Hadits Mursal

Mursal menurut bahasa merupakan isim maf’ul yang berarti dilepaskan. Sedangkan hadits mursal menurut istilah adalah hadits yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabi’in. Seperti bila seorang tabi’in mengatakan,” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda begini atau berbuat begini”. Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya pada Kitab Al-Buyu’, berkata : Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Rafi’, (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Hujain, (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Laits dari ‘Aqil dari Ibnu Syihab dari Said bin Al-Musayyib ,”Bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah melarang Muzabanah ( jual beli dengan cara borongan hingga tidak diketahui kadar timbangannya).” Said bin Al-Musayyib adalah seorang tabi’in senior, meriwayatkan hadits ini dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tanpa menyebutkan perantara dia dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Maka sanad hadits ini telah gugur pada akhirnya, yaitu perawi setelah tabi’in. Setidaknya telah gugur dari sanad ini shahabat yang meriwayatkannya. Dan sangat mungkin telah gugur pula bersamanya perawi lain yang setingkat (se-thabaqah) dengannya dari kalangan tabi’in. Inilah hadits mursal menurut ahli hadits. Sedangkan menurut ulama fiqih dan ushul fiqih lebih umum dari itu, yaitu bahwa setiap hadits yang munqathi’ (= akan dijelaskan lebih lanjut nanti insyaAllah) menurut mereka adalah mursal. Hukumnya 1. Jumhur (mayoritas) ahli hadits dan ahli fiqih berpendapat bahwa hadits mursal adalah dla’if dan menganggapnya sebagai bagian dari hadits mardud (tertolak), karena tidak diketahui kondisi perawinya. Bisa jadi perawi yang gugur dari sanad adalah shahabat atau tabi’in. Jika yang gugur itu shahabat, maka tidak mungkin haditsnya ditolak, karena semua shahabat adalah ‘adil. Jika yang gugur itu adalah tabi’in, maka sangat dimungkinkan hadits tersebut adalah dla’if. Namun dengan kemungkinan seperti ini, tetap tidak bisa dipercaya atau dipastikan bahwa perawi yang gugur itu seorang yang ‘adil. Dan meskipun diketahui bahwa sang tabi’in tidak akan meriwayatkan kecuali dari orang yang tsiqah, maka hal ini pun tidak cuckup untuk mengangkat ketidakjelasan kondisi si perawi. 2. Pendapat lain mengatakan bahwa hadits mursal adalah shahih dan dapat dijadikan sebagai hujjah, terlebih lagi jika si tabi’in tidak meriwayatkan hadits kecuali dari orang-orang yang tsiqah dan dapat dipercaya. Pendapat ini masyhur dalam madzhab Malik, Abu Hanifah, dan salah satu dari dua pendapat Imam Ahmad. 3. Imam Syafi’I berpendapat bahwa hadits-hadits mursal para tabi’in senior dapat diterima apabila terdapat hadits mursal dari jalur lain, atau dibantu dengan perkataan shahabat ( qaulush- shahaby ). Mursal Shahabi Jumhur muhadditsiin dan ulama ushul fiqih berpendapat bahwa mursal shahabi adalah shahih dan dapat dijadikan hujjah. Yaitu apa yang dikhabarkan oleh seorang shahabat tentang sesuatu yang telah dikerjakan oleh Nabi atau semisalnya, yang menunjukkan bahwa dia tidak menyaksikan secara langsung karena faktor usianya yang masih kecil, atau karena faktor keterlambatan masuk Islam. Contohnya : Hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa dalam Shahih Bukhari dan Muslim, ia mengatakan : ” Awal mula wahyu datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah mimpi yang benar. Maka tatkala beliau melihat sebuah mimpi melainkan datang dalam wujud seperti bintang di shubuh hari. Lalu kemudian beliau dibuat senang menyendiri, sehingga beliau sering menyendiri di Gua Hira’ dimana beliau bertahannuts (beribadah) selama beberapa malam sebelum kemudian kembali menemui keluarganya……..” . ( sampai akhir hadits) Dalam hal ini, ‘Aisyah dilahirkan empat atau lima tahun setelah kenabian. Lalu dimanakah posisi dia pada saat wahyu diturunkan? Maka pendapat ini dalah pendapat yang benar (yaitu mursal shahabi adalah maqbul), karena semua shahabat adalah ‘adil. Dan pada dhahirnya, seorang shahabat tidak memursalkan sebuah hadits kecuali dia telah mendengarnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, atau dari seorang shahabat lain yang telah mendengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, para ulama hadits menganggap mursal shahabi sama hukumnya dengan hadits yang bersambung sanadnya. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat banyak hadits yang seperti itu. Ada yang mengatakan bahwa mursal shahabi itu sama hukumnya dengan mursal- mursal yang lain. Namun pendapat ini adalah lemah dan ditolak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

www.picasion.com

SAHABAT

TOTAL TAYANGAN KAMI
free hit counter

KLIK MURTOMPANG CITY