Kemudian, setelah meriwayatkan hadits-hadits tentang wasiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk memuliakan Ashabul Hadits, beliau meriwayatkan hadits berikut: بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ ﴿رواه مسلم وأحمد والترمذي وابن ماجه والدارمي﴾ “Islam dimulai dengan keasingan dan akan kembali asing, maka berbahagialah orang-orang yang ( dianggap) asing.” (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah) Syaikh Rabi’ berkata: “Hadits ini SHAHIH. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya 1 /130 , Imam Ahmad dalam Musnadnya 1 /398 , Imam Tirmidzi dalam Sunannya 5 /19 , Imam Ibnu Majah dalam Sunnahnya 2 /1319 , dan Imam Ad-Darimi dalam Sunannya 2 / 402. ” Setelah meriwayatkan hadits ini, Al- Khatib menukil ucapan Abdan rahimahullah dari Abu Hurairah dan Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu: “Mereka adalah Ashabul Hadits yang pertama.” Kemudian meriwayatkan hadits: “Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh sekian firqah, semuanya dalam neraka kecuali satu.” Syaikh Rabi’ berkata: “Hadits SHAHIH, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad 2 /332. Imam Abu Dawud dalam Sunan 4 /197 , dan Hakim dalam Mustadrak 1 /128. Lihat Ash-Shahihah oleh Syaikh kita, Al-’Allamah Al-Albani ( 203). ” Beliau (Al-Khatib) kemudian mengucapkan dengan sanadnya sampai ke Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah bahwa dia berkata: “ Tentang golongan yang selamat, kalau mereka bukan Ahlul Hadits, saya tidak tahu siapa mereka.” (Hal 13, Syarafu Ashhabil Hadits oleh Al-Khatib). Kemudian Syaikh Al-Khatib menyebutkan hadits tentang thaifah yang selalu tegak dengan kebenaran: “Akan tetap ada sekelompok dari umatku di atas kebenaran. Tidak merugikan mereka orang-orang yang mengacuhkan (membiarkan, tidak menolong) mereka sampai datangnya hari kiamat.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud) Syaikh Rabi’ berkata: “Hadits ini SHAHIH, diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya 3 /1523 , Imam Ahmad dalam Musnad 5 / 278-279 , Imam Abu Dawud dalam Sunan 4 /420 , Imam Ibnu Majah dalam Sunan 1 /4-5 , Hakim dalam Mustadrak 4 / 449-450 , Thabrani dalam Mu’jamul Kabir 7643, dan At-Thayalisi dalam Musnad hal. 94 No. 689. Lihat As-Shahihah oleh Al-’Allamah Al-Albani 270-1955. ” Kemudian berkata (Al-Khatib Al- Baghdadi): Yazid bin Harun berkata: “ Kalau mereka bukan Ashabul Hadits, aku tidak tahu siapa mereka.” Setelah itu, beliau meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Abdullah bin Mubarak, dia berkata: “Mereka, menurutku, adalah Ashabul Hadits.” Kemudian meriwayatkan juga dengan sanadnya dari Imam Ahmad bin Sinan dan Ali Ibnul Madini bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya mereka adalah Ashabul Hadits, ahli Ilmu, dan Atsar.” ( Hal. 14-15) Demikianlah, para ulama mengatakan bahwa Firqah Najiyah (golongan yang selamat) yaitu golongan yang selalu tegak dengan kebenaran dan selalu ditolong (Thaifah Manshurah), yaitu orang-orang yang asing (Ghuraba’) di tengah-tengah kaum muslimin yang sudah tercemar dengan berbagai macam bid’ah dan penyelewengan dari manhaj As-Sunnah adalah Ashabul Hadits. Siapakah Ashabul Hadits? Hadits yang pertama yang kita sebut menunjukkan ciri khas Ashabul Hadits, yaitu mendengarkan hadits dan menyampaikannya. Dengan demikian, mereka bisa kita katakan sebagai para ulama yang mempelajari hadits, memahami sanad, meneliti mana yang shahih mana yang dhaif, kemudian mengamalkannya dan menyampaikannya. Merekalah pembela-pembela As-Sunnah, pemelihara Dien dan pewaris Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Rasulullah tidak mewariskan dirham atau dinar, tetapi mewariskan ilmu yang kemudian dibawa oleh Ahlul Hadits ini. Seorang Ahli Fiqih tanpa ilmu hadits adalah Aqlani (rasionalis) dan Ahli Tafsir tanpa ilmu hadits adalah Ahli Takwil. Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah (wafat 276 H) berkata: “… Adapun Ashabul Hadits, sesungguhnya mereka mencari kebenaran dari sisi yang benar dan mengikutinya dari tempatnya. Mereka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengikuti sunnah Rasul-Nya serta mencari jejak-jejak dan berita-beritanya (Hadits, red.), baik itu di darat dan di laut, di Timur maupun di Barat. Salah seorang dari mereka (bahkan) mengadakan perjalanan jauh dengan berjalan kaki hanya untuk mencari satu berita atau satu hadits, agar dia mengambilnya langsung dari penukilnya (secara dialog langsung). Mereka terus menyaring dan membahas berita-berita (riwayat- riwayat) tersebut sampai mereka memahami mana yang shahih dan mana yang lemah, yang nasikh dan yang mansukh, dan mengetahui siapa- siapa dari kalangan fuqaha yang menyelisihi berita-berita tersebut dengan pendapatnya (ra’yunya), lalu memperingatkan mereka. Dengan demikian, Al-Haq yang tadinya redup menjadi bercahaya, yang tadinya bercerai-berai menjadi terkumpul. Demikian pula, orang-orang yang tadinya menjauh dari sunnah menjadi terikat dengannya, yang tadinya lalai menjadi ingat padanya, dan yang dulunya berhukum dengan ucapan fulan bin fulan menjadi berhukum dengan ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.” (Ta’wil Mukhtalafil Hadits dalam Muqaddimah) Imam Abu Hatim Muhammad Ibnu Hibban bin Muadz bin Ma’bad bin Said At-Tamimi (wafat 354 H) berkata: “ …Kemudian Allah memilih sekelompok manusia dari kalangan pengikut jalan yang baik dalam mengikuti sunnah dan atsar untuk memberi petunjuk kepada mereka agar selalu taat kepada-Nya. Allah indahkan hati-hati mereka dengan keimanan, dan memberikan pada lisan-lisan mereka Al-Bayan ( keterangan), yaitu mereka yang menyingkap rambu-rambu Dien-Nya, mengikuti sunnah-sunnah nabi-Nya dengan menelusuri jalan-jalan yang panjang, meninggalkan keluarga dan negerinya, untuk mengumpulkan sunnah-sunnah dan menolak hawa nafsu (bid’ah). Mereka memperdalam sunnah dengan menjauhi ra’yu …” Pada akhirnya, beliau mengatakan: “ Hingga Allah memelihara Dien ini lewat mereka untuk kaum muslimin dan melindunginya dari rongrongan para pencela. Allah menjadikan mereka sebagai imam-imam (panutan- panutan) yang mendapatkan petunjuk di saat terjadi perselisihan dan menjadikan mereka sebagai pelita malam di kala terjadi fitnah. Maka merekalah pewaris-pewaris para nabi dan orang-orang pilihan…” (Al-Ihsan 1/ 20-23) Imam Abu Muhammad Al-Hasan Ibnu Abdurrahman bin Khalad Ar- Ramhurmuzi (wafat 360 H) berkata: “ Allah telah memuliakan hadits dan memuliakan golongannya (Ahlul Hadits). Allah juga meninggikan kedudukannya dan hukumnya di atas seluruh aliran. Didahulukannya ia ( hadits) di atas semua ilmu serta diangkatnya nama-nama para pembawanya yang memperhatikannya. Maka jadilah mereka (Ahlul Hadits) inti agama dan tempat bercahayanya hujjah. Bagaimana mereka tidak mendapatkan keutamaan dan tidak berhak mendapatkan kedudukan tinggi, sedangkan mereka adalah penjaga- penjaga Dien ini atas umatnya…” (Al- Muhadditsul Fashil 1-4) Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi (wafat 405) berkata setelah meriwayatkan dengan sanadnya dua ucapan tentang Ahlul Hadits (yang artinya): Umar bin Hafs bin Gayyats berkata: Aku mendengar ayahku ketika dikatakan kepadanya: “Tidaklah engkau melihat Ashabul Hadits dan apa yang ada pada mereka?” Dia berkata: “Mereka sebaik- baik penduduk bumi.” Dan riwayat dari Abu Bakar bin Ayyasy: “Sungguh aku berharap Ahli Hadits adalah sebaik-baik manusia.” Kemudian beliau (Abu Abdullah Al-Hakim) berkata: “Keduanya telah benar bahwa Ashabul Hadits adalah sebaik-baik manusia. Bagaimana tidak demikian? Mereka telah mengorbankan dunia seluruhnya di belakang mereka. Kemudian menjadikan penulisan sebagai makanan mereka, penelitian sebagai hidangan mereka, mengulang-ulang sebagai istirahat mereka…” Dan akhirnya beliau mengatakan: “Maka akal-akal mereka dipenuhi dengan kelezatan kepada sunnah. Hati-hati mereka diramaikan dengan keridhaan dalam segala keadaan. Kebahagiaan mereka adalah mempelajari sunnah. Hobi mereka adalah majelis-majelis ilmu. Saudara mereka adalah seluruh Ahlus Sunnah dan musuh mereka adalah seluruh Ahlul Ilhad dan Ahlul Bid’ah.” (Ma’rifatu Ulumul Hadits 1-4) Berkata Syaikh Rabi’ bin Hadi Al- Madkhali tentang Ashabul Hadits: “ Mereka adalah orang-orang yang menjalani manhaj para shahabat dan tabi’in, yang mengikuti mereka dengan ihsan dalam berpegang dengan Kitab dan Sunnah, dan menggigit keduanya dengan geraham mereka, mendahulukan keduanya di atas semua ucapan dan petunjuk, apakah itu dalam masalah akidah, ibadah, mu’ amalah, akhlak, politik, ataukah sosial. Oleh sebab itu, mereka adalah orang- orang yang mantap dalam dasar-dasar dan cabang-cabang Dien ini, sesuai dengan apa yang Allah turunkan dan wahyukan kepada Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam dan para hamba-Nya. Mereka tegak dalam dakwah, mengajak kepada yang demikian dengan sungguh-sungguh dan jujur dengan tekad yang kuat. Merekalah pembawa-pembawa ilmu Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan membersihkannya dari penyelewengan orang-orang yang melampaui batas, dari kedustaan-kedustaan orang-orang bathil dan dari takwil-takwilnya orang- orang bodoh. Oleh karena itu, mereka selalu mengintai, memperhatikan setiap firqah-firqah yang menyeleweng dari manhaj Islam seperti Jahmiyyah, Mu’tazilah, Khawarij, Rafidhah, Murji’ah, Qadariyyah, dan setiap firqah yang menyempal dari manhaj Allah di setiap zaman dan di setiap tempat. Mereka tidak peduli dengan celaan orang- orang yang mencela…” Beliau pun akhirnya menyebut mereka sebagai golongan yang selamat ( Firqah Najiyah) yang selalu tegak dengan kebenaran dan selalu ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ( Thaifah Manshurah) kemudian berkata: “Mereka, setelah shahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan pimpinan mereka Al-Khulafa’ur Rasyidin, adalah para tabi’in. Di antara tokoh-tokoh mereka adalah: Pembelaan Mereka terhadap Aqidah Sebagaimana telah disebutkan di atas, mereka adalah pembawa ilmu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka membelanya dan membersihkannya dari penyelewengan, kedustaan, dan takwil-takwil Ahli Bid’ah. Maka, ketika muncul Ahli Bid’ah yang pertama yaitu Khawarij, Ali radhiallahu anhu dan para shahabat bangkit membantah mereka, kemudian memerangi mereka dan mengambil dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam riwayat-riwayat yang menyuruh untuk membunuh mereka dan mengkhabarkan bahwa membunuh mereka adalah sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah. (Lihat Mawaqifus Shahabah fil Fitnah Bab 3 juz 2 hal 191 oleh Dr Muhammad Ahmazun) Ketika Syiah muncul, Ali radhiallahu anhu mencambuk orang-orang yang mengatakan dirinya lebih baik daripada Abu Bakar dan Umar dengan delapan puluh kali cambukan. Dan orang-orang ekstrim dari kalangan mereka yang mengangkat Ali sampai ke tingkat Uluhiyyah (ketuhanan), dibakar dengan api. (lihat Fatawa Syaikhul Islam) Demikian pula ketika sampai kepada Abdullah bin Umar radhiallahu anhu berita tentang suatu kaum yang menafikan (menolak) takdir dan mengatakan bahwa menurut mereka perkara ini terjadi begitu saja ( kebetulan), beliau mengatakan kepada pembawa berita tersebut: “Jika engkau bertemu mereka, khabarkanlah pada mereka bahwa aku berlepas diri (bara`) dari mereka dan mereka berlepas diri dariku! Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau salah seorang mereka memiliki emas segunung Uhud, kemudian diinfaqkan di jalan Allah, Allah tidak akan menerima daripadanya sampai dia beriman dengan taqdir baik dan buruknya.” (HR. Muslim 1/36) Imam Malik pun ketika ditanya tentang orang yang mengatakan bahwa Al- Qur`an itu makhluk, maka beliau berkata: “Dia menurut pendapat adalah kafir, bunuhlah dia!” Juga Ibnul Mubarak, Al-Laits bin Sa’d, Ibnu Uyainah, Hasyim, Ali bin Ashim, Hafs bin Gayats maupun Waqi bin Jarrah sependapat dengannya. Pendapat yang seperti ini juga diriwayatkan dari Imam Tsauri, Wahab bin Jarir dan Yazid bin Harun. (Mereka semua mengatakan): orang-orang itu diminta untuk taubat. Kalau tidak mau, dipenggal kepala mereka. (Syarah Ushul I’tikad 494, Khalqu Af’alil Ibad hal 25, Asy’ariyah oleh Al-Ajuri hal 79 , dan Syarhus Sunnah/Al-Baghawi 1 /187) Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradi, shahabat Imam Syafi’i, berkata: “Ketika Haf Al- Fardi mengajak bicara Imam Syafi’i dan dia mengatakan Al-Qur`an itu makhluk, maka Imam berkata kepadanya: ‘ engkau telah kafir kepada Allah yang maha Agung.” Imam Malik pernah ditanya tentang bagaimana istiwa` Allah di atas ‘Arsy-Nya, maka dia mengatakan: “Istiwa` sudah diketahui ( maknanya), sedangkan bagaimananya tidak diketahui. Dan pertanyaan tentang itu adalah bid’ah dan aku tidak melihatmu kecuali Ahli Bid’ah!” Kemudian (orang yang bertanya itu) diperintahkan untuk keluar dan beliau menegaskan bahwa sesungguhnya Allah itu di langit. Dan beliau juga pernah mengeluarkan seseorang dari majelisnya karena dia seorang Murji’ah. (Syarah Ushul I’tiqad 664) Said bin Amir berkata: “Al-Jahmiyyah lebih jelek ucapannya daripada Yahudi dan Nasrani. Yahudi dan Nasrani dan seluruh penganut agama (samawi) telah sepakat bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala di atas Arsy-Nya, tapi mereka (Al-Jahmiyyah) mengatakan tidak ada sesuatu pun di atas Arsy.” (Khalqu Af’ alil Ibad hal 15) Ibnul Mubarak berkata: “Kami tidak mengatakan seperti ucapan Jahmiyyah bahwa Dia (Allah) itu di bumi. Tetapi ( kami katakan) Allah di atas Arsy-Nya beristiwa.” Ketika ditanyakan kepadanya: “Bagaimana kita mengenali Rabb kita?” Beliau berkata: “Di atas Arsy… Sesungguhnya kami bisa mengkisahkan ucapan Yahudi dan Nasrani, tapi kami tidak mampu untuk mengkisahkan ucapan Jahmiyyah.” ( Khalqu Af’alil Ibad/Bukhari hal 15, As- Sunnah/Abdullah bin Ahmad bin Hambal 1 /111 dan Radd Alal Jahmiyyah/Ad-Darimi hal. 21 dan 184) Imam Bukhari berkata: “Aku telah melihat ucapan Yahudi, Nasrani dan Majusi. Tetapi aku tidak melihat yang lebih sesat dalam kekufuran selain mereka (Jahmiyah) dan sesungguhnya aku menganggap bodoh siapa yang tidak mengkafirkan mereka kecuali yang tidak mengetahui kekufuran mereka.” (Khalqu Af’alil Ibad hal 19) Dikeluarkan oleh Baihaqi dengan sanad yang baik dari Al-Auza’i bahwa dia berkata: “Kami dan seluruh tabi’in mengatakan bahwa sesungguhnya Allah di atas Arsy-Nya dan kami beriman dengan sifat-sifat yang diriwayatkan dalam sunnah.” Abul Qasim menyebutkan sanadnya sampai ke Muhammad bin Hasan As-Syaibani bahwa dia berkata: “Seluruh fuqaha ( ulama) di timur dan di barat telah sepakat atas keimanan kepada Al- Qur`an dan Al-Hadits yang dibawa oleh rawi-rawi yang tsiqah (terpercaya) dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang sifat-sifat Rabb Subhanahu wa Ta’ala tanpa tasybih ( penyerupaan) dan tanpa tafsir (takwil). Barangsiapa menafsirkan sesuatu daripadanya dan mengucapkan seperti ucapan Jahm (bin Sufyan), maka dia telah keluar dari apa yang ada di atasnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya, dan dia telah memisahkan diri dari Al-Jama’ ah karena telah mensifati Allah dengan sifat yang tidak ada.” (Syarah Ushul I’ tiqad Ahlus Sunnah 740) Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Manaqib Syafi’i dari Yunus bin Abdul A’ la: Aku mendengar Imam Syafi’i berkata: “Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang tidak seorangpun bisa menolaknya. Barangsiapa yang menyelisihinya setelah tetap (jelas) baginya hujjah, maka dia telah kafir. Adapun jika (menyelisihinya) sebelum tegaknya hujjah, maka dia dimaklumi karena bodoh. Karena ilmu tentangnya tidak bisa dicapai dengan akal dan mimpi. Tidak pula dengan pemikiran. Oleh sebab itu, kami menetapkan sifat- sifat ini dan menafikan tasybih sebagaimana Allah menafikan dari dirinya sendiri.” (Lihat Fathul Bari 13/ 406-407) Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi berkata setelah meriwayatkan hadits tentang Allah menerima sedekah dengan tangan kanannya (muttafaqun alaih), katanya: “Tidak hanya satu dari Ahli Ilmu (ulama) yang telah berkata tentang hadits ini dan yang mirip dengan ini dari riwayat-riwayat tentang sifat-sifat Allah seperti turunnya Allah tabaraka wa Ta’ala setiap malam ke langit dunia. Mereka semuanya mengatakan: Telah tetap riwayat- riwayat tentangnya, diimani dengannya, tidak menduga-duga dan tidak mengatakan “bagaimana”. Demikian pula ucapan seluruh ahli ilmu dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.” Demikianlah contoh ucapan-ucapan mereka dalam menjaga dan membela aqidah ini yang bersumber dari Al- Qur`an dan Sunnah. Al-Khatib Al- Baghdadi rahimahullah menukil dari Abu Hatim dari Abdullah bin Dawud Al- Khuraibi bahwa Ashabul Hadits dan pembawa-pembawa ilmu adalah kepercayaan-kepercayaan Allah atas Dien-Nya dan penjaga-penjaga sunnah nabi-Nya, selama mereka berilmu dan beramal. Ditegaskan oleh Imam Ats- Tsauri rahimahullah: “Malaikat adalah penjaga-penjaga langit dan Ashabul Hadits adalah penjaga-penjaga dunia.” Ibnu Zurai’ rahimahullah juga menambahkan: “Setiap Dien memiliki pasukan berkuda. Maka pasukan berkuda dalam Dien ini adalah Ashabul Asanid (Ahlul Hadits).” Mereka memang benar. Ashabul Hadits adalah pasukan inti dalam Dien ini. Mereka membela dan menjaga Dien dari penyelewengan, kesesatan dan kedustaan orang-orang munafiqin dan Ahlul Bid’ah. Hampir semua Ashabul Hadits menulis kitab-kitab tentang aqidah Ahlus Sunnah serta membantah aqidah dan pemahaman-pemahaman bid’ah dan sesat, baik itu fuqaha (ahli fiqih) mereka, mufasir (ahli tafsir) mereka maupun seluruh ulama-ulama dari kalangan mereka (Ahlul Hadits). Semoga Allah memberi pahala bagi mereka dengan amalan-amalan mereka, dan memberi pahala atas usaha mereka yang sampai hari dirasakan manfaatnya oleh kaum muslimin dengan ilmu-ilmu yang mereka tulis, riwayat-riwayat yang mereka kumpulkan dan hadits-hadits yang mereka periksa. Akhirnya, marilah kita simak perkataan Imam Syafi’i rahimahullah ini: “Jika aku melihat seseorang dari Ashabul Hadits, maka aku seakan-akan melihat Nabi shallallahu alaihi wa sallam hidup kembali.” (HR. Al-Khatib dengan sanad SHAHIH, Syaraf Ashabul Hadits hal 26) Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang lebih dulu beriman daripada kami. Dan janganlah Kau jadikan di hati kami kebencian atau kedengkian kepada mereka. Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun dan Maha Penyayang. Amien ya rabbal ‘alamin.

Sumber: Majalah Salafy edisi IV/Dzulqa’dah/ 1416 /1996 rubrik Mabhats

Tabi'in Menurut Ilmu Hadits

Tabi'i Secara bahasa kata Tabi'in merupakan bentuk jamak (Plural) dari Tabi’i atau Tabi’. Tabi’ merupakan Ism Fa’il dari kata kerja Tabi’a. Bila dikatakan, Tabi’ ahu fulan, maknanya Masya Khalfahu ( Si fulan berjalan di belakangnya). Secara istilah adalah orang yg brtmu dengan shahabat dlm keadaan Muslim dan mninggal dunia dalam Islam pula. Ada yang mengatakan, Tabi'i adalah org yg menemati shahabat. Faedhnya Di antara faedah mngenl Tabi'in adlah agar dapt mmbedkn mana hdits Mursal ucapan Tabi'i yg meriwayat kan langsung dari Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam tanpa menybutkn shahabat) dan mana hadits Muttashil (bersambung sanadnya hingga kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam). Thabaqat Tabi'in Para ulama berbeda pendapat mngnai Thabaqat (tingktn) Tabi'in. Krn itu, mrka engklasifikasikn nya berdasarkan pandangan masing-masing, di antaranya:
a. Imam Muslim menjadikannya tiga Thabaqat
b. Ibn Sa’d menjadikannya empat Thabaqat
c. Al-Hakim menjadikannya lima belas Thabaqat, yang pertamanya adalah orang yang bertemu dngan sepuluh shahabat yang dibri kabar gembira untuk masuk surga. Siapa Mukhadhramin? Kata Mukhdhramin merupakan bentuk jamak (plural) dri kata Mukhadhrm. Pngertiannya adalah orang yang hidup pada msa Jahiliyah dan masa Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam lalu masuk Islam akan tetapi ia tidak sempat melihat beliau Shallallahu Alaihi Wassalam. Menurut pendapat yang shahih, Mukhadhramin dimasukkan ke dalam kategori kalangan Tabi’in. Jumlah mereka ditaksir sebanyak 20 orang seperti yang dihitung oleh Imam Muslim. Akan tetapi pen dapat yang tepat, bahwa jumlah mereka lebih dari itu, di antara nm mereka terdapat Abu 'Utsman an-Nahdi dan al-Aswad bin Yazid an-Nakha’iy. Siapa Tujuh Fuqaha? Di antara deretan para tokoh besar Tabi’in adalah mereka yg disebut al- Fuqaha asSab'ah (Tujuh Fuqaha) Mereka-lah para ulama besar kala ngan Tabi’in dan semuanya brasl dari Madinah. Mereka adalah:
1. Sa’id bin al-Musayyib
2. al-Qasim bin Muhammad
3. ‘Urwah bin az-Zubair
4. Kharijah bin Zaid
5. Abu Salamah bin ‘Abdurrahman
6. Ubaidullah bin Abdullh bin Utbah
7. Sulaiman bin Yasar (Dalam hal ini, Ibn al-Mubarak memasukkan Salim bin Abdullah bin Umar meng gantikan Abu Salamah. Sedangkan Abu az-Zinad memasukkan Abu Bakar bin Abdurrahman menggan tikan dua nama; Salim dan Abu Salamah) Siapa Kalangan Tabi’in Yang Paling Utama? Terdapat per bedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai siapa di antara kalangan Tabi’in tersebut yang paling utama. Pendapt yg masyhur bahwa yng paling utama di antara mereka adlh Sa'id bin al- Musayyib. Abu ‘Abdillah, Muhammad bin Khafif asy-Syairazi berkata, Ahli Madinah mengatakn, Tabi'in paling utama adlah Sa'id bin al-Musayyab. Ahli Kufah mengatakan, ‘Uwais al-Qarni. Ahli Bashrah mengatakan, al-Hasan al-Bashari.’Siapa Kalangan Tabi’iyyat Yang Paling Utama? Abu Bakar bin Abu Daud berkata, Dua wanita tokoh utama kalangan Tabi’iyyat (para wanita kalangan Tabi’in) adalah Hafshoh binti Sirin dan Amrah binti Abdurrahmn. Setelah itu, Ummu ad- Darda* Karya Karya Yang Paling Masyhur Tntang Tabi’in Di antaranya adalah kitab Ma’rifah at- Tabi’in karya Abu al-Mithraf bin Futhais al-Andalusi.** · Yang dimaksud di sini adalh Ummu ad-Darda 'ash-Shugra (isteri muda Abu ad-Darda’) yang bernama Hujaimah ( ada yang menyebutnya, Juhaimah). Sedangkan Ummu ad-Darda’ al-Kubra ( isteri tua Abu ad-Darda) bernama Khairah yang merupakan sorng wanita shahabat.ar-Rislh al-Mustathrifah, dari hal. 105 (SUMBER: Taysir Mushtholah al-Hadits karya Dr. Mahmud ath-Thahhan, hal. 202-203 , penerbit Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, Cet.IX, tahun 1997 /1417 H)

–ooOoo–

Ilmu Al-Jarh Wat-Ta'dil

Ilmu Al-Jarh Wat-Ta’dil Al-Jarh secara bahasa merupakan isim mashdar yang berarti luka yang mengalirkan darah atau sesuatu yang dapat menggugurkan ke adalahan seseorang (Lisaanul-Arab; kosa kata Jaraha). - Al-Jarh menurut istilah yaitu terlihatnya sifat pada seorang perawi yang dapat menjatuhkan ke ’adalah annya, dan merusak hafalan dan ingatannya, sehingga mnyebabkan gugur riwayatnya, atau melemah kannya hingga kemudian ditolak. - At-Tajrih yaitu memberikan sifat kepada seorang perawi dengan sifat yng menyebabkan pendla'ifan riwayatnya, atau tidak diterima riwayatnya. - Al-‘Adlu secara bahasa adalah apa yang lurus dalam jiwa; lawan dari durhaka. Dan seorang yang ‘adil artinya kesaksiannya diterima; dan At-Ta’dil artinya mensucikannya dan membersihkannya. - Al-'Adlu menurut istilah adalah orang yang tidak nampak padanya apa yang mrusak agamanya dan prangainya, maka oleh sbb itu diterima britanya dan kesaksiannya apbila memenuhi syarat-syarat menympaikan hadits (yaitu : Islam, baligh, berakal, dan kekuatan hafalan). At-Ta’dil yaitu pensifatan perawi dengan sifat-sifat yang mensuciknnya, sehingga nampak ke adalah annya, dan diterima beritanya. Dan atas dasar ini, maka ilmu Al-Jarh wat-Ta’dil adalah ilmu yang menerangkan tentang cacat-cacat yg dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta’dilannya (memandang lurus perangai para prawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat mereka (Ushulul-Hadiits halaman 260 ; dan Muqaddimah Kitab Al-Jarh wat-Ta'dil 3 /1 Perkem bangan Ilmu Al-Jarh wat- Ta’dil Para ulama menganjurkan untuk melakukan jarh dan ta’dil , dan tidak menganggap hal itu sebagai perbuatan ghibah yang terlarang; diantaranya berdasarkan dalil-dalil berikut :
1. Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam kepada seorang laki- laki : ”(Dan) itu seburuk-buruk saudara di tengah-tengah keluarganya” (HR. Bukhari).
2. Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam kepada Fathimah binti Qais yang menanyakan tentang Mu’ awiyyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm yang tengah melamarnya : Adapun Abu Jahm, dia tidak pernh mletakkan tongkat dari pundaknya ( suka memukul), sedangkan Mu’awiyyah seorang yang miskin tidak mempunyai harta (HR. Muslim). Dua hadits di atas merupakan dalil Al- Jarh dalam rangkan nasihat dan kemaslhatan. Adapun At-Ta’dil, salah satunya berdasarkan hadits :
3. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : Sebaik-baik hamba Allah adalah Khalid bin Walid, salah satu pedang diantara pedang- pedang Allah (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu). Oleh karena itu, para ulama membolehkan Al-Jarh wat-Ta’dil untuk menjaga syari’at/agama ini, bukan untuk mencela manusia. Dan sbagaimana dibolehkan Jarh dalam persaksian, maka pada perawi pun juga diper bolehkan; bahkan memperteguh dan mencari kebenaran dlm msalah agama lebih utama dripda masalah hak dan harta. Al-Jarh dn AtTa’dil dalam ilmu hadits menjadi berkem bang di kalangan shahabat, tabi'in, dan para ulama setelahnya hingga saat ini karena takut pada apa yng diperingatkn Rsulullh shallallahu 'alaihi wasallam : Akan ada pada umatku yang terakhir nanti orang-orang yang menceritakan hadits kepada kalian apa yang belum pernah kalian dan juga bapak-bapak kalian mndengr sbelumnya. Maka waspadalah terhadp mereka dan waspadailah mereka (Muqaddimah Shahih Muslim). Dari Yahya bin Sa’idAl-Qaththan dia berkata,Aku telah bertanya kepada Sufyan Ats-Tsaury, Syu’bah, dan Malik, serta Sufyan bin ‘Uyainah tentang seseorang yang tidak teguh dalam hadits. Lalu seseorng datang kepadaku dan bertanya tentang dia, mereka berkata, Kabar kanlah tentang dirinya bahwa haditsnya tidaklah kuat (Muqaddimah Shahih Muslim). Dari Abu Ishaq Al-Fazary dia berkata, Tulislah dari Baqiyyah apa yang telah ia riwayatkan dari orang-orang yang dikenal, dan jangan engkau tulis darinya apa yang telah dia riwayatkan dari orang-orang yang tidak dikenal, dan janganlah kamu menulis dari Isma’ il bin ‘Iyasy apa yang telah ia riwayatkan dari orang-orang yang dikenal maupun dari selain mereka (- Baqiyyah bin Al-Walid banyak melakukan tadlis dari para dlu'afaa ). Diketahuinya hadits-hadits yang shahih dan yang lemah hanyalah dengan penelitian para ulama’ yang berpengalaman yang dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk mengenali keadaan para perawi. Dikatakan kepada Ibnul-Mubarak : (Bagaimana dengan) hadits-hadits yang dipalsukan ini?. Dia berkata, Para ulama yang berpengalaman yang akan menghadapinya. Maka penyampaian hadits dan periwaya tannya itu adalah sama dengan penyampaian untuk agama. Oleh karenannya kewajiban syar’i menuntut akan pentingnya meneliti keadaan para perawi dan keadilan mereka, yaitu seorang yang amanah, alim terhadap agama, bertaqwa, hafal dan teliti pada hadits, tidak sering lalai dan tidak peragu. Melalaikan itu semua (Al-Jarh wat-Ta'dil) akn mnyebbkan kedustaan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Dikatakan kepada Yahya bin Sa’id Al- Qaththan, Apakah kamu tidak takut terhadap orang-orang yang kamu tinggalkan haditsnya akan menjadi musuh-musuhmu di hada pan Allah? . Dia berkata, Mereka menjadi musuh- musuhku lebih baik bagiku daripada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam yang menjadi musuhku. Beliau akan berkata : mngpa kamu mengambil hadits atas namaku padahal kamu tahu itu adalah kedustaan? (Al-Kifaayah halaman 144). Perbedaan Tingkat Pr Perawi Tingkatan perawi itu berbeda-beda : Diantara mereka Ats-Tsabt (yang teguh), Al-Hafidh (yang hafalannya kuat), Al-Wari' (yang shalih/hati-hati), Al-Mutqin (yang teliti), An-Naqid (yang kritis terhadap hadits). Yg mendapatkan predikt demikian ini tidak lagi dipe rselisihkan, dan dijadikan pegangan atas Jarh dan Ta’dil -nya, dan pendapatnya tentang para perawi dapat dijadikan sebagai hujjah. Di antara mereka ada yang memiliki sifat Al-‘Adl dalam dirinya, tsabt teguh dalam periwayatannya, shaduq jujur dan benar dalam penyampaiannya, wara’ dalam agamanya, hafidh dan mutqin pada haditsnya. Demikian itu adalh perawi yang ‘adil yang bisa dijadikan hujjah dengan haditsnya, dan dipercaya pribadinya. Di antra mereka ada yang shaduq , wara' , shalih dan bertaqwa, dan tsabt ; namun terkadang slh periwayatan nya. Pra ulama peneliti hadits msih menerimanya dan ia dapat dijadikn sebagai hujjah dalam haditsnya. Di antara mereka ada yang shaduq , wara', bertaqwa, namun seringkali lali, ragu, salah, dan lupa. Yang demikian ini boleh ditulis hditsnya bila trkait dngan targhib motivasi dan tarhib (ancaman), kezuhudan, dan adab. Adapun untuk masalah halal dan hrm tidk boleh berhujjah dengan haditsnya. Adapun orang yang nampak drinya kebohongan, maka haditsnya ditinggalkan dan riwayatnya dibuang ( Muqaddimah Al-Jarh wat-Ta’dil 1/10)

Tingkatan2 Al-Jarh Wat-Ta'dil

Tingkatan-Tingkatan Al-Jarh Wat- Ta'dil Para perawi yang meriwayat kan hadits bukanlah semuanya dalam satu derajat dari segi keadi lannya, kedlabithannya, dan hfalan mereka. Di antara mereka ada yng hafalannya sempurna, ada yang kurang dalam hafalan dn ktepatan, dan ada pula yang sering lupa dan salah padahal mereka org yang adil dan amanah; serta ada juga yang berdusta dalam hadits. Maka Allah menyingkap perbuatannya ini melalui tangan para ulama yang sempurna pengetahuan mereka. Oleh karena itu, para ulama mene tapkan tingkatan Jarh dan Ta’dil, dan lafadh- lafadh yang mnunjukkn pada setiap tingaktan. Tingkatan Ta’dil ada enam tingkatan, bgitu pula dgn Jarh (ada enam tingkatan)Tingkatan At-Ta’dil
1. Tingkatan Pertama Yang meng gunakan bentuk superlatif dalam penta’dil-an, atau dengan meng gunakan wazan af’ala dengan menggunakan ungkapan ungkapn seperti : Fulan kpadanyalah puncak ketepatan dalam periwayatan atau Fulan yang paling tepat priwayatan dan ucapannya atau Fulan orang yang paling kuat hafalan dan ingatannya.
2. Tingkatan Kedua Dengan menye butkan sifat yang menguatkan ke-tsiqah-annya, ke-‘adil- annya, dn ketepatan periwayatannya, baik dengan lafadh maupun dengan makna; seperti : tsiqatun-tsiqah , atau tsiqatun-tsabt , atau tsiqah dan terpercaya ( ma’mun ), atau tsiqah dan hafidh .
3. Tingkatn Ktiga Yang mnunjukkn adanya pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu, seperti : tsiqah, tsabt, atau hafidh.
4. Tingkatn Keempt Yng menunjuk kan adanya ke-‘adil-an dn keper cayaan tanpa adanya isyarat akan kekuatan hafalan dan ketelitian. Seperti : Shaduq , Ma’mun (dipercaya), mahalluhu ash-shidq (ia tempatnya kejujuran), atau laa ba'sa bihi (tdk mengapa dngnnya. Khusus untuk Ibnu Ma’in kalimat laa ba’sa bihi adalah tsiqah (Ibnu Ma’in dikenal sebagai ahli hadits yg mutasyaddid , sehingga lafadh yng biasa saja bila ia ucapkn sudah cukup untuk menunjukkan ke tsqah an perawi tersebut).
5. Tingktn Kelima Yng tidak menun jukkan adanya pentsiqahan ataupun celaan; seperti : Fulan Syaikh (fulan seorang syaikh), ruwiya 'anhul-hadiits (diriwayatkn darinya hadits), atau hasanul hadiits ( yang baik haditsnya).
6. Tingkatan Keenam Isyarat yang mendekati celaan (jarh), seperti : Shalihul-Hdiits (haditsnya lumayn),atau yuktabu hadiitsuhu ( ditulis haditsnya). Hukum Tingkatan-Tingkatn Ini
1. Untuk tiga tingkatn pertama, dapat dijadikan hujjah, meskipun sebagian mereka lebih kuat dari sebagian yang lain.
2. Adapun tingkatan keempat dan kelima, tidak bisa dijadikan hujjah. Tetapi hadits mereka boleh ditulis, dan diuji kedlabithan mereka dengan membandingkan hadits mereka dengan hadits-hadits para tsiqah yang dlabith. Jika sesuai dengan hadits mereka, maka bisa dijdikn hujjah. Dn jika tidak sesuai, maka ditolak.
3. Sedangkan untuk tingkatan keenm, tidak bisa dijadikan hujjah. Tetapi hadits mereka ditulis untuk dijadikan sebagai pertimbngn saja, bukan untuk pengujian, krn mreka tidak dlabith. Tingkatan Al-Jarh
1. Tingkatan Pertama Yang menun jukkan adanya kelemahan, dan ini yang paling rendah dalam tingktn al-jarh seperti : layyinul- hadiits (lemh haditsnya), atau fiihi maqaal (dirinya diperbincangkan), atau fiihi dla'fun (pdanya ada kelemahn)
2. Tingktn Kedua Yang mnunjukkn adanya plemahan terhadap perawi dan tidak boleh dijadikan sebagai hujjah; seperti : Fulan tidak boleh dijadikan hujjah, atau dla'if , atau ia mempunyai hadits-hadits yang munkar, atau majhul (tdk diketahui identitas/ kondisinya).
3. Tingkatn Ktiga Yang mnunjukkn lemah sekali dan tidak boleh ditulis haditsnya, seperti : Fulan dla’if jiddan (dla’if sekali), atau tidak ditulis haditsnya, atau tidak halal periwayatan darinya, atau laisa bi-syai-in (tidak ada apa-apanya). ( Dikecualikan untuk Ibnu ma’in bahwasannya ungkapan laisa bisyai-in sebagai petunjuk bahwa hadits perawi itu sedikit).
4. Tingkatan Keempat Yang menunjukkan tuduhan dusta atau pemalsua hadits, seperti : Fulan muttaham bil-kadzib (dituduh berdusta) atau dituduh memalsukan hadits, atau mencuri hadits, atau matruk ( yang ditinggalkan), atau laisa bi tsiqah (bukan orang yang terpercaya).
5. Tingkatan Kelima Yg mnunjukkn sifat dusta atau pemalsu dan semacamnya; seperti : kadzdzab (tukang dusta), atau dajjal , atau wadldla' (pemalsu hadits), atau yakdzib (dia berbohong), atau yadla' ( dia memalsikan hadits).
6. Tingkatan Keenam Yang menun jukkan adnya dusta yang brlebihn, dan ini seburuk-buruk tingkatan; seperti : Fulan orang yang paling pembohong, atau ia adlah puncak dalam kedustaan, atau dia rukun kedustaan. Hukum Tingkatan-Tingkatan Al- Jarh
1. Untuk dua tingkatan pertama tidak bisa dijadikan sebagai hujjah terhadap hadits mereka, akan tetapi bolh ditulis untuk diprhatikn saja. Dan tentunya orang untuk tingkatan kedua lebih rendah kedudukannya daripada tingkatan pertama.
2. Sedangkan empat tingkatan terakhir tidak boleh dijadikan sebagai hujjah, tidak boleh ditulis, dan tidak dianggap sama sekali.( Tadriibur-Rawi halaman 229-233 ; dan Taisir Musthalah Al-Hadits halaman 152-154). Kitab-Kitab yang membahas Tentang Al-Jarh wat-Ta’dil Penyusunan karya dalam ilmu Al-Jarh wat-Ta’dil telah berkembang sekitar abad ketiga dan keempat, dan komentar orang-orang yang berbicara mengenai para tokoh secara jarh dan ta’dil sudah dikumpulkan. Dan jika permulaan penyusunan dalam ilmu ini dinisbatkan kepada Yahya bin Ma’in, Ali bin Al-Madini, dan Ahmad bin Hanbal; maka penyusunan secara meluas terjadi sesudah itu, dalam karya-karya yang mencakup perkataan para gnerasi awal trsbut. Para pnyusun mempunyai mtode yang berlainan :
a. Sebagian di antara mereka hnya menyebutkan orag-orng yangdla'if saja dalam karyanya.
b. Sebagian lagi menyebutkan org orang yang tsiqaat saja.
c. dan sebagian lagi menggabungkan antara yang dla'if dan yang tsiqaat. Sebagian besar metode yang dipakai oleh para pengarang adalah mengurutkan nama para perawi sesuai dengan huruf kamus ( mu’jam ). Dan berikut ini karya-karya mereka yang sampai kepada mereka :
1. Kitab Ma’rifatur-Rijaal , karya Yahya bin Ma’in (wafat tahun 233 H), terdapat sebagian darinya berupa manuskrip.
2. Kitab Adl-Dlu’afaa’ul-Kabiir dan Adl- Dlu’afaa’ush-Shaghiir , karya Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari ( wafat tahun 256 H), dicetak di India. Karya bliau yang lain : At-Tarikh Al- Kabiir Al-Ausath , dan Ash-Shaghiir[/I].
3. Kitab Ats-Tsiqaat , karya Abul-Hasan Ahmad bin Abdillah bin Shalih Al-‘Ijly ( wafat tahun 261 H), manuskrip.
4. Kitab Adl-Dlu’afaa’ wal-Matrukiin , karya Abu Zur’ah Ubaidillah bin Abdilkariim Ar-Razi (wafat tahun 264 H), manuskrip.
5. Kitaab Adl-Dlu’afaa’ wal- Kadzdzabuun wal-Matrukuun min- Ashhaabil-Hadiits , karya Abu 'Utsman Sa’id bin ‘Amr Al-Bardza’I (wafat tahun 292 H).
6. Kitab Adl-Dlu'afaa'wal-Matrukiin , karya Imam Shmad bin Ali AnNasa'I ( wafat tahun 303 H), telah dicetak di India brsama kitab Adl-Dlu'afaa karya Imam Bukhari.
7. Kitab Adl-Dlu’afaa’ , karya Abu Ja’far Muhammad bin ‘Amr binMusa bin Hammad Al-‘Uqaily (wafat tahun 322 H), manuskrip.
8. Kitab Ma’rifatul-Majruhiin minal- Muhadditsiin, krya Mhammd bin Ahmad bin Hibban Al-Busti (wafat tahun 354 H), manuskrip; dan karyanya Kitab Ats-Tsiqaat , juga mnuskrip. Dan di antara karya karya mreka adalah tentang sejarh perawi ahdits secara umum, tidak hanya trbatas pada biografi tokoh tokoh sja, atau biografi pr tsiqaat saja, atau para dlu'afaa saja; seperti :
9. Kitab At-Tarikhul-Kabiir , karya Imam Bukhari (wafat tahun 256 H) mencakup atas 12315 c biografi sebagaimana dalam naskah yang dicetak dengan nomor.
10. Kitab Al-Jarh wat-Ta'dil , karya Abdurrahman bin Abi Hatim Ar-Razi ( wafat tahun 327 H) dn ia trmasuk di antara yang paling besar dari kitab- kitab tentang Al-Jarh wat-Ta’dil yang sampai pada kita, dan paling banyak faidahnya; dimna ia mencakup banyak prktaan para imam Al-Jarh wat-Ta’dil terkait dengan para perawi hadits. Kitab ini merupakan ringkasan dari upaya para pendahulu yang mengerti ilmu ini mengenai para perawi hadits secara umum. Kemudian karya-karya mengenai perawi hadits yang disebutkan dalam kutubus- sittah dan lainnya, sebagian di antaranya khusus pda perawi satu kitab, dan sbgian yng lain mencakup kitab-kitab hadits dan lainnya.
11. Kitb Asaami Man Rawa 'anhum Al- Bukhari karya Ibnu Qaththan – Abdullah bin 'Ady Al-Jurjani (wafat tahun 360 H), manuskrip.
12. Kitab Dzikri Asma’it-Tabi’iin wa Man ba’dahum Min Man Shahhat Riwayatuhu minats-Tsiqat indal-Bukhari , karya Abul-hasan Ali bin Umar Ad-daruquthni (wafat tahun 385 H), manuskrip.
13. Kitab Al-Hidayah wal-Irsyaad fii Ma’ rifati Ahlits-Tsiqah was-Sadaad , karya Abu Nashr Ahmad bin Muhammad Al- kalabadzi (wafat tahun 398 H), khusus tentang perawi Imam Bukhari; manuskrip.
14. Kitab At-Ta’dil wat-Tarjih li Man Rawa ‘anhul-Bukhari fish-Shahiih , karya Abul-Walid Sulaimn bin Khalaf Al-Baaji Al-Andalusi (wafat tahun 474 H), manuskrip.
15. Kitab At-Ta’rif bi Rijaal Al- Muwaththa’ , karya Muhammad bin Yahya bin Al-Hidza’ At-tamimi (wafat tahun 416 H); manuskrip.
16. Kitab Rijaal Shahih Muslim , karya Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Manjawaih Al-Ashfahani (wafat tahun 247 H); manuskrip.
17. Kitab Rijal Al-Bukhari wa Muslim karya Abul-hasan Ali bin ‘Umar Ad- daruquthni (wafat tahun 385 H); manuskrip.
18. Kitab Rijal AlBukhari wa Muslim , karya Abu Abdillah Al-hakim An- Naisabury (wafat tahun 404 H); telah dicetak.
19. Kitab Al-Jam’I baina Rijalish- Shahihain , karya Abul-Fadll Muhammad bin Thahir Al-Maqdisy (wafat tahun 507 H); dicetak.
20. Kitab Al-Kamal fi Asmaa-ir-Rijaal ,karya Al-Hafidh Abdul Ghani bin Abdil- Wahid AlMaqdisy Al-Jumma'ily (wafat tahun 600 H), termasuk karya tertua yang sampai pada kita yang secra khusus membahas perawi kutub sittah . Kitab ini dianggap sebagai asal bagi orang setelahnya dalam bab ini. Dan sejumlah ulama’ telah melakukan prbaikan dan peringkasan atasnya.
21. Kitab Tahdzibul-Kamal , karya Al- Hafidh Al-Hajjaj Yusuf bin Az-Zaki Al- Mizzi (wafat tahun 742 H).
22. Kitab Tadzkiratul-Huffadh , karya Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin ‘ Utsman Adz-Dzahabi (wafat tahun 748 H).
23. Kitab Tahdzibut-Tahdzib , karya Adz- Dzahabi juga.
24. Kitab Al-Kasyif fii Ma’rifat man Lahu Riwayat fil-Kutubis-Sittah , karya Adz- Dzahabi juga.
25. Kitab Tahdzibut-Tahdzib , karya Al- hafidh Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani (wafat tahun 852 H), yang merupakan ringkasan dan prbaikn dari Tahdzibul- Kamal karya Al-Hafidh Al-Mizzi; dan dia adalah kitab yang paling menonjol yang dicetak secara terus-menerus. Di dalamnya Ibnu hajar telh mringkas hal-hal yang perlu diringkas, dan menambah hal-hal yg terlewatkan di kitab asli, dan kitab Kitab Tahdzibut- Tahdzib adalah kitab paling baik dan paling detil.
26. Kitab Taqribut-Tahdzib , karya Ibnu Hajar jga.
27. Kitb Khulashh Tahdzibul-Kamal, krya Shafiyyuddin Ahmad bin Abdillah Al-Khazraji (wafat tahun 934 H).
28. Kitab Ta’jilul-Manfa’ah bi Zawaid Al- Kutub Al-Arba’ah , krya Al-Hafidh Ibnu Hajar Al 'Atsqalany.
29. Kitab Mizaanul-I’tidaal fii Naqdir- Rijaal , karya Al-Hafidh Adz-Dzahabi ( wafat tahun 748 H). dan termasuk kitab yang paling lngkap tentang biografi orang-orangyang di- jarh .
30. Kitab Lisaanul-Mizaan , karya Al- Hafidh Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani.
31. Kitab At-Tadzkiratul bir-Rijaal Al-‘ Asyarah , karya Abu Abdillah Muhammad bin Ali Al-Husaini Ad- Dimasyqi (wafat tahun 765 H). Kitab ini mencakup atas biografi sepeuluh perawi dari kitab-kitab hadits, yaitu : al-kutubus-sittah , yang menjadi objek pembahasan pada kitab Tahdzibul-Kamal -nya Al-Mizzi, ditambah empat kitab lagi karya imam empat madzhab : Al-Muwaththa, Musnad Asy- Syafi’I, Musnad Ahmad, Al-Musnad yang diriwayatkan oleh Al-Husain bin Muhammad bin Khasru dari hadits Abu Hanifah. Dan terdapat manuskrip lengkap dari kitab At-Tadzkirah ini.

Mutshalah Hadits


Musthalah Hadits Sebelumnya, ada baiknya kita perhatikan skema pembagian hadits sebagai berikut sebagai pengantar:

1. Pembagian hadits dilihat dari segi sampainya kepada kita :
a. Hdits Mutawtir Hadits mutawatir dibagi menjadi mutawatir lafdhi dan mutawatir ma'nawi b. Hadits Ahad Hadits ahad dibagi menjadi: Hadits Masyhur - Hadits ‘Aziz Hadits Gharib : gharib mutlaq dan gharib nisbi

2. Pembagian hadits dilihat dari kuat dan lemahnya (masuk dalam pembahasan hadits ahad):
a. Hadits Maqbul ; terdiri dari : Hadits shahih : shahih lidzaatihi dan shahih lighairihi - Hadist hasan : hasan lighairihi Pembagian khabar maqbul dilihat dari yang dapat diamalkan dn tidk dpat diamalkan: Al-Muhkam Al-Mukhtalif
b. Hdits Mardud ; terdiri dari Hdits dla'if dn saudara-saudaranya. Pem bagian hadits dla'if. Dla'if akibat cct pd snadnya ( gugur sanadnya)


@ Keguguran secara dhahir: Mu’allaq, Mursal, dan Munqathi
@ Keguguran secara tersembunyi : Mudallas dan Mursal - Dla’if akibat cacat pada rawi hadits :
@ Maudlu’
@ Matruk
@ Munkar
@ Ma’ruf
@ Mu’allal
@ Mukhalafah lits-Tsiqaat : Mudraj, Maqlub, Al-Maziid fii Muttashilil- Asaanid, Mudltharib, dan Mushahhaf
@ Syadz (dan sekaligus dibahas : Mahfudh)
@ Hadits dla’if akibat Jahalatur-Rawi ( Majhul)
@ Hadits dla’if akibat Bid’atur-Rawi 3. Pembagian Hadits Menurut Sandarannya:
a. Hadits Qudsi
b. Marfu’
c. Mauquf
d. Maqthu' Ada beberapa penjelasn lain mengenai Muttabi’ dan Asy-Syahi, serta jaln mncapai kduanya (I’tibar) Ilmu Musthalah Hadits Ilmu Musthalah hadits adalah ilmu tentang dasar dan kaidah yang dengannya dapt diketahui keadaan sanad dn matan dari segi diterima dan ditoleknya. Objeknya adalah sanad dn matan dari segi diterima dan ditolaknya. Buah dari ilmu ini : membedakan hadits shahih dari yg tidk shahih. Al-Musnad : secara bahasa berarti yang disandarkan kepadanya. Sedangkan Al-Musnad menurut istilah ilmu hadits mempu nyai beberapa arti :
a. Stiap buku yang berisi kumpuln riwyt stiap shahabt scra tersendiri.
b. Hadits marfu’ yang sanadnya bersambung.
c. Yg dimaksud dengan Al-Musnad adalah sanad, maka dengan makna ini menjadi mashdar yang diawali dengan huruf mim mashdar miimi . Al-Muhaddits adalah orang yang berkecimpung dengan ilmu hadits riwayah dan dirayah dan meneliti riwayat-riwayat dan keadaan para perawinya. Al-hafidh adalah:
a. Menurut kebanyakan ahli hadits sepadan dengan Al-Muhaddits .
b. Pendapat yang lain mengatakan bahwa Al-Hafidh derajatnya lebih tinggi dari Al-Muhaddits karena yang diketahuinya pada setiap thabaqah ( tingkat generasi) lebih banyak daripada yang tidak diketa huinya. Al-Hakim menurut sbagian ulama adalah orang yng mnguasai semua hadits kecuali sebagian kecil saja yang tidak diketahuinya.

