yaa ayyuhaa alnnaasu ittaquu rabbakumu alladzii khalaqakum min nafsin waahidatin wakhalaqa minhaa zawjahaa wabatstsa minhumaa rijaalan katsiiran wanisaa-an waittaquu allaaha alladzii tasaa-aluuna bihi waal-arhaama inna allaaha kaana 'alaykum raqiiban 1. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya [263 ] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki- laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain [264 ], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. [263 ] Maksud 'dari padanya' menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. Di samping itu ada pula yang menafsirkan 'dari padanya' ialah dari unsur yang serupa ya'ni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan. [264 ] Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :"As aluka billah" artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah. waaatuu alyataamaa amwaalahum walaa tatabaddaluu alkhabiitsa bialththh ayyibi walaa ta/kuluu amwaalahum ilaa amwaalikum innahu kaana huuban kabiiraan 2. Dan berikanlah kepada anak- anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan- tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. wa-in khiftum allaa tuqsithuu fii alyataamaa fainkihuu maa thaaba lakum mina alnnisaa-i matsnaa watsulaatsa warubaa'a fa-in khiftum allaa ta'diluu fawaahidatan aw maa malakat aymaanukum dzaalika adnaa allaa ta'uuluu 3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil [265 ], maka (kawinilah) seorang saja [266 ], atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. [265 ] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. [266 ] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW Ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja. waaatuu alnnisaa-a shaduqaatihinna nihlatan fa-in thibna lakum 'an syay-in minhu nafsan fakuluuhu hanii-an marii-aa n 4. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan [267 ]. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. [267 ] Pemberian itu ialah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas. walaa tu/tuu alssufahaa-a amwaalakumu allatii ja'ala allaahu lakum qiyaaman waurzuquuhum fiihaa wauksuuhum waquuluu lahum qawlan ma'ruufaa n 5. Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya [268 ], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. [268 ] Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya. waibtaluu alyataamaa hattaa idzaa balaghuu alnnikaaha fa-in aanastum minhum rusydan faidfa'uu ilayhim amwaalahum walaa ta/kuluuhaa israafan wabidaaran an yakbaruu waman kaana ghaniyyan falyasta'fif waman kaana faqiiran falya/kul bialma'ruufi fa-idzaa dafa'tum ilayhim amwaalahum fa- asyhiduu 'alayhim wakafaa biallaahi hasiibaan 6. Dan ujilah [269 ] anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi- saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). [269 ] Yakni : mengadakan penyelidikan terhadap mereka tentang keagamaan, usaha- usaha mereka, kelakuan dan lain-lain sampai diketahui bahwa anak itu dapat dipercayai. lilrrijaali nashiibun mimmaa taraka alwaalidaani waal- aqrabuuna walilnnisaa-i nashiibun mimmaa taraka alwaalidaani waal-aqrabuuna mimmaa qalla minhu aw katsura nashiiban mafruudaan 7. Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. SEBAB TURUNNYA AYAT: Abu Syaikh dan oleh Ibnu Hibban mengetengahkan dalam Kitabul Faraaidh dari jalur Kalbi dari Abu Saleh dari Ibnu Abbas, "Orang- orang jahiliah biasanya tidak mewariskan harta kepada kaum wanita dan anak laki-laki yang masih kecil sebelum balig. Kebetulan seorang laki-laki Ansar bernama Aus bin Tsabit mati meninggalkan dua orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki yang masih kecil. Maka datanglah dua orang saudara sepupu mereka yang bernama Khalid dan yang menjadi ashabah, lalu mengambil semua harta itu. Maka datanglah istrinya, menemui Rasulullah saw. lalu menceritakan hal itu kepadanya. Jawabnya, 'Saya belum tahu apa yang harus saya katakan', maka turunlah ayat, 'Bagi laki-laki ada hak dari harta peninggalan ibu bapak...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 7)
