Dimana Air Matamu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “
Tidak akan masuk neraka sseorang yang menangis karena mrasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya. ”
(HR. Tirmidzi [1633 ]). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “ Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungn kcuali naungan-Nya; [1 ] sorang pmimpin yang adil, [2 ] sorang pemuda yang tumbuh dalm [ketaatan] beribadah kepada Allah ta ’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid, [4 ] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka ber kumpul dan berpisah karena-Nya, [5 ] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan ttpi dia mengatakan, Ssungguhnya aku takut kepada Allah, [6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-smbunyi smpai smpai tangn kirinya tidak tahu apa yang diinfakkn oleh tangan kanannya, dan [7 ] seorang yg mngingat Allah di kala sendirian sehingga kedua mtanya mngalirkan air mata (menangis). (HR. Bukhari [629 ] dn Muslim [1031]). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “ Ada dua buah mata yg tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena mrasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga- jaga di malam hari karena mnjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah. ” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338 ]). Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata krn perasaan takut kepada Allah, dan ttesan darah yg mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yng terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yg terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah. ” (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al- Albani dlam Sahih Sunan at- Tirmidzi [1363 ]) Abdullah bin Umar rdhiyallhu anhuma mngatakn, Sungguh, menangis karena takut kpada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang sribu dinar !. Ka’ab bin al-Ahbar rhimahullah mengatakan, “ Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yg besarnya seukuran tubuhku. Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan; suatu ketika Nabi shallallhu alaihi wa sallam bersbda kepadaku, “
Bacakanlah al-Qur’an kepadaku. Maka kukatakan kepada beliau, Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur ’an kepada anda sementara al-Qur'an itu diturunkan kepada anda ?.
Maka bliau mnjawab, Sesungghnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku. ” Maka akupun mulai membcakan kepadanya surat an-Nisaa . Sampai akhirnya ketika aku tlh smpai ayat ini (yang artinya)Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka. ”
(QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “ Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata. (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800 ]). Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah, suatu saat dia prnah brtanya kepada Aisyah rdhiyallahu anha, “Kabarkanlah kepada kami tntng sesuatu yang pernah engkau lihat yg paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?”.
Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “ Pada suatu malam, beliau (nabi) bersbda, ‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku. Maka aku katakan, Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang. ’ Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat. ’ Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau !’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau msih trus menangis sampai-sampai jnggotnya pun basah oleh air mata !. Aisyah melanjutkan, ‘ Kemudian bliau terus mnangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata ]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata,
Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yg telah berlalu maupun yang akan datang ?!’. Maka Nabi pun menjawab, Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?!
Ssungguhnya tadi malm telh turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka org yang tidak membacanya dn tidk merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yg artinya) Ssungghnya dalam penciptaan langit dan bumi ….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190). ” (HR. Ibnu Hiban [2 /386 ] dan selainnya. Disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468 ] dan ash-Shahihah [68 ]). Mu’adz radhiyallahu anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakn kepadanya, Apa yang membuatmu menangis?.
Maka beliau menjawab, “ Karena Allah ‘azza wa jalla hnya mncabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu ?”. al-Hasan al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dn ditanyakn kpadanya,
Apa yang membuatmu menangis?. Maka beliau menjawab, “
Aku khawatir besok Allah akan me lemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi. Abu Musa al-Asya'ri radhiyallahu anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis smpai-smpai air mtanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amt dlm. Abu Hurairah radhiyallahu anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, Apa yang membuatmu menangis?!.
Maka beliau menjawab, Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akn kutinggalkn] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perja lanan yng akan aku lalui sedangkn bekalku teramat sedikit, sementara bisa jdi nanti sore aku hrus mndaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti ?”.
Suatu malam al-Hasan al- Bashri rahimahullah terbangun dari tidur nya lalu menangis sampai-sampai tngisannya mmbuat segenap peng huni rumah kaget dan terbangun. Maka mreka pun brtanya mengenai keadaan dirinya, dia menjawab, Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis.
Saya [penyusun artikel] berkata: Kalau al-Hasan al- Bashri saja mena ngis sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagai manakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah! Alangkh jauhnya akhlak kita dibandingkan dngan akhlak para salafush shalih?
Beginikah seorang salafi, wahai sau daraku? Tidkkah dosamu membuat mu menangis dan bertaubat kpada Rabbmu? “Apakh mreka tidk mau bertaubat kepada Allh dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (lihat QS. al- Maa'idah : 74). Aina nahnu min haa’ulaa’i? Aina nahnu min akhlagis salaf? Ya akhi, jadilah salafi sejati! Disarikan dari al-Buka ’ min Khas-yatillah, asbabuhu wa mawani ’uhu wa thuruq tahshilihi, hal. 4-13 karya Abu Thariq Ihsan bin Muhammad bin ‘Ayish al-’Utaibi, tanpa penerbit, berupa file word. Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi Artikel www.muslm.or.id
Ulama sekarang Di Atas Sunnah
Akan senantiasa ada sekelompok orang dari kalangan ummatku yng menegakkan/ berdiri di atas printh Allh, tidk akn mmadhorotkn mreka siapa yg menghina dan menyelisihi mereka sampai dtang perkara Allah (yaitu hari kiamat) dn mreka tetap dalam keadaan demikian.
[Muttafaqun 'alaih, hadits dari Mu' awiyah] Para Ulama Sekarang Yang Brjalan Di Atas AsSunnah Antra Lain:
Ulama Saudi Arabia:
1 . Al ‘Allamah asy Syaikh Muham mad Mukhtar Amin asy Syanqithiy shohibut Tafsir adh wa'ul bayan. Beliau termasuk salah satu guru Syaikh Muhammad bin Sholih al'Utsaimin
2 . Al 'Allamah asy Syaikh Abdurrohman bin Nashir asSa'di pe milik kitab Tafsir Karimur Rohman fi Kalamil Mannan atau yang lebih dkenal Tafsir as Sa’diy
3 . Samahatusy Syaikh al'allamah Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
4 . Faqihul zaman al'allamah asy Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin
5 . Al'allamah al muhaddits asy syaikh Adbul Muhsin bin Hammad al'Abbad al Badr , Beliau termasuk ulama senior saat ini, mengajar di Masjid Nabawi.
6 . Al'allamah asy Syaikh Doktor Sholih Fauzan al Fauzan anggota Haiah Kibarul 'Ulama
7 . Al'allamah asy Syaikh Abdul Aziz bin sholih alu Syaikh mufti ‘Amm kerajaan Saudi Arabia saat ini
8 . Al'allamah al muhaddits asy Syaikh Yahya bin Ahmad an Najmi mufti kerajaan Saudi untuk daerah Selatan (Shoromithoh)
9 . Al'allamah al muhaddits asy syaikh Rabi' bin Hadi al Madkholy pembawa bendera jarh wa ta’dil saat ini sebagaimana rekomendasi Syaikh al Albani
10 . Al'allamah asy syaikh Dr.Sholih bin Sa'ad as Suhaimy Beliau dosen pascasarjana di Jami'ah al Islamiyyh Madinah
11 . Al'allamah asy Syaikh Muhammad bin Hadi al Madkholy dosen jami'ah Islamiyyah Madinah
12 . Al'allamah asy Syaikh Dr. Ibrohim bin 'Amir ar Rauhaily penulis kitab Mauqif Ahlis sunnah 'an ahlil bida' yang diterjemahkan dgn judul Mauqif Ahlus Sunnah terhadap Ahlul Bid'ah (ana lupa judul tepatnya)
13 . Asy Syaikh DR. Ali bin Nashir al faqihy Guru Besar Aqidah di Masjid Nabawy
14 . Asy Syaikh Abdurrozaq bin Abdil Muhsin bin Hammad al 'Abbad al badr - putra Syaikh Abdul Muhsin al 'Abbad al Badr (point no 3)
15 . Asy Syaikh Abdul Malik a Romadhoniy al Jazairy – Beliau yang menyiapkan majelis Syaikh Abdul Muhsin di Masjid Nabawi. Penulis buku Madarik an Nazhor fi Siyasah. diterjemahkan dgn judul Pandangan Tajam thd Politik
16 . Asy Syaikh Kholid ar Roddady pentahqiq kitab Syarhus sunnah al barbahary
17 . Asy Syaikh Zaid bin Mhammad bin Hadi al madkholy
18 . Asy Syaikh Abdulloh bin Abdirrohman al Jibrin trmsuk ulama senior, sudah sepuh
19 . Asy Syaikh Ubaid al Jabiri
20 . asy Syaikh Abdul Aziz ar Rojihy
21 . Asy Syaikh Muhammad Aman Jamiy
22 . Fadhilatusy Syaikh Sholih bin Muhammad al Luhaidan ketua Mahkamah Tinggi dan anggota Hai'ah Kibarul Ulama
23 . Masyayikh anggota Majelis Ifta wal Buhuts dan anggota Kibarul Ulama
24 . Fadhilatusy Syaikh Bakar Abu penulis kitab Hukmul Intima'
25 . asy Syaikh AbdusSalam bin Barjas penulis Kitab Hujjajul Qowwiyyah.. Beliau sudah mninggl dalam kecelakaan mobil. Semoga Allah melapangkan kuburnya dan menempatkannya di kedudukan yang mulia di sisiNya. Ulama dari Yaman:
1 . al'allamah al muhaddits ad diyar al yamaniyyah asy Syaikh Muqbil bin Hadi al wadi'iy ; Beliau termasuk ulama besar abad ini.
2 . Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab al Washobi ; bliau mungkin Syaikh yang dituakan di Yaman. Kalau datang ke Damaj, biasanya beliau Cuma menjawab prtanyaan2 dan sedikit mmberi nsihat emasnya. Punya markas di Hudaidah.
3 . Asy Syaikh Muhammad Al Imam beliau termasuk Ahl Hill wal Aqd yg ditunjuk oleh Asy Syaikh Muqbil rahimahullah. Salah satu murid per tamanya Asy Syaikh Muqbil. Punya markas di Ma'bar mrupkn markas terbesar ke 2 setelah Damaj.
4 . Syaikh Yahya al Hajury –Beliau yang menggantikan Syaikh Muqbil di Darul Hadits Dammaj
5 . Asy Syaikh Abdul Aziz Al Buro'i adlh termasuk salah satu masyaikh yang sangat keras terhadap Ahlul Bid’ah. Beliau mempunyai markas di Kota Ib.
6 . Asy Syaikh Abdullah bin Utsman dijuluki Khotibul Yamany krn bliau terkenal sangat pintar brorator. Nsihat2 bliau tntng maut, mmbuat mata tak bisa menahan airnya.
7 . Asy Syaikh Abdurrozaq punya markas di Dammar
8 . Asy Syaikh Abdul Musowwir termasuk masyaikh yang sudah cukup berumur. Dulu Asy Syaikh Yahya hafidhohullah belajar Syarh Ibn Aqil dengan beliau.
9 . asy Syaikh Abdulloh al Mar'iy dan Saudaranya asy Syaikh Abdurrohman al Mar'iy Ulama dari Yordania
1 . al'Allamah al Muhaddits Nashirus sunnah asy Syaikh al Albani . Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz pernah berkata: Saya tdk menge tahui di bawah kolong langit saat ini orang yang lebih mengetahui hadits daripada Beliau (Syaikh al Albani).
2 . Syaikh Ali hasan al Halabiy tatkala Syaikh al Albani ditanya cucunya Siapkh dua orang murid yang paling mengetahui tentang hadits. Syaikh al Albani berkata: Abu Ishaq al Huwaini dan Ali Hasan al Halabiy.
3 . Syaikh Salim bin ‘Ied al Hilali , penulis kitb Limadza Ikhtartu Manhaj Salaf, Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhus Sholihin, dll.
4 . Syaikh Muhammad Musa
5 . Syaikh Masyhur alu Salman
6 . Syaikh Husain ‘Uwaisyiah Dan masih banyak lagi para ulama yang belum disebutkan disini.
Penulisan dan penghimpunan Alqur 'an
Penulisan dan Penghimpunan Al Qur'an Al Qur'an yang ada pada umat Islam saat ini,
alhamdulillah , tidak berubah-ubah dn tidak terusakan oleh musuh-musuh Allah Swt yg ingin menghancurkan satu- satunya Agama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mulia ini Islam. Dalam upaya penjagaan terhadap isi Al-Qur’an, telah menoreskan sejarah panjang yang perlu kita ketahui. Sejarah penulisan dan penghimpunan Al Qur’an dapat dibagi secara metodelogi sejarah menjadi tiga periode. Periode pertama Periode pertama terjadi pada masa Nabi ShallAllahu 'alaihi wa Sallam , dengan lebih banyak berpegang kepada hafalan ketim bang tulisan. Masa itu para shabat terkenal memiliki daya ingat yang kuat dan hafalan yang cepat, ttapi sedikit yg mmpu menulis, srananya pun jarang. Ayat-ayat Al Qur’an ketika itu tidak dihimpun dlam satu mushaf, bahkan setiap kali turun para shbat menghafalkannya lang sung, dan menuliskannya pada media yang mudah didapat, sperti peleph kurma, lembrn kulit, pcahn batu, dan sebagainya. Para qurra’ lebih banyak jumlahnya.. Dalam shahih bukhari diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Nabi ShallAl lahu 'alaihi wa Sallam mengutus 70 orang yang disebut sebagai para qurra. Di tengah perjalanan mereka dihadng oleh skelompok Bani Salim Ra'I dn Dzakwan dekt sumur Ma'unah. Mreka semuanya dibunuh para pnghadang tersebut. Diantra para sahabat penghafal Al Qur’an ialah: empat khulafa’ rasyidin, Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abi Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Darda’, dan lainnya. Periode kedua Periode kedua terjadi pada masa kekhalifahan Abu Bakar, yaitu tahun ke-12 H. Yang melatar belakangi prakarsa pada peiode kedua ini adalah terbunuhnya sejumlah qurra' dalam peperangan Yamamah. Di antra mereka terdapat nama Slaim Maula Abi Hudzaifah, salah seorang yang dinyatakan Nbi boleh diambil ilmuilmu AlQur'an nya. Abu Bakar memerintahkan untuk mengumpulkan Al Qur’an. Dalam shahih Bukhari diriwayatkan bahwa setelah perang Yamamah, Umar bin Khaththab pernah me ngisyaratkan kpada Abu Bakar agr melakukan penghimpunn Al Qur'an. Abu Bakar sementara waktu belum melakukannya, namun Umar terus mendesaknya brulang kali, hingga Allah Subhnahu wTa'ala melapang kan dada Abu Bakar. Beliaupun memanggil Zaid bin Tsabit, kedia Zaid datang di tempat itu hadir pula Umar, Abu Bakar mengatakan kepadanya: Sesungguhnya engkau adalah pemuda yang cerdik, kami tidak pernah menuduhmu sesuatu pun, dan engkau dahulu penulis wahyu Rasulullah, maka periksalah Al Qur’an yang ada sekarang ini, dan himpunkanlah.. Zaid menceri takan dirinya: Kemudian saya memeriksa Al Qur'an, dan mengum pulkannya dari pelepah-pelepah kurma, pecahan-pecahan tulang, dan hafalan-hafalan org lain. Stelah terkumpul, Al Qur'an tersebut dipe gang Abu Bakar sampai beliau wfat. Kemudian dipegang oleh Umar bin Khaththab, dan dilanjutkan oleh Hafshah binti Umar. Hadits yang pnjang ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Kaum muslimin sepakat atas hasil usaha Abu Bakar ini, dan menggolongkannya termasuk amal kebajikan beliau. Ali bin Abi Tholib mengatakan: Orang yang trbanyak kebajikannya terhadap mushaf adalah Abu Bakar, beliaulah yang pertama menghimpun Kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala .
Periode ketiga
Periode ketiga ini terjadi pada masa khalifah Utsman bin Affan, tahun 25 H. yang melatar belakanginya adalah ketika diketahui perbedaan bacaan (qiro-at) di kalangan umat Islam, lantaran berkembangnya mushaf-mushaf yang ada pada para sahabat. Melihat kekhawatiran terjadinya fitnah, khalifah Utsman mengintruksikan agar mushaf-mushaf tersebut disatukan agar umat Islam tidak berbeda lagi ketika membaca Al Qur’an yang bisa menyebabkan perpecahan. Dalam shahih Bukhari diriwayatkan, setelah pembebasan Armenia dan Azerbaijan, Hudzaifah bin Yaman mendatangi Utsman bin Affan. Hudzaifah dikejutkn oleh prbedaan perbedaan umat Islam dalam membaca Al Qur'an. Beliau katakan kepada Utsman: Satukanlah umat ini sebelum mereka bercerai-berai laksana berpecahnya Yahudi dan Nasrani. Lantas Utsman mengutus kpda Hafshah untuk menympaikan pesn beliau yang berbunyi: Srahkn kepada kami seluruh lembaran-lembaran Al Qur'an yg ada padamu, untuk kami pindahkan dalam suatu mushaf. Dan pasti lmbarn lmbran itu akn kami kmbalikan lagi kpdmu. Hafshah pun melaksanakannya. Kemudian Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullh bin Zubair, Sa'id bin Al Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam supya memin dahkan isi lembaran-lembaran tersebut ke dalam mushaf. Zaid bin Tsabit merupakan orang Anshar, sedang tiga orang lainnya dr kaum Quraisy. Utsman mnekankan kpada tiga org tersebut: Bila kamu bertiga dan Zaid berbeda tentang sesuatu dari Al Qur'an, maka tulislah Al Qur’an dgn bhasa kaum Quraisy, karena ia diturunkan dgan bahasa mereka. Para penghimpun trsebut melaksanakan penekanan Utsaman hingga seluruh lembaran-lembaran itu selesai dipindahkan ke dalam mushaf, dan lembaran- lembaran itupun dikembalikan lagi kepada Hafshah. Setiap bagian kawasan Islam ketika itu diberi satu mushaf sebagai standar. Utsman setelah itu memerintahkan selain mushaf standar ini agar dimusnahkan. Utsman bin Affan tidak melakukan penghimpunan Al Qur’an ini berdasarkan kemauannya sendiri, melainkan setelah mengadakan musyawarah dengan para sahabat lainnya. Ibnu Abi Daud mriwayatkn dr Ali bin Abi Tholib, beliau brkata: Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah Utsman berbuat ini kecuali di hadapan kami (kalangan shabt) Beliau berkata: Saya bermaksud menyatukan manusia (umat Islam) dalam satu mushaf, hingga tidak trjadi lagi perpecahan dan prbdaan. Kami menjawab: Alngkah bagusnya yang kau usulkan itu. Kata Mush'ab bin Sa’d: “Saya melihat manusia jumlahnya banyak sekali ketika Utsman membakar mushaf-mushaf (slain satu mushaf yg tlh disatukn).Mereka dikagumkan oleh kputusan Utsman. Atau dngn kata lain: Tidak ada yg mngingkari hl itu, walaupun satu orang (dari kalangan sahabat)Keputusan ini merupakan kbajikan Amirul Mukminin Utsman bin Affan yng disepakati oleh kaum muslimin, serta pnyemprnaan ats pnghimpu nan yang telah dilakukan oleh khalifah Abu Bakar. Yng mmbedakn antara kedua jenis pengimpunan ini (periode dua dan tiga) adalah: (1) . Tujuan penghimpunan pada masa Abu Bakar merangkul sluruh Al Qur’an dalam satu mushaf agr tidak ada yang hilang sedikitpun, tapi tidak mengharuskan umat Islam atas satu mushaf, krena blum tampak pengaruh perbedaan qiro-at yg bisa mnimbulkn perpecahan.
(2) . Sementra tujuan pnghimpunn Al Qur’an pada masa Utsman adalah menyatukan Al Qur’an seluruhnya pada satu mushaf, mliht kekhawatiran pertentangan qiro-at di kalangan umat Islam yang bisa mmecah-belh mreka. Dengan upaya Utsman bin Affan ini, tampak kemaslahatn umum kaum muslimin lebih terealisir ketika mereka dapat bersatu di bawah satu kalimat, dan perpecahan serta permusuhan dapat dielakkan. Bukti bersatunya kaum muslimin sampai kini mereka msih tetap berpegang pada mushaf Al Qur’an standar tersebut scara mutawatir, selalu mempelajarinya dan tidak pernah sedikit pun jatuh ke tangan para perusak, tersentuh hawa nafsu. Sungguh, segala puji milik Allah Subhanahu wa Ta’ala , Tuhan langit, bumi, dan seluruh alam.
Pembukuan dan Kitab Kitab Hadits
Abu Hurairah 5374 hadits Ibnu Umar 2630 hadits Anas bin Malik 2286 hadits Aisyah Ummul Mukminin 2210 hadits Ibnu 'Abbas 1660 hadits Jabir bin ‘Abdullah 1540 hadits Para Sahabt Rasulullah Shallallahu 'alaihi wsallm yang me lakukan pembukuan hadits antara lain :
(1). Abdullah bin Amr bin Al-Ash (7-65 H) : As- Shahifah As-Shadiqah
(2). Abdullah bin Abbas (3-68 H)
(3). Jbir bin Abdillh AlAnshari (16-78 H) : As- Shahifah.
(4). Hamam bin Munabbih 40-131H. As-Shahifah As-Shahihah Perintah Umar bin Abdul Aziz untuk memulai pmbukuan dan pelembagaan hdist secara resmi, Khalifah Umar bin Abdul Aziz inilah yang memelopori pmbukuan dan pelembagaan hdits hadits Nabi shallallahu 'alaihi wsllm. secara resmi. Beliau mmerintahkan kepada Abu Bakar bin Mhammad bin Amr bin Hazm. Perintah Umar bin Abdul Aziz sbgai berikut Perhati kanlah hadits Rasulullh shallallahu 'alaihi wasallam lalu tulislah dia, karena sesungguhnya aku khwatir akan hilangnya ilmu dan wafatnya para ulama, dn janganlah diterima kecuali hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam ( Bukhari (1/33) dan Ad-Daarimi (1/ 126)) Dan Ibnu Hazm selanjutnya menunjuk ulama besar yaitu Ibnu Syihab Az-Zuhri untuk melakukan pelembagaan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wasal lam. Beliau berdua merupakan thabaqat awal pembukuan hadits- hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Hazm pulalah yang memulai dan mencetuskan ilmu Riwayatul hadits. Yakni suatu ilmu tentang meriwayatkan sabda-sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. perbuatan-perbuatnnya, taqrir- taqrirnya dan sifat-sifatnya. Ilmu ini sifatnya lebih tertuju pada mengumpulkan hadits-hadits saja, tanpa memeriksa secara detail sah atau tidaknya yang org sandarkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Faedah-faedah Ilmu riwayatul hadits antara lain :
(1). Supaya kita dapat mmbedakan mana yang orang sandarkn kpada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mana yang disandarkan kpada selain beliau.
(2). Agar supaya hadits tidak brdar dari mulut ke mulut atau dari satu tulisan ke tulisan lain tanpa sanad.
(3). Agar dapat diketahui jumlah hadits yang orang sandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
(4). Agar dapat diperiksa sanad dan matannya sah atau tidak. Nama-nama ‘ulama pencatat atau perawi hadits yang mu’tabar dari generasi Tabi’in antara lain :
(1). Said Ibnul Musayyab (15-94 H)
(2). Urwah bin Zubair (22-94 H)
(3). Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm ( Wafat th.117 H)
(4). Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri (50- 124 H)
(5). Imam Nafi’ (wafat 117H)
(6). Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah (Wafat 98 H)
(7). Salim bin Abdullah bin Umar (Wafat 106 H)
(8). Ibrahim bin Yazid An-Nakha'I (46-96H)
(9). Amir bin Syarahil Asy-Sya’bi (19-103H)
(10). Alqamah bin Qais An-Nakha'i (28-62H)
(11). Mhammd bin Sirrin(33-110 H)
(12). Ibnu Juraij Abdul Aziz bin Juraij (Wafat 150 H)
(13). Said bin 'Arubah (Wafat 156H)
(14). Al Auza’i (Wafat 156H)
(15). Sufyan AtTsauri (Wafat 161 H)
(16). Abdullah bin Mubaarak ( 118-181 H)
(17). Hammad bin Salamah (Wafat 176 H)
(18). Husyaim (Wafat 188 H) Nama-nama ulama pencatat atau perawi hadits yang mu'tabar dari generasi Tabi’ut Tabi’in antara lain:
(1). Bukhari ( 194-256 H) Kitab : Al-Jaami’ush Shahih atau Shahih Bukhari
(2). Muslim ( 204-261 H) Kitab : Shahih Muslim
(3). Abu Dawud ( 202-275 H) Kitab : As-Sunan Abi Dawud
(4). At-Tirmidzi ( 209-279 H) Kitab : As-Sunan At- Tirmidzi
(5). An-Nasa’i (215-303H) Kitab : As-Sunan An- Nasa'i
(6). Ibnu Majah ( 207-275 H) Kitab : As-Sunan Ibnu Majah
(7). Malik bin Anas (90 / 93-169 H) Kitab : Al- Muwatha'
(8). Asy Syafi'iy (150-204H) Kitab : Al Um
(9). Ahmad bin Hambal ( 164-241 H) Kitab : Al Musnad Ahmad
(10). Ibnu Khuzaimah ( 223-311 H) Kitab : Shahih Ibnu Khuzaimah
(11). Ibnu Hibban (—-354H) Kitab : Shahih Ibnu Hibban
(12). Hakim ( 320-405 H) Kitab : Al Mustadrak
(13). Ad-Daaruquthni ( 306-385 H) Kitab : Sunan Daaruquthni
(14). Al Baihaqiy ( 384-458 H) Kitab : Sunan Al- Kubra
(15). Ad Daarimi ( 181-255 H) Kitabnya Sunan Ad- Daarimi
(16). Abu Dawud At-Thayaalisi (204H) Kitab : Musnad At-Thayalisi
(17). Al Humaidiy (—219H) Kitab : Musnad Al- Humaidiy
(18). Ath Thabrani ( 260-360 H) Kitab : Mu’jam Al- Kabir, Mu’jam Al-Ausath, Mu’jam As- Shagir
(19). Abdurrazzaaq ( 126-211 H) Kitab :Mushannaf Abdurrazzaaq
(20). Ibnu Abi Syaibah (—-235H) Kitab : Mushannaf Ibnu abi Syaibah
(21). Abdullah bin Ahmad ( 203-209 H) Kitab : Az- Zawaaidul Musnad
(22). Ibnul Jaarud (—307H) Kitab : Al-Muntaqa
(23). At-Thahaawi ( 239-321 H) Kitab : Syarah Ma’ aanil Atsar, Musykilul Atsar
(24). Abu Ya’la (—307H) Kitab : Musnad Abu Ya'la
(25). Abu ‘awaanah (—316H) Kitab : Shahih Abu ‘Awaanah
(26). Said bin Manshur (—227H) Kitab : As Sunan Said bin Manshur
(27). Ibnu Sunniy (—364H) Kitab : Amalul Yaum wal lailah
(28). Ibnu Abi ‘Ashim (—287H) Kitab : Kitabus Sunnah, Kitab Zuhud
Abu Hurairah periwayat Hadits terbanyak
Jumlah Hadits (Abu Daud. Nasa'i. Tirmidzi)
Penulisnya adalah Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syiddad bin Amar bin Azdi as- Sijistani atau lebih dikenal dengan kunyah Abu Dawud as-Sijistani rahimahullahu, seorang Imam dan tokoh ahli hadits dari Sijistan, Bashrah. Beliau lahir pada 202 dan wafat tahun 275. beliau juga memiliki banyak karya diantaranya adalah : al-Marasil , kitab al-Qodar, an-nasikh wal Mansukh, Fadha'ilul Amal, Kitab az-Zuhd, Dalailun Nubuwah, Ibtda’ul Wahyi dan Akhbarul Khowarij . Al-Imam Abu Dawud di dalam menulis kitab ini tidak hanya memuat hadits shahih saja, nmun bliau juga memasukkan hadits hasan dan dhaif yang tidak dibuang oleh ulama hdits. Bberapa ulama mengkritik Sunan Abu Dawud karena ditengarai memuat hadits maudhu' diantranya adalah Imam Ibnul Jauzi. Bliau mngatakan bhwa ada beberapa hdits maudhu' dalam Sunan Abu Dawud ini, nmun kritikan beliau ini dibantah oleh Imam Jalaludin as-Suyuthi (w. 911). Biar bagaimanapun, ribuan hadits yang shahih dalam Sunan Abu Dawud tidaklah memperngaruhi nilai keabsahan Sunan Abu Dawud sebagai kitab hadits ketiga setelah Shahih Bukhari dan Muslim yang dijadikan mashdar oleh kaum mus limin dan kitab Sunan yang paling diutamakan diantara kitab sunan lainnya. Jumlah hadits dalam Sunan Abu Dawud adalah sebanyk 4.800 hdits , sbgian ulama mnghitungnya sebanyak 5.274 hadits . Prbedaan ini dikarenakan sebagian orang menghitung hadits yang diulang sebagai satu hadits dan sebagian lagi menghitungnya sebagai dua hdits. Abu Dawud mmbagi Snannya dalam beberapa kitab dan tiap kitab dibagi menjadi beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah diantaranya ada 3 kitab yang tidak dibagi dalam bab-bab. Sedangkan jumlah babnya ada 1.871 bab. Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr hafizhahullahu dalam Kaifa Nastafiidu minal Kutubil Haditsiyah (hal. 18) berkata : ”Kitab Sunan karya Abu Dawud ini adalah kitab yang sangat agung, yng diperkaya oleh penulisnya di dalmnya hadits-hadits ahkam dan mentartibnya serta memaparkannya berdasarkan urutan bab-bab yang menunjukkan atas kefakihan dan kedalamannya terhadap ilmu riwayah dan diroyah. Beberapa ulama mensyarah dan meneliti Sunan Abu Dawud ini, diantaranya :
1) . Ma’alimus Sunan yng ditulis oleh Imam Abu Sulaiman Ahmad bin Ibrahim al-Busti al- Khaththabi (w. 388) yang merupakan syarah sederhana dgn mengupas masalah bahasa, penelitian trhdap riwayat, istinbath hukum dan pembahasan adab.
2) . Aunul Ma’bud ’ala Sunan Abi Dawud yang ditulis oleh Imam Syamsul Haq Muhammad Asyraf bin Ali Haidar ash-Shiddiqi al-Azhim Abadi as-Salafi ( ulama abad ke-14) dalam 4jilid besar.
3) . al-Manhalu Adzbu al-Maurid yang ditulis oleh Syaikh Mahmud bin Khaththab as-Subki (w. 1352). Beliau juga meneliti dan memilah serta menjelaskan derajat hadits-hdist yang shahih, hasan maupun dhaif.
4) . al-Mujtaba Tahdzib Sunan Abi Dawud oleh al- Imam al-Hafizh Abdul Azhim al-Mundziri (w. 656) yang meringkas, menyusun kembali dan menyebutkan perawi-peraei lain yang juga meriwayatkan hdits di dalam Sunan Abu Dawud, serta beliau menunjukkan beberapa hadits dhaif di dalamnya.
5) . ..Ta’liq al-Mujtaba oleh Syaikhul Islam kedua, Imam Ibnul Qayyim (w. 751) yang memberikan Komntar tentang kelemahan hdits yang dijelaskan oleh al- Mundziri, menegaskan keshahihah hadits yng belum dishahihkan serta mem bahas matan yg musykil. Demikian lah sekilas pnjelasan sputr Sunan Abu Dawud, dan tlh jelas lah bahwa tidak semua hadits yg dimuat oleh Imam Abu Dawud as- Sijistani di dalam Sunan-nya adalah shahih. Oleh karena itu al-Muhaddits Muhammad Nashirudin al-Albani meneliti kembali derajat hadits-hadits di dalam Sunan Abu Dawud dan menuliskannya sebagai kitab Shahih Sunan Abu Dawud dan dhaifnya.
Jumlah Hadits pada Sunan an-Nasa'i
Pnulisnya adalah Abu Abdurrahman Ahmad bin Ali bin Syu’aib bin Ali bin Sinan al-Khurasani. Lahir tahun 215 dan wafat tahun 303 menurut pendapat Syamsudin adz-Dzahabi dn Abu Ja’far ath-Thohawi. Bliau adalah ulama hadits terkemuka di msanya, seorang yang sangat teliti dan memiliki persyaratan yang kett di dalam menerima hadits. Beliau mmiliki beberapa karya diantranya asSunanul Kubra, asSunanus Shughra (jug diktakn al-Mujtaba ) , al- Khashaish, Fadhailus Shahabah dan al-Manasik. Imam Nasa’i sangat cermat di dalam menyusun Sunanus Shughra ini yang beliau tulis setelah menyusun Sunanul Kubra. Bliau berupaya hanya meng himpun yang shahih saja di dalam kitab Sunan-nya ini. Namun Syaikh Abul Faraj Ibnul Jauzi mengatakan bahwa ada sekitar sepuluh buah hadits maudhu' di dalamnya, walau imam Jalaludin as-Suyuthi memban tahnya. Namun, biar bgaimanapun terdapat sedikit hadits dhaif di dalam Sunan-nya ini. Syaikh Abdul Muhsin al- Abbad di dalam kaifa Nastafiidu (hal. 22) brkata : Kitab ini adalah kitab yang agung ting katannya, banyak bab-babnya, dan penjelasan akan bab- babnya menunjukkan fakihnya penulisnya, bahkn sungguh diantranya menam pakkan kedalaman dn kecermatan Imam Nasa’i di dlm beritinbath. Sunan an-Nasa’i ini menghimpun sejumlah 51 kitab dan haditsnya berjumlah 5774 hadits . Adapun mengenai syarah an-Nasa’i, sesungguhnya masih sangat sedikit sekali walaupun kitab ini sudah berumur hampir 600 tahun. Al-Hafizh Jlaludin asSuyuthi mmberikn syarah yang sangat singkat yang berjudul Zihar ar-Rubba ’alal Mujtaba yang meneliti para perawi, menjelaskan sebagian lafazh dan hadits gharib serta menerangkan mengenai hukum dan adab yang terkandung di dalam hadits Sunan. Selain as- Suyuthi, juga seorang muhaddits India yang bernama al-Allamah Abul Hasan Muhammad bin Abdul Hadi al-Hanafi as-Sindi (w. 1138) memberikan syarah yang lebih sempurna dibandingkan syarah as-Suyuthi.
Jumlah Hadits pada Sunan at-Tirmidzi
Penulisnya adalah al-Imam Abu Isa Muhammad bin Musa bin ad-Dhahhak as-Sulami at-Turmudzi dari Tirmidz, Iran Utara. Beliau adalah seorang imam ahli hadits yang kuat hafalannya, amanah dan teliti. Beliau lahir pada tahun 209 dan pada akhir hidupnya menjadi buta dan wafat tahun 279. Beliau memiliki beberapa karangan diantaranya adalah Kitabul Jami’ (lebih dikenal dengan Sunan at-Turmudzi), al-’Illat, at-Tarikh, asy-Syamail an- Nabawiyah, az-Zuhd dan al-Asma’ wal Kuna. Al-Imam Abu Isa di dalam menyusun kitab al-Jami’ tidak hnya meriwayatkan hadits shahih saja, namun juga beserta hadits yang hasan, dha’if, gharib dan mu’allal dengan menerangkan kelemahannya. Beliau memasukkan hampir 50 kitab dan haditsnya berjumlah 3956 hadits . Diantara kritikan utama terhadap Jami'at- Turmidzi ini adalah dia menerima priwayatan dari al-Maslub dan al-Kalbi, perawi yang muttaham pemalsu hadits. Sehingga derajatnya lebih rendah dibandingkan Sunan Abu Dawud dan Sunan an- Nasa’i. Al-Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi mengkritik sebanyak 30 hadits dimasukknnya ke dalam al- Maudhu’at namun disanggah beberapa oleh Jalaludin as-Suyuthi. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah al-Harani dan Syamsyudin adz-Dzahabi juga turut mengkritik Sunan Turmudzi ini. Diantara para ulama yang mensyarah Jami’ at- Turmudzi adalah al-Hafizh Abu Bakar Muhammad bin Abdillah al-Isybili yang lebih dikenal dengan Ibnul Arabi al-Maliki (w. 543) yang berjudul Aridatul Ahwadzi fi Syarhi Sunanit Tirmidzi . Jalaludin as-Suyuthi juga mensyarah dengan judul Qutul Mughtazi'ala Jami’it Tirmidzi . Kitab syarah terbaik adalah yang ditulis oleh al-Allamah al- Abdurrahman al-Mabarkapuri (w. 1353) yang berjudul Tuhfatul Ahwadzi.
Jumlah Hadits pada Sunan Ibnu Majah.
Penulisnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi’i al-Qazwini dari desa Qazwin, Iran. Lahir tahun 209 dan wafat tahun 273. Beliau adalah muhaddits ulung, mufassir dan seorang alim. Beliau mmiliki bberpa karya diantaranya adalah Kitabus Sunan, Tafsir dan Tarikh Ibnu Majah. Beliau menyusun kitabnya dengan sistematika fikih, yang tersusun atas 32 kitab dan 1500 bab dan jumlah haditsnya sekitar 4.000 hadits. Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi menghitung ada sebanyak 4241 hadits di dlamnya. Sunan Ibnu Majah ini berisikan hadits yang shahih, hasan, dhaif bahkan maudhu’. Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi mengkritik ada hampir 30 hadits maudhu di dalam Sunan Ibnu Majah walaupun disanggah oleh as-Suyuthi. Al-Imam al-Bushiri (w. 840) menulis ziadah ( tambahan) hdits di dalam Sunan Abu Dawud yng tidk trdapat di dalam kitabul khomsah ( Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’i dan Sunan Tirmidzi) sebanyak 1552 hadits di dalam kitabnya Misbah az- Zujajah fi Zawaid Ibni Majah serta menun jukkan derajat shahih, hasan, dhaif maupun maudhu’. Oleh karena itu, penelitian terhadap hadits-hadits di dalamnya amatlah urgen dan penting.
Siapa itu Para Ulama Ahlul Hadits
Terdapat beberapa ungkapan ulama dalam mendefinisikan ulama. Ibnu Juraij rahimahullah menukilkan ( pendapat) dari Atha, beliau berkata: Barangsiapa yang mengenal Allah, maka dia adalah orang alim. (Jami' Bayan Ilmu wa Fadhlih, hal. 2 /49) Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Kitabul ‘Ilmi mengatakan: Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah. ( Kitabul Ilmi hal. 147) Badruddin Al-Kinani rahimahullah saw bersda: Mereka (para ulama) adalah orang-orang yang menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada kebaikan serta menafikan segala bentuk kemu dharatan. (Tadzkiratus Sami hal. 31) Abdus Salam bin Barjas rahima hullah mengatakan: Orang yang pantas untuk disebut sebagai orang alim jumlahnya sangat sedikit sekali dan tidak berlebihan kalau kita mengatakan jarang. Yang demikian itu karena sifat- sifat org alim mayoritasnya tidk akn trwujud pada diri orng-orang yg menisbah kan diri kepada ilmu pada masa ini. Bukan dinamakan alim bila sekedar fasih dalam berbicara atau pandai menulis, orang yang menyebar luaskan karya-karya atau orang yang men-tahqiq kitab-kitab yang masih dalam tulisan tangan. Kalau orang alim ditimbang dengan ini, maka cukup (terlalu banyak orang alim). Akan tetapi penggambaran seperti inilah yang banyak menan cap di benak orang-orang yang tidak berilmu. Oleh karena itu bnyk orang tertipu dengan kefasihan seseorang dan tertipu dengan kepandaian berkarya tulis, padahal ia bukn ulama. Ini semua mnjadikn orang-orang takjub. Orang alim hakiki adalah yang mendalami ilmu agama, mengetahui hukum- hukum Al Quran dn As Sunnah. Mengtahui ilmu ushul fiqih seperti nasikh dan mansukh, mutlk, muqayyad,mujmal, mufassar, dan juga orang-orang yang menggali ucapan- ucapan salaf terhadap apa yang mereka perselisihkan. (Wujubul Irtibath bi Ulama, hal. Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan ciri khas sorang ulama yang membedakan dengan kebanyakan orang yang mengaku berilmu atau yang diakui sebagai ulama bahkan waliyullah. Dia berfirman: إِنَّماَ يَخْشَى اللهَ مِنْ عِباَدِهِ الْعُلَمآءُ Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama. (Fathir: 28) Ciri-ciri Ulama Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui siapa sesung guhnya yng pantas untuk menyan dang gelar ulama dan bagaimana besar jasa mereka dlm menyelamat kan Islam dan muslimin dari rong rongan penjahat agama, mulai dari masa terbaik umat yaitu generasi shahabat hingga masa kita skrang. Pembahasan ini juga bertujuan untuk memberi gambaran (yang benar) kepada sebagian muslimin yng telah memberikan gelar ulama kepada orang yang tidak pantas untuk menyandangnya.
a. Sebagian kaum muslimin ada yang meremehkan hak-hak ulama. Di sisi mereka, yang dinamakan ulama adalah orang yang pandai bersilat lidah dan memperindah perkataannya dengan cerita-cerita, syair-syair, atau ilmu-ilmu plembut hati.
b. Sebagian kaum muslimin menganggap ulama itu adalah orang yang mengerti realita hidup dan yang mendalaminya, orang-orang yang berani menentang pemerintah -meski tanpa petunjuk ilmu.
c. Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah kutu buku, meskipun tidak memahami apa yang dikandungnya sebagai mana yang dipahami generasi salaf.
d. Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah orang yang pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan alasan mendak wahi manusia. Mereka mengatakan kita tidk butuh kepada kitab-kitab, kita butuh kepada da’i dan dakwah.
e. Sebagian muslimin tidak bisa membedakan antara orang alim dgn pendongeng dan juru nasehat, srta antara pnuntut ilmu dn ulama. Di sisi mereka, para pndongeng itu adlh ulama tmpt bertanya dan me nimba ilmu. Di antara ciri-ciri ulama adalah:
1. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun. Al-Hasan menga takan: Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepda Rabbnya. Dalam riwayat lain: Orng yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di awahnya dn tidk mengmbil upah sedikitpun dlm menyampai kan ilmu Allah. (Al- Khithabul Minbariyyah, 1 /177)
2. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dn tidk serampangan menghukumi orang yg jahil sebagai orang yang menye lisihi As-Sunnah.
3. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mncapai derajat mereka atau mendektinya.
4. Mereka berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang diturunkn Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: وَيَرَى الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْعِلْمَ الَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang tlh diturunkn kpdmu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kpada jlan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji. ( Saba: 6)
5. Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisaln yang dibuat Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur'an, bahkan apa yng dimaukan oleh Allh dn Rasul-Nya. Allah Subha nahu wa Ta’ala berfirman: وَتِلْكَ اْلأَمْثاَلُ نَضْرِبُهاَ لِلنَّاسِ وَماَ يَعْقِلُهاَ إِلاَّ الْعاَلِمُوْنَ Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali org-org yg brilmu. (Al- Ankabut: 43)
6. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath( me ngambil hukum) dan memaha minya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: وَإِذَا جآءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوْا بِهِ وَلَوْ رَدُّوْهُ إِلَى الرَّسُوْلِ وَإِلَى أُولِي اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِطُوْنًهُ مِنْهُمْ وَلَوْ لاَ فَضْلَ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطاَنَ إِلاَّ قَلِيْلاً Apabila datang kepada mereka suatu brita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yg mmpu mengambil hukum (akan dpt) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kpd klian, tntulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja. (An-Nisa: 83)
7. Mereka adlh orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: قُلْ آمَنُوا بِهِ أَوْ لاَ تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِيْنَ أَوْتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذِا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّوْنَ لِلأًذْقاَنِ سُجَّدًا. وَيَقُوْلُوْنَ سُبْحاَنَ رَبِّناَ إِنْ كاَنَ وَعْدُ رَبِّناَ لَمَفْعُوْلاً. وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقاَنِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعاً Ktakanlah: Berimanlh kamu kepadanya atau tidak usah beriman ( sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur'an dibcakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur ats muka mrka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu' (Al-Isra: 107-109) [ Mu’amalatul ‘Ulama karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul, Wujub Al-Irtibath bil Ulama karya Asy- Syaikh Hasan bin Qasim Ar-Rimi] Inilah beberapa sifat ulama hakiki yang dimaukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dlm Al-Qur'an dn Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallm di dlm Sunnahnya. Dengan semua ini, jelaslah orang yang berpura-pura berpenampilan ulama dan berbaju dngan pakaian mereka pdahal tidak pantas mema kainya. Semua ini membeberkan hakikat ulama ahlul bid'ah yg mana mereka bukan sebagai pnyandang gelar ini. Dri Al-Quran dn As-Sunnah mereka jauh dan dari manhaj salaf mereka keluar. (Sumber: Majalah Asy-Syari'ah dgn sdikt prubahan.)
–ooOoo–
Para Imam Ahlussunnah Ashabul Hadits
Sumber: Majalah Salafy edisi IV/Dzulqa’dah/ 1416 /1996 rubrik Mabhats
Tabi'in Menurut Ilmu Hadits
Tabi'in Menurut Ilmu Hadits
a. Imam Muslim menjadikannya tiga Thabaqat
b. Ibn Sa’d menjadikannya empat Thabaqat
c. Al-Hakim menjadikannya lima belas Thabaqat, yang pertamanya adalah orang yang bertemu dngan sepuluh shahabat yang dibri kabar gembira untuk masuk surga. Siapa Mukhadhramin? Kata Mukhdhramin merupakan bentuk jamak (plural) dri kata Mukhadhrm. Pngertiannya adalah orang yang hidup pada msa Jahiliyah dan masa Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam lalu masuk Islam akan tetapi ia tidak sempat melihat beliau Shallallahu Alaihi Wassalam. Menurut pendapat yang shahih, Mukhadhramin dimasukkan ke dalam kategori kalangan Tabi’in. Jumlah mereka ditaksir sebanyak 20 orang seperti yang dihitung oleh Imam Muslim. Akan tetapi pen dapat yang tepat, bahwa jumlah mereka lebih dari itu, di antara nm mereka terdapat Abu 'Utsman an-Nahdi dan al-Aswad bin Yazid an-Nakha’iy. Siapa Tujuh Fuqaha? Di antara deretan para tokoh besar Tabi’in adalah mereka yg disebut al- Fuqaha asSab'ah (Tujuh Fuqaha) Mereka-lah para ulama besar kala ngan Tabi’in dan semuanya brasl dari Madinah. Mereka adalah:
1. Sa’id bin al-Musayyib
2. al-Qasim bin Muhammad
3. ‘Urwah bin az-Zubair
4. Kharijah bin Zaid
5. Abu Salamah bin ‘Abdurrahman
6. Ubaidullah bin Abdullh bin Utbah
7. Sulaiman bin Yasar (Dalam hal ini, Ibn al-Mubarak memasukkan Salim bin Abdullah bin Umar meng gantikan Abu Salamah. Sedangkan Abu az-Zinad memasukkan Abu Bakar bin Abdurrahman menggan tikan dua nama; Salim dan Abu Salamah) Siapa Kalangan Tabi’in Yang Paling Utama? Terdapat per bedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai siapa di antara kalangan Tabi’in tersebut yang paling utama. Pendapt yg masyhur bahwa yng paling utama di antara mereka adlh Sa'id bin al- Musayyib. Abu ‘Abdillah, Muhammad bin Khafif asy-Syairazi berkata, Ahli Madinah mengatakn, Tabi'in paling utama adlah Sa'id bin al-Musayyab. Ahli Kufah mengatakan, ‘Uwais al-Qarni. Ahli Bashrah mengatakan, al-Hasan al-Bashari.’Siapa Kalangan Tabi’iyyat Yang Paling Utama? Abu Bakar bin Abu Daud berkata, Dua wanita tokoh utama kalangan Tabi’iyyat (para wanita kalangan Tabi’in) adalah Hafshoh binti Sirin dan Amrah binti Abdurrahmn. Setelah itu, Ummu ad- Darda* Karya Karya Yang Paling Masyhur Tntang Tabi’in Di antaranya adalah kitab Ma’rifah at- Tabi’in karya Abu al-Mithraf bin Futhais al-Andalusi.** · Yang dimaksud di sini adalh Ummu ad-Darda 'ash-Shugra (isteri muda Abu ad-Darda’) yang bernama Hujaimah ( ada yang menyebutnya, Juhaimah). Sedangkan Ummu ad-Darda’ al-Kubra ( isteri tua Abu ad-Darda) bernama Khairah yang merupakan sorng wanita shahabat.ar-Rislh al-Mustathrifah, dari hal. 105 (SUMBER: Taysir Mushtholah al-Hadits karya Dr. Mahmud ath-Thahhan, hal. 202-203 , penerbit Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, Cet.IX, tahun 1997 /1417 H)
–ooOoo–
Ilmu Al-Jarh Wat-Ta'dil
1. Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam kepada seorang laki- laki : ”(Dan) itu seburuk-buruk saudara di tengah-tengah keluarganya” (HR. Bukhari).
2. Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam kepada Fathimah binti Qais yang menanyakan tentang Mu’ awiyyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm yang tengah melamarnya : Adapun Abu Jahm, dia tidak pernh mletakkan tongkat dari pundaknya ( suka memukul), sedangkan Mu’awiyyah seorang yang miskin tidak mempunyai harta (HR. Muslim). Dua hadits di atas merupakan dalil Al- Jarh dalam rangkan nasihat dan kemaslhatan. Adapun At-Ta’dil, salah satunya berdasarkan hadits :
3. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : Sebaik-baik hamba Allah adalah Khalid bin Walid, salah satu pedang diantara pedang- pedang Allah (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu). Oleh karena itu, para ulama membolehkan Al-Jarh wat-Ta’dil untuk menjaga syari’at/agama ini, bukan untuk mencela manusia. Dan sbagaimana dibolehkan Jarh dalam persaksian, maka pada perawi pun juga diper bolehkan; bahkan memperteguh dan mencari kebenaran dlm msalah agama lebih utama dripda masalah hak dan harta. Al-Jarh dn AtTa’dil dalam ilmu hadits menjadi berkem bang di kalangan shahabat, tabi'in, dan para ulama setelahnya hingga saat ini karena takut pada apa yng diperingatkn Rsulullh shallallahu 'alaihi wasallam : Akan ada pada umatku yang terakhir nanti orang-orang yang menceritakan hadits kepada kalian apa yang belum pernah kalian dan juga bapak-bapak kalian mndengr sbelumnya. Maka waspadalah terhadp mereka dan waspadailah mereka (Muqaddimah Shahih Muslim). Dari Yahya bin Sa’idAl-Qaththan dia berkata,Aku telah bertanya kepada Sufyan Ats-Tsaury, Syu’bah, dan Malik, serta Sufyan bin ‘Uyainah tentang seseorang yang tidak teguh dalam hadits. Lalu seseorng datang kepadaku dan bertanya tentang dia, mereka berkata, Kabar kanlah tentang dirinya bahwa haditsnya tidaklah kuat (Muqaddimah Shahih Muslim). Dari Abu Ishaq Al-Fazary dia berkata, Tulislah dari Baqiyyah apa yang telah ia riwayatkan dari orang-orang yang dikenal, dan jangan engkau tulis darinya apa yang telah dia riwayatkan dari orang-orang yang tidak dikenal, dan janganlah kamu menulis dari Isma’ il bin ‘Iyasy apa yang telah ia riwayatkan dari orang-orang yang dikenal maupun dari selain mereka (- Baqiyyah bin Al-Walid banyak melakukan tadlis dari para dlu'afaa ). Diketahuinya hadits-hadits yang shahih dan yang lemah hanyalah dengan penelitian para ulama’ yang berpengalaman yang dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk mengenali keadaan para perawi. Dikatakan kepada Ibnul-Mubarak : (Bagaimana dengan) hadits-hadits yang dipalsukan ini?. Dia berkata, Para ulama yang berpengalaman yang akan menghadapinya. Maka penyampaian hadits dan periwaya tannya itu adalah sama dengan penyampaian untuk agama. Oleh karenannya kewajiban syar’i menuntut akan pentingnya meneliti keadaan para perawi dan keadilan mereka, yaitu seorang yang amanah, alim terhadap agama, bertaqwa, hafal dan teliti pada hadits, tidak sering lalai dan tidak peragu. Melalaikan itu semua (Al-Jarh wat-Ta'dil) akn mnyebbkan kedustaan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Dikatakan kepada Yahya bin Sa’id Al- Qaththan, Apakah kamu tidak takut terhadap orang-orang yang kamu tinggalkan haditsnya akan menjadi musuh-musuhmu di hada pan Allah? . Dia berkata, Mereka menjadi musuh- musuhku lebih baik bagiku daripada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam yang menjadi musuhku. Beliau akan berkata : mngpa kamu mengambil hadits atas namaku padahal kamu tahu itu adalah kedustaan? (Al-Kifaayah halaman 144). Perbedaan Tingkat Pr Perawi Tingkatan perawi itu berbeda-beda : Diantara mereka Ats-Tsabt (yang teguh), Al-Hafidh (yang hafalannya kuat), Al-Wari' (yang shalih/hati-hati), Al-Mutqin (yang teliti), An-Naqid (yang kritis terhadap hadits). Yg mendapatkan predikt demikian ini tidak lagi dipe rselisihkan, dan dijadikan pegangan atas Jarh dan Ta’dil -nya, dan pendapatnya tentang para perawi dapat dijadikan sebagai hujjah. Di antara mereka ada yang memiliki sifat Al-‘Adl dalam dirinya, tsabt teguh dalam periwayatannya, shaduq jujur dan benar dalam penyampaiannya, wara’ dalam agamanya, hafidh dan mutqin pada haditsnya. Demikian itu adalh perawi yang ‘adil yang bisa dijadikan hujjah dengan haditsnya, dan dipercaya pribadinya. Di antra mereka ada yang shaduq , wara' , shalih dan bertaqwa, dan tsabt ; namun terkadang slh periwayatan nya. Pra ulama peneliti hadits msih menerimanya dan ia dapat dijadikn sebagai hujjah dalam haditsnya. Di antara mereka ada yang shaduq , wara', bertaqwa, namun seringkali lali, ragu, salah, dan lupa. Yang demikian ini boleh ditulis hditsnya bila trkait dngan targhib motivasi dan tarhib (ancaman), kezuhudan, dan adab. Adapun untuk masalah halal dan hrm tidk boleh berhujjah dengan haditsnya. Adapun orang yang nampak drinya kebohongan, maka haditsnya ditinggalkan dan riwayatnya dibuang ( Muqaddimah Al-Jarh wat-Ta’dil 1/10)
Tingkatan2 Al-Jarh Wat-Ta'dil
1. Tingkatan Pertama Yang meng gunakan bentuk superlatif dalam penta’dil-an, atau dengan meng gunakan wazan af’ala dengan menggunakan ungkapan ungkapn seperti : Fulan kpadanyalah puncak ketepatan dalam periwayatan atau Fulan yang paling tepat priwayatan dan ucapannya atau Fulan orang yang paling kuat hafalan dan ingatannya.
2. Tingkatan Kedua Dengan menye butkan sifat yang menguatkan ke-tsiqah-annya, ke-‘adil- annya, dn ketepatan periwayatannya, baik dengan lafadh maupun dengan makna; seperti : tsiqatun-tsiqah , atau tsiqatun-tsabt , atau tsiqah dan terpercaya ( ma’mun ), atau tsiqah dan hafidh .
3. Tingkatn Ktiga Yang mnunjukkn adanya pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu, seperti : tsiqah, tsabt, atau hafidh.
4. Tingkatn Keempt Yng menunjuk kan adanya ke-‘adil-an dn keper cayaan tanpa adanya isyarat akan kekuatan hafalan dan ketelitian. Seperti : Shaduq , Ma’mun (dipercaya), mahalluhu ash-shidq (ia tempatnya kejujuran), atau laa ba'sa bihi (tdk mengapa dngnnya. Khusus untuk Ibnu Ma’in kalimat laa ba’sa bihi adalah tsiqah (Ibnu Ma’in dikenal sebagai ahli hadits yg mutasyaddid , sehingga lafadh yng biasa saja bila ia ucapkn sudah cukup untuk menunjukkan ke tsqah an perawi tersebut).
5. Tingktn Kelima Yng tidak menun jukkan adanya pentsiqahan ataupun celaan; seperti : Fulan Syaikh (fulan seorang syaikh), ruwiya 'anhul-hadiits (diriwayatkn darinya hadits), atau hasanul hadiits ( yang baik haditsnya).
6. Tingkatan Keenam Isyarat yang mendekati celaan (jarh), seperti : Shalihul-Hdiits (haditsnya lumayn),atau yuktabu hadiitsuhu ( ditulis haditsnya). Hukum Tingkatan-Tingkatn Ini
1. Untuk tiga tingkatn pertama, dapat dijadikan hujjah, meskipun sebagian mereka lebih kuat dari sebagian yang lain.
2. Adapun tingkatan keempat dan kelima, tidak bisa dijadikan hujjah. Tetapi hadits mereka boleh ditulis, dan diuji kedlabithan mereka dengan membandingkan hadits mereka dengan hadits-hadits para tsiqah yang dlabith. Jika sesuai dengan hadits mereka, maka bisa dijdikn hujjah. Dn jika tidak sesuai, maka ditolak.
3. Sedangkan untuk tingkatan keenm, tidak bisa dijadikan hujjah. Tetapi hadits mereka ditulis untuk dijadikan sebagai pertimbngn saja, bukan untuk pengujian, krn mreka tidak dlabith. Tingkatan Al-Jarh
1. Tingkatan Pertama Yang menun jukkan adanya kelemahan, dan ini yang paling rendah dalam tingktn al-jarh seperti : layyinul- hadiits (lemh haditsnya), atau fiihi maqaal (dirinya diperbincangkan), atau fiihi dla'fun (pdanya ada kelemahn)
2. Tingktn Kedua Yang mnunjukkn adanya plemahan terhadap perawi dan tidak boleh dijadikan sebagai hujjah; seperti : Fulan tidak boleh dijadikan hujjah, atau dla'if , atau ia mempunyai hadits-hadits yang munkar, atau majhul (tdk diketahui identitas/ kondisinya).
3. Tingkatn Ktiga Yang mnunjukkn lemah sekali dan tidak boleh ditulis haditsnya, seperti : Fulan dla’if jiddan (dla’if sekali), atau tidak ditulis haditsnya, atau tidak halal periwayatan darinya, atau laisa bi-syai-in (tidak ada apa-apanya). ( Dikecualikan untuk Ibnu ma’in bahwasannya ungkapan laisa bisyai-in sebagai petunjuk bahwa hadits perawi itu sedikit).
4. Tingkatan Keempat Yang menunjukkan tuduhan dusta atau pemalsua hadits, seperti : Fulan muttaham bil-kadzib (dituduh berdusta) atau dituduh memalsukan hadits, atau mencuri hadits, atau matruk ( yang ditinggalkan), atau laisa bi tsiqah (bukan orang yang terpercaya).
5. Tingkatan Kelima Yg mnunjukkn sifat dusta atau pemalsu dan semacamnya; seperti : kadzdzab (tukang dusta), atau dajjal , atau wadldla' (pemalsu hadits), atau yakdzib (dia berbohong), atau yadla' ( dia memalsikan hadits).
6. Tingkatan Keenam Yang menun jukkan adnya dusta yang brlebihn, dan ini seburuk-buruk tingkatan; seperti : Fulan orang yang paling pembohong, atau ia adlah puncak dalam kedustaan, atau dia rukun kedustaan. Hukum Tingkatan-Tingkatan Al- Jarh
1. Untuk dua tingkatan pertama tidak bisa dijadikan sebagai hujjah terhadap hadits mereka, akan tetapi bolh ditulis untuk diprhatikn saja. Dan tentunya orang untuk tingkatan kedua lebih rendah kedudukannya daripada tingkatan pertama.
2. Sedangkan empat tingkatan terakhir tidak boleh dijadikan sebagai hujjah, tidak boleh ditulis, dan tidak dianggap sama sekali.( Tadriibur-Rawi halaman 229-233 ; dan Taisir Musthalah Al-Hadits halaman 152-154). Kitab-Kitab yang membahas Tentang Al-Jarh wat-Ta’dil Penyusunan karya dalam ilmu Al-Jarh wat-Ta’dil telah berkembang sekitar abad ketiga dan keempat, dan komentar orang-orang yang berbicara mengenai para tokoh secara jarh dan ta’dil sudah dikumpulkan. Dan jika permulaan penyusunan dalam ilmu ini dinisbatkan kepada Yahya bin Ma’in, Ali bin Al-Madini, dan Ahmad bin Hanbal; maka penyusunan secara meluas terjadi sesudah itu, dalam karya-karya yang mencakup perkataan para gnerasi awal trsbut. Para pnyusun mempunyai mtode yang berlainan :
a. Sebagian di antara mereka hnya menyebutkan orag-orng yangdla'if saja dalam karyanya.
b. Sebagian lagi menyebutkan org orang yang tsiqaat saja.
c. dan sebagian lagi menggabungkan antara yang dla'if dan yang tsiqaat. Sebagian besar metode yang dipakai oleh para pengarang adalah mengurutkan nama para perawi sesuai dengan huruf kamus ( mu’jam ). Dan berikut ini karya-karya mereka yang sampai kepada mereka :
1. Kitab Ma’rifatur-Rijaal , karya Yahya bin Ma’in (wafat tahun 233 H), terdapat sebagian darinya berupa manuskrip.
2. Kitab Adl-Dlu’afaa’ul-Kabiir dan Adl- Dlu’afaa’ush-Shaghiir , karya Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari ( wafat tahun 256 H), dicetak di India. Karya bliau yang lain : At-Tarikh Al- Kabiir Al-Ausath , dan Ash-Shaghiir[/I].
3. Kitab Ats-Tsiqaat , karya Abul-Hasan Ahmad bin Abdillah bin Shalih Al-‘Ijly ( wafat tahun 261 H), manuskrip.
4. Kitab Adl-Dlu’afaa’ wal-Matrukiin , karya Abu Zur’ah Ubaidillah bin Abdilkariim Ar-Razi (wafat tahun 264 H), manuskrip.
5. Kitaab Adl-Dlu’afaa’ wal- Kadzdzabuun wal-Matrukuun min- Ashhaabil-Hadiits , karya Abu 'Utsman Sa’id bin ‘Amr Al-Bardza’I (wafat tahun 292 H).
6. Kitab Adl-Dlu'afaa'wal-Matrukiin , karya Imam Shmad bin Ali AnNasa'I ( wafat tahun 303 H), telah dicetak di India brsama kitab Adl-Dlu'afaa karya Imam Bukhari.
7. Kitab Adl-Dlu’afaa’ , karya Abu Ja’far Muhammad bin ‘Amr binMusa bin Hammad Al-‘Uqaily (wafat tahun 322 H), manuskrip.
8. Kitab Ma’rifatul-Majruhiin minal- Muhadditsiin, krya Mhammd bin Ahmad bin Hibban Al-Busti (wafat tahun 354 H), manuskrip; dan karyanya Kitab Ats-Tsiqaat , juga mnuskrip. Dan di antara karya karya mreka adalah tentang sejarh perawi ahdits secara umum, tidak hanya trbatas pada biografi tokoh tokoh sja, atau biografi pr tsiqaat saja, atau para dlu'afaa saja; seperti :
9. Kitab At-Tarikhul-Kabiir , karya Imam Bukhari (wafat tahun 256 H) mencakup atas 12315 c biografi sebagaimana dalam naskah yang dicetak dengan nomor.
10. Kitab Al-Jarh wat-Ta'dil , karya Abdurrahman bin Abi Hatim Ar-Razi ( wafat tahun 327 H) dn ia trmasuk di antara yang paling besar dari kitab- kitab tentang Al-Jarh wat-Ta’dil yang sampai pada kita, dan paling banyak faidahnya; dimna ia mencakup banyak prktaan para imam Al-Jarh wat-Ta’dil terkait dengan para perawi hadits. Kitab ini merupakan ringkasan dari upaya para pendahulu yang mengerti ilmu ini mengenai para perawi hadits secara umum. Kemudian karya-karya mengenai perawi hadits yang disebutkan dalam kutubus- sittah dan lainnya, sebagian di antaranya khusus pda perawi satu kitab, dan sbgian yng lain mencakup kitab-kitab hadits dan lainnya.
11. Kitb Asaami Man Rawa 'anhum Al- Bukhari karya Ibnu Qaththan – Abdullah bin 'Ady Al-Jurjani (wafat tahun 360 H), manuskrip.
12. Kitab Dzikri Asma’it-Tabi’iin wa Man ba’dahum Min Man Shahhat Riwayatuhu minats-Tsiqat indal-Bukhari , karya Abul-hasan Ali bin Umar Ad-daruquthni (wafat tahun 385 H), manuskrip.
13. Kitab Al-Hidayah wal-Irsyaad fii Ma’ rifati Ahlits-Tsiqah was-Sadaad , karya Abu Nashr Ahmad bin Muhammad Al- kalabadzi (wafat tahun 398 H), khusus tentang perawi Imam Bukhari; manuskrip.
14. Kitab At-Ta’dil wat-Tarjih li Man Rawa ‘anhul-Bukhari fish-Shahiih , karya Abul-Walid Sulaimn bin Khalaf Al-Baaji Al-Andalusi (wafat tahun 474 H), manuskrip.
15. Kitab At-Ta’rif bi Rijaal Al- Muwaththa’ , karya Muhammad bin Yahya bin Al-Hidza’ At-tamimi (wafat tahun 416 H); manuskrip.
16. Kitab Rijaal Shahih Muslim , karya Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Manjawaih Al-Ashfahani (wafat tahun 247 H); manuskrip.
17. Kitab Rijal Al-Bukhari wa Muslim karya Abul-hasan Ali bin ‘Umar Ad- daruquthni (wafat tahun 385 H); manuskrip.
18. Kitab Rijal AlBukhari wa Muslim , karya Abu Abdillah Al-hakim An- Naisabury (wafat tahun 404 H); telah dicetak.
19. Kitab Al-Jam’I baina Rijalish- Shahihain , karya Abul-Fadll Muhammad bin Thahir Al-Maqdisy (wafat tahun 507 H); dicetak.
20. Kitab Al-Kamal fi Asmaa-ir-Rijaal ,karya Al-Hafidh Abdul Ghani bin Abdil- Wahid AlMaqdisy Al-Jumma'ily (wafat tahun 600 H), termasuk karya tertua yang sampai pada kita yang secra khusus membahas perawi kutub sittah . Kitab ini dianggap sebagai asal bagi orang setelahnya dalam bab ini. Dan sejumlah ulama’ telah melakukan prbaikan dan peringkasan atasnya.
21. Kitab Tahdzibul-Kamal , karya Al- Hafidh Al-Hajjaj Yusuf bin Az-Zaki Al- Mizzi (wafat tahun 742 H).
22. Kitab Tadzkiratul-Huffadh , karya Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin ‘ Utsman Adz-Dzahabi (wafat tahun 748 H).
23. Kitab Tahdzibut-Tahdzib , karya Adz- Dzahabi juga.
24. Kitab Al-Kasyif fii Ma’rifat man Lahu Riwayat fil-Kutubis-Sittah , karya Adz- Dzahabi juga.
25. Kitab Tahdzibut-Tahdzib , karya Al- hafidh Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani (wafat tahun 852 H), yang merupakan ringkasan dan prbaikn dari Tahdzibul- Kamal karya Al-Hafidh Al-Mizzi; dan dia adalah kitab yang paling menonjol yang dicetak secara terus-menerus. Di dalamnya Ibnu hajar telh mringkas hal-hal yang perlu diringkas, dan menambah hal-hal yg terlewatkan di kitab asli, dan kitab Kitab Tahdzibut- Tahdzib adalah kitab paling baik dan paling detil.
26. Kitab Taqribut-Tahdzib , karya Ibnu Hajar jga.
27. Kitb Khulashh Tahdzibul-Kamal, krya Shafiyyuddin Ahmad bin Abdillah Al-Khazraji (wafat tahun 934 H).
28. Kitab Ta’jilul-Manfa’ah bi Zawaid Al- Kutub Al-Arba’ah , krya Al-Hafidh Ibnu Hajar Al 'Atsqalany.
29. Kitab Mizaanul-I’tidaal fii Naqdir- Rijaal , karya Al-Hafidh Adz-Dzahabi ( wafat tahun 748 H). dan termasuk kitab yang paling lngkap tentang biografi orang-orangyang di- jarh .
30. Kitab Lisaanul-Mizaan , karya Al- Hafidh Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani.
31. Kitab At-Tadzkiratul bir-Rijaal Al-‘ Asyarah , karya Abu Abdillah Muhammad bin Ali Al-Husaini Ad- Dimasyqi (wafat tahun 765 H). Kitab ini mencakup atas biografi sepeuluh perawi dari kitab-kitab hadits, yaitu : al-kutubus-sittah , yang menjadi objek pembahasan pada kitab Tahdzibul-Kamal -nya Al-Mizzi, ditambah empat kitab lagi karya imam empat madzhab : Al-Muwaththa, Musnad Asy- Syafi’I, Musnad Ahmad, Al-Musnad yang diriwayatkan oleh Al-Husain bin Muhammad bin Khasru dari hadits Abu Hanifah. Dan terdapat manuskrip lengkap dari kitab At-Tadzkirah ini.
Mutshalah Hadits
Musthalah Hadits Sebelumnya, ada baiknya kita perhatikan skema pembagian hadits sebagai berikut sebagai pengantar:
1. Pembagian hadits dilihat dari segi sampainya kepada kita :
a. Hdits Mutawtir Hadits mutawatir dibagi menjadi mutawatir lafdhi dan mutawatir ma'nawi b. Hadits Ahad Hadits ahad dibagi menjadi: Hadits Masyhur - Hadits ‘Aziz Hadits Gharib : gharib mutlaq dan gharib nisbi
2. Pembagian hadits dilihat dari kuat dan lemahnya (masuk dalam pembahasan hadits ahad):
a. Hadits Maqbul ; terdiri dari : Hadits shahih : shahih lidzaatihi dan shahih lighairihi - Hadist hasan : hasan lighairihi Pembagian khabar maqbul dilihat dari yang dapat diamalkan dn tidk dpat diamalkan: Al-Muhkam Al-Mukhtalif
b. Hdits Mardud ; terdiri dari Hdits dla'if dn saudara-saudaranya. Pem bagian hadits dla'if. Dla'if akibat cct pd snadnya ( gugur sanadnya)
@ Keguguran secara dhahir: Mu’allaq, Mursal, dan Munqathi
@ Keguguran secara tersembunyi : Mudallas dan Mursal - Dla’if akibat cacat pada rawi hadits :
@ Maudlu’
@ Matruk
@ Munkar
@ Ma’ruf
@ Mu’allal
@ Mukhalafah lits-Tsiqaat : Mudraj, Maqlub, Al-Maziid fii Muttashilil- Asaanid, Mudltharib, dan Mushahhaf
@ Syadz (dan sekaligus dibahas : Mahfudh)
@ Hadits dla’if akibat Jahalatur-Rawi ( Majhul)
@ Hadits dla’if akibat Bid’atur-Rawi 3. Pembagian Hadits Menurut Sandarannya:a. Hadits Qudsi
b. Marfu’
c. Mauquf
d. Maqthu' Ada beberapa penjelasn lain mengenai Muttabi’ dan Asy-Syahi, serta jaln mncapai kduanya (I’tibar) Ilmu Musthalah Hadits Ilmu Musthalah hadits adalah ilmu tentang dasar dan kaidah yang dengannya dapt diketahui keadaan sanad dn matan dari segi diterima dan ditoleknya. Objeknya adalah sanad dn matan dari segi diterima dan ditolaknya. Buah dari ilmu ini : membedakan hadits shahih dari yg tidk shahih. Al-Musnad : secara bahasa berarti yang disandarkan kepadanya. Sedangkan Al-Musnad menurut istilah ilmu hadits mempu nyai beberapa arti :
a. Stiap buku yang berisi kumpuln riwyt stiap shahabt scra tersendiri.
b. Hadits marfu’ yang sanadnya bersambung.
c. Yg dimaksud dengan Al-Musnad adalah sanad, maka dengan makna ini menjadi mashdar yang diawali dengan huruf mim mashdar miimi . Al-Muhaddits adalah orang yang berkecimpung dengan ilmu hadits riwayah dan dirayah dan meneliti riwayat-riwayat dan keadaan para perawinya. Al-hafidh adalah:
a. Menurut kebanyakan ahli hadits sepadan dengan Al-Muhaddits .
b. Pendapat yang lain mengatakan bahwa Al-Hafidh derajatnya lebih tinggi dari Al-Muhaddits karena yang diketahuinya pada setiap thabaqah ( tingkat generasi) lebih banyak daripada yang tidak diketa huinya. Al-Hakim menurut sbagian ulama adalah orang yng mnguasai semua hadits kecuali sebagian kecil saja yang tidak diketahuinya.
Hadits Mutawatir
Sedangkan mutawatir menurut istilah adlh apa yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak orang yang menurut kbiasaan mereka terhindr dari melakukan dusta mulai dari awal hingga akhir sanad. Atau : hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak pada setiap tingkatan sanadnya menurut akal tidak mungkin para perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadits, dan mereka bersandarkan dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat diketahui dengan indera seperti pendengarannya dan semacamnya. Syarat-Syaratnya : Dari definisi di atas jelaslah bahwa hadits mutawatir tidak akan terwujud kecuali dengan empat syarat berikut ini :
1 . Diriwayatkan oleh jumlah yang banyak.
2 . Jumlah yang banyak ini berada pada semua tingkatan (thabaqat) sanad.
3 . Menurut kebiasaan tidak mungkin mereka bersekongkol/bersepakat untuk dusta.
4 . Sandaran hadits mereka dengan menggunakan indera seperti perkataan mereka : kami telah mendengar , atau kami telah melihat, atau kami tlah menyntuh, atau yang seperti itu. Adapun jika sandaran mereka dngn menggu nakn akal, maka tidk dapat dikatkn sebagai hadits mutawatir. Apakah untuk Mutawatir Disyaratkan Jumlah Tertentu ?? 1. Jumhur ulama berpendapat bahwasannya tidak disyaratkan jumlah tertentu dalam mutawatir. Yang pasti harus ada sejumlah bilangan yang dapat meyakinkan kebenaran nash dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. 2. Diantara mereka ada yang mensyaratkan dengan jumlah tertentu dan tidak boleh kurang dari jumlah tersebut.
1 . Ada yang berpendapat : Jumlahnya empat orang brdasrkn pada kesaksian perbuatan zina.
2 . Ada pendapat lain : Jumlahnya lima orang berdasarkan pada masalah li’an .
3 . Ada yang berpendapat lain juga yang mengatakan jumlhnya 12 orang seperti jumlah pemimpin dalam firman Allah (yang artinya) : Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin (QS. Al-Maidah ayat 12). Ada juga yang berpendapat selain itu berda sarkan kesaksian khusus pada hal-hal tertentu, namun tidak ada ada bukti yang menunjukkan adanya syarat dalam jumlah ini dalam kemutawatiran hadits. Pembagian Hadits Mutawatir Hadits mutawatir terbagi menjadi dua bagian, yaitu Mutawatir Lafdhy dan Mutawatir Ma'nawi . 1. Mutawatir Lafdhy adlh apabila lafadh dan maknannya mutawatir. Misalnya hadits (yang artinya) : Barangsiapa yang sngaja berdusta atas namaku (Rasulullah shallallaahu ‘ alaihi wasallam) maka dia akan mendapatkan tempat duduknya dari api neraka. Hadits ini telah diriwayatkan lebih dari70 orang shahabat, dan dintra mereka termasuk 10 orang yang dijamin masuk surga. 2. Mutawatir Ma’nawy adalah maknannya yg mutawatir sedangkan lafadhnya tidak. Misalnya, hadits-hadits tntng mengangkat tangan ketika brdoa. Hadits ini telah diriwayatkan dari Nabi sekitar 100 macam hadits tentang mengangkat tangan ketika berdo’a. Dan setiap hadits tersebut berbeda kasusnya dari hadits yang lain. Sedangkan setiap kasus belum mencapai derajat mutawatir. Namun bisa menjadi mutawatir karena adanya bberapa jalan dan persamaan antara hadits-hadits tersebut, yaitu tentang mengangkat tangan ketika brdo'a. Keberadaannya Sebagian di antara mereka mengira bahwa hadits mutawatir tidak ada wujudnya sama sekali. Yang benar ( insyAllah) bahwa hadits mutawatir jumlhnya cukup banyak di antara hadits-hadits yang ada. Akan tetapi bila dibandingkan dengan hadits ahad, maka jumlahnya sangat sedikit. Misalnya : Hadits mengusap dua khuff , hadits mengangkat tangan dalam shalat, hadits tentang telaga, dan hadits : Allah merasa senang kepada seseorang yang mendengar ucapanku. dan hadits Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf , hadits Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun untuknya rumah di surga , hadits Setiap yang memabukkan adalah haram, hadits Tentang melihat Allah di akhirat , dan hadits tntang larangan menjadikan kuburan sebagai msjid . Mereka yang menga takan bahwa hadits mutawatir kberadaannya sedikit, seakan yang dimaksud mereka adalah mutwatir lafdhy, sebaliknya….. mutawatir ma’nawy banyak jumlahnya. Dgn dmikian, maka perbedaan hnyalah bersifat lafdhy saja. Hukum Hadits Mutawatir Hdits mutawatir mengan dung ilmu yang harus diyakini yg mengharuskan kepada manusia untuk mempercayainya dengan sepenuh hati sehingga tidak perlu lagi mengkaji dan menyelidiki. Seperti pengetahuan kita akan adanya Makkah Al-Mukarramah, Madinah Al-Munawarah, Jakarta, New York, dan lainnya; tanpa membutuhkan penelitian dan pengkajian. Maka hadits mutawatir adalah qath’I tidak perlu adanya penelitian dan penyelidikan tentang keadaan para perawinya . Buku-Buku Tntng Hdits Mutawatir sebagian ulama tlh mengumpulkan hadits-hadits mutawatir dalam sebuah buku tersendiri. Diantara buku-buku tersebut adalah :
1. Al-Azhar Al-Mutanatsirah fil-Akhbaar Al-Mutawattirah , karya As-Suyuthi, brurutan berdasarkan bab.
2. Qathful Azhar , karya As-Suyuthi, ringkasan dari kitab di atas.
3. Al-La’ali’ Al-Mutanatsirah fil-Ahaadits Al-Mutawatirah , karya Abu Abdillah Mhammad bin Thulun Ad-Dimasyqy.
4. Nadhmul Mutanatsirah minal-Hadiits Al-Mutawatirah , karya Muhammad bin Ja’far Al-Kittani. Nudhatun-Nadhar Syarh Nukhbatul-Fikr , Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani halaman 24; Taisir Mustahalah Hadits , Dr. Mahmud Ath-Thahhan halaman 19 , Tadribur- Rawi halaman 533