Hadits Mutawatir

Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari at-tawatur yang artinya berurutan.

Sedangkan mutawatir menurut istilah adlh apa yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak orang yang menurut kbiasaan mereka terhindr dari melakukan dusta mulai dari awal hingga akhir sanad. Atau : hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak pada setiap tingkatan sanadnya menurut akal tidak mungkin para perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadits, dan mereka bersandarkan dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat diketahui dengan indera seperti pendengarannya dan semacamnya. Syarat-Syaratnya : Dari definisi di atas jelaslah bahwa hadits mutawatir tidak akan terwujud kecuali dengan empat syarat berikut ini :
1 . Diriwayatkan oleh jumlah yang banyak.
2 . Jumlah yang banyak ini berada pada semua tingkatan (thabaqat) sanad.
3 . Menurut kebiasaan tidak mungkin mereka bersekongkol/bersepakat untuk dusta.
4 . Sandaran hadits mereka dengan menggunakan indera seperti perkataan mereka : kami telah mendengar , atau kami telah melihat, atau kami tlah menyntuh, atau yang seperti itu. Adapun jika sandaran mereka dngn menggu nakn akal, maka tidk dapat dikatkn sebagai hadits mutawatir. Apakah untuk Mutawatir Disyaratkan Jumlah Tertentu ?? 1. Jumhur ulama berpendapat bahwasannya tidak disyaratkan jumlah tertentu dalam mutawatir. Yang pasti harus ada sejumlah bilangan yang dapat meyakinkan kebenaran nash dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. 2. Diantara mereka ada yang mensyaratkan dengan jumlah tertentu dan tidak boleh kurang dari jumlah tersebut.
1 . Ada yang berpendapat : Jumlahnya empat orang brdasrkn pada kesaksian perbuatan zina.
2 . Ada pendapat lain : Jumlahnya lima orang berdasarkan pada masalah li’an .
3 . Ada yang berpendapat lain juga yang mengatakan jumlhnya 12 orang seperti jumlah pemimpin dalam firman Allah (yang artinya) : Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin (QS. Al-Maidah ayat 12). Ada juga yang berpendapat selain itu berda sarkan kesaksian khusus pada hal-hal tertentu, namun tidak ada ada bukti yang menunjukkan adanya syarat dalam jumlah ini dalam kemutawatiran hadits. Pembagian Hadits Mutawatir Hadits mutawatir terbagi menjadi dua bagian, yaitu Mutawatir Lafdhy dan Mutawatir Ma'nawi . 1. Mutawatir Lafdhy adlh apabila lafadh dan maknannya mutawatir. Misalnya hadits (yang artinya) : Barangsiapa yang sngaja berdusta atas namaku (Rasulullah shallallaahu ‘ alaihi wasallam) maka dia akan mendapatkan tempat duduknya dari api neraka. Hadits ini telah diriwayatkan lebih dari70 orang shahabat, dan dintra mereka termasuk 10 orang yang dijamin masuk surga. 2. Mutawatir Ma’nawy adalah maknannya yg mutawatir sedangkan lafadhnya tidak. Misalnya, hadits-hadits tntng mengangkat tangan ketika brdoa. Hadits ini telah diriwayatkan dari Nabi sekitar 100 macam hadits tentang mengangkat tangan ketika berdo’a. Dan setiap hadits tersebut berbeda kasusnya dari hadits yang lain. Sedangkan setiap kasus belum mencapai derajat mutawatir. Namun bisa menjadi mutawatir karena adanya bberapa jalan dan persamaan antara hadits-hadits tersebut, yaitu tentang mengangkat tangan ketika brdo'a. Keberadaannya Sebagian di antara mereka mengira bahwa hadits mutawatir tidak ada wujudnya sama sekali. Yang benar ( insyAllah) bahwa hadits mutawatir jumlhnya cukup banyak di antara hadits-hadits yang ada. Akan tetapi bila dibandingkan dengan hadits ahad, maka jumlahnya sangat sedikit. Misalnya : Hadits mengusap dua khuff , hadits mengangkat tangan dalam shalat, hadits tentang telaga, dan hadits : Allah merasa senang kepada seseorang yang mendengar ucapanku. dan hadits Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf , hadits Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun untuknya rumah di surga , hadits Setiap yang memabukkan adalah haram, hadits Tentang melihat Allah di akhirat , dan hadits tntang larangan menjadikan kuburan sebagai msjid . Mereka yang menga takan bahwa hadits mutawatir kberadaannya sedikit, seakan yang dimaksud mereka adalah mutwatir lafdhy, sebaliknya….. mutawatir ma’nawy banyak jumlahnya. Dgn dmikian, maka perbedaan hnyalah bersifat lafdhy saja. Hukum Hadits Mutawatir Hdits mutawatir mengan dung ilmu yang harus diyakini yg mengharuskan kepada manusia untuk mempercayainya dengan sepenuh hati sehingga tidak perlu lagi mengkaji dan menyelidiki. Seperti pengetahuan kita akan adanya Makkah Al-Mukarramah, Madinah Al-Munawarah, Jakarta, New York, dan lainnya; tanpa membutuhkan penelitian dan pengkajian. Maka hadits mutawatir adalah qath’I tidak perlu adanya penelitian dan penyelidikan tentang keadaan para perawinya . Buku-Buku Tntng Hdits Mutawatir sebagian ulama tlh mengumpulkan hadits-hadits mutawatir dalam sebuah buku tersendiri. Diantara buku-buku tersebut adalah :
1. Al-Azhar Al-Mutanatsirah fil-Akhbaar Al-Mutawattirah , karya As-Suyuthi, brurutan berdasarkan bab.
2. Qathful Azhar , karya As-Suyuthi, ringkasan dari kitab di atas.
3. Al-La’ali’ Al-Mutanatsirah fil-Ahaadits Al-Mutawatirah , karya Abu Abdillah Mhammad bin Thulun Ad-Dimasyqy.
4. Nadhmul Mutanatsirah minal-Hadiits Al-Mutawatirah , karya Muhammad bin Ja’far Al-Kittani. Nudhatun-Nadhar Syarh Nukhbatul-Fikr , Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani halaman 24; Taisir Mustahalah Hadits , Dr. Mahmud Ath-Thahhan halaman 19 , Tadribur- Rawi halaman 533
www.picasion.com

SAHABAT

TOTAL TAYANGAN KAMI
free hit counter

KLIK MURTOMPANG CITY