wa-idzaa hadhara alqismata uluu alqurbaa waalyataamaa waalmasaakiinu faurzuquuhum minhu waquuluu lahum qawlan ma'ruufaa n 8. Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat [270 ], anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu [271 ] (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. [270 ] Kerabat di sini maksudnya : kerabat yang tidak mempunyai hak warisan dari harta benda pusaka. [271 ] Pemberian sekedarnya itu tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan. walyakhsya alladziina law tarakuu min khalfihim dz urriyyatan dhi'aafan khaafuu 'alayhim falyattaquu allaaha walyaquuluu qawlan sadiidaan 9. Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. inna alladziina ya/kuluuna amwaala alyataamaa zhulman innamaa ya/kuluuna fii buthuunihim naaran wasayashlawna sa'iiraan 10. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). yuushiikumu allaahu fii awlaadikum lildzdzakari mitslu hazhzhi aluntsayayni fa-in kunna nisaa-an fawqa itsnatayni falahunna tsulutsaa maa taraka wa-in kaanat waahidatan falahaa alnnishfu wali-abawayhi likulli waahidin minhumaa alssudusu mimmaa taraka in kaana lahu waladun fa-in lam yakun lahu waladun wawaritsahu abawaahu fali- ummihi altstsulutsu fa-in kaana lahu ikhwatun fali-ummihi alssudusu min ba'di wash iyyatin yuushii bihaa aw daynin aabaaukum wa-abnaaukum laa tadruuna ayyuhum aqrabu lakum naf'an fariidh atan mina allaahi inna allaaha kaana 'aliiman hakiimaan 11. Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan [272 ]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua [273 ], maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing- masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian- pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [272 ] Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah. (Lihat ayat 34 surat An Nisaa). [273 ] Lebih dari dua maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan Nabi. SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam yang enam mengetengahkan dari Jabir bin Abdullah, katanya, "Nabi saw. bersama Abu Bakar menjenguk saya di perkampungan Salamah dengan berjalan kaki. Didapatinya saya dalam keadaan tidak sadar lalu dimintanya air kemudian berwudu dan setelah itu dipercikkannya air kepada saya hingga saya siuman, lalu tanya saya, 'Apa seharusnya yang saya perbuat menurut Anda tentang harta saya?' Maka turunlah, 'Allah mewasiatkan kepadamu tentang anak-anakmu, bahwa bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.'" Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Hakim mengetengahkan dari Jabir, katanya, "Istri Saad bin Rabi' datang kepada Rasulullah saw., katanya, 'Wahai Rasulullah! Kedua putri ini adalah anak Saad bin Rabi' yang ayahnya gugur di Uhud sebagai syahid sewaktu bersama Anda; paman mereka mengambil hartanya dan tidak meninggalkan sedikit pun bagi mereka, sedangkan mereka itu tidak dapat kawin kecuali dengan adanya harta.' Maka jawab Nabi saw., 'Allah memutuskan tentang masalah itu.' Maka turunlah ayat tentang pembagian harta pusaka." Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, "Ini menjadi pegangan bagi orang yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan mengenai kisah Ibnu Saad dan bukan tentang kisah Jabir, apalagi Jabir sendiri waktu itu belum punya anak." Kata Ibnu Hajar lagi, "Jawaban kita, bahwa ayat itu turun mengenai kedua peristiwa sekaligus, dan mungkin pada mulanya turun tentang kisah kedua anak perempuan itu, dan akhirnya yaitu kalimat yang berbunyi, 'Dan jika seorang laki- laki yang diwarisi itu tanpa anak atau bapak,' pada kisah Jabir hingga yang dimaksud oleh Jabir dengan ucapannya: Maka turunlah ayat, 'Allah mewasiatkan kepadamu tentang anak-anakmu....' (Q.S. An-Nisa 11) artinya disebutkannya kalalah yang berhubungan dengan ayat ini." Sebab ketiga yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari Assaddiy, katanya, "Penduduk Madinah tidaklah menjadikan wanita-wanita dan anak-anak yang masih lemah sebagai ahli waris dan tidak pula memperbolehkan seorang laki- laki dewasa mewarisi anaknya, kecuali siapa yang kuat berperang. Kebetulan wafatlah Abdurrahman saudara si penyair Hissan dengan meninggalkan seorang istri yang bernama Umu Kahah beserta lima orang anak perempuan. Ahli-ahli waris pun mengambil hartanya hingga Umu Kahah datang kepada Nabi saw. mengadukan halnya. Maka Allah pun menurunkan ayat ini, 'Sekiranya mereka terdiri dari wanita-wanita lebih dari dua orang, maka mereka mendapat dua pertiga harta...' lalu sabdanya mengenai Ummu Kahah, 'Dan bagi mereka seperempat dari harta peninggalanmu jika mereka tidak mempunyai anak, sedangkan jika kamu mempunyai anak, maka bagi mereka itu seperdelapan.'" walakum nishfu maa taraka azwaajukum in lam yakun lahunna waladun fa-in kaana lahunna waladun falakumu alrrubu'u mimmaa tarakna min ba'di washiyyatin yuushiina bihaa aw daynin walahunna alrrubu'u mimmaa taraktum in lam yakun lakum waladun fa-in kaa na lakum waladun falahunna altstsumunu mimmaa taraktum min ba'di washiyyatin tuushuuna bihaa aw daynin wa- in kaana rajulun yuuratsu kalaalatan awi imra-atun walahu akhun aw ukhtun falikulli waah idin minhumaa alssudusu fa-in kaanuu aktsara min dzaalika fahum syurakaau fii altstsulutsi min ba'di wash iyyatin yuushaa bihaa aw daynin ghayra mudaarrin washiyyatan mina allaahi waallaahu 'aliimun haliimun 12. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing- masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris) [274 ]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. [274 ] Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan- tindakan seperti : a. Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan. tilka huduudu allaahi waman yuthi'i allaaha warasuulahu yudkhilhu jannaatin tajrii min tahtihaa al-anhaaru khaalidiina fiihaa wadzaalika alfawzu al'azhiimu 13. ( Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. waman ya'shi allaaha warasuulahu wayata'adda h uduudahu yudkhilhu naaran khaalidan fiihaa walahu 'adzaabun muhiinun 14. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul- Nya dan melanggar ketentuan- ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. waallaatii ya/tiina alfaahisyata min nisaa-ikum faistasyhiduu 'alayhinna arba'atan minkum fa- in syahiduu fa-amsikuuhunna fii albuyuuti h attaa yatawaffaahunna almawtu aw yaj'ala allaahu lahunna sabiilaan 15. Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji [275 ], hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya [276 ]. [275 ] Perbuatan keji : menurut jumhur mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homo sek dan yang sejenisnya. Menurut pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita). [276 ] Menurut jumhur mufassirin jalan yang lain itu itu ialah dengan turunnya ayat 2
surat An Nuur. waalladzaani ya/tiyaanihaa minkum faaadzuuhumaa fa-in taabaa wa-ashlahaa fa-a'ridhuu 'anhumaa inna allaaha kaana tawwaaban rahiimaan 16. Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. innamaa alttawbatu 'alaa allaahi lilladziina ya'maluuna alssuu-a bijahaalatin tsumma yatuubuuna min qariibin faulaa- ika yatuubu allaahu 'alayhim wakaana allaahu 'aliiman hakiimaan 17. Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan [277 ], yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [277 ] Maksudnya ialah : 1. Orang yang berbuat ma'siat dengan tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah ma'siat kecuali jika dipikirkan lebih dahulu. 2. Orang yang durhaka kepada Allah baik dengan sengaja atau tidak. 3. Orang yang melakukan kejahatan karena kurang kesadaran lantaran sangat marah atau karena dorongan hawa nafsu. walaysati alttawbatu lilladziina ya'maluuna alssayyi-aati hattaa idzaa hadhara ahadahumu almawtu qaala innii tubtu al- aana walaa alladziina yamuutuuna wahum kuffaarun ulaa-ika a'tadnaa lahum 'adzaaban aliimaan 18. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. yaa ayyuhaa alladziina aamanuu laa yahillu lakum an taritsuu alnnisaa-a karhan walaa ta'dhuluuhunna litadzhabuu biba'dhi maa aataytumuuhunna illaa an ya/tiina bifaahisyatin mubayyinatin wa'aasyiruuhunna bialma'ruufi fa-in karihtumuuhunna fa'asaa an takrahuu syay-an wayaj'ala allaa hu fiihi khayran katsiiraan 19. Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa [278 ] dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata [279 ]. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. [278 ] Ayat ini tidak menunjukkan bahwa mewariskan wanita tidak dengan jalan paksa dibolehkan. Menurut adat sebahagian Arab Jahiliyah apabila seorang meninggal dunia, maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. Janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau tidak dibolehkan kawin lagi. [279 ] Maksudnya; berzina atau membangkang perintah. SEBAB TURUNNYA AYAT: Bukhari, Abu Daud dan Nasai dari Ibnu Abbas meriwayatkan, "Dulu jika seorang laki-laki mati, maka para walinyalah yang berhak tentang istrinya. Jika ada yang ingin, maka dikawininya, atau kalau tidak, dikawinkannya. Jadi mereka lebih berhak terhadap diri perempuan itu daripada kaum kerabatnya. Maka diturunkanlah ayat ini." Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dengan sanad yang hasan dari Abu Umamah bin Sahal bin Hanif, katanya, "Tatkala Abu Qais bin Aslat wafat, maka putranya ingin mengawini istrinya. Hal itu telah menjadi kebiasaan bagi mereka di masa jahiliah. Maka Allah menurunkan ayat, 'Tidak halal bagi kamu mewarisi wanita- wanita itu secara paksa.'" (Q.S. An-Nisa 19) Ada satu saksi lagi bagi hadis ini pada Ibnu Jarir dari Ikrimah. wa-in aradtumu istibdaala zawjin makaana zawjin waaataytum ihdaahunna qinthaaran falaa ta/khudzuu minhu syay-an ata/ khudz uunahu buhtaanan wa- itsman mubiinaan 20. Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain [280 ], sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ? [280 ] Maksudnya ialah : menceraikan isteri yang tidak disenangi dan kawin dengan isteri yang baru. Sekalipun ia menceraikan isteri yang lama itu bukan tujuan untuk kawin, namun meminta kembali pemberian-pemberian itu tidak dibolehkan. *
(( SAMBUNGAN SURAH INI ))
Surah An Nisa' : jumlah Ayat : 176
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar