waqul lilmu/minaati yaghdhudhna min abshaarihinna wayahfazhna furuujahunna walaa yubdiina ziinatahunna illaa maa zhahara minhaa walyadhribna bikhumurihinna 'alaa juyuubihinna walaa yubdiina ziinatahunna illaa libu'uulatihinna aw aabaa-ihinna aw aabaa-i bu'uulatihinna aw abnaa-ihinna aw abnaa-i bu'uulatihinna aw ikhwaa nihinna aw banii ikhwaanihinna aw banii akhawaatihinna aw nisaa-ihinna aw maa malakat aymaanuhunna awi alttaabi'iina ghayri ulii al- irbati mina alrrijaali awi alththhifli alladziina lam yazhharuu 'alaa 'awraati alnnisaa-i walaa yadhribna bi- arjulihinna liyu'lama maa yukhfiina min ziinatihinna watuubuu ilaa allaahi jamii'an ayyuhaa almu/minuuna la'allakum tuflihuuna 31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yg (biasa) nampak dari pdanya. Dn hendaklah mreka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera- putera mereka, atau putera- putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Sakan di dalam kitab 'Fi Ma'rifatish Shahabah' mengetengahkan sebuah hadis melalui Abdullah ibnu Shubaih yang ia terima dari ayahnya, yang menceritakan, "Aku pernah menjadi budak milik Huwathib ibnu Abdul Uzza. Kemudian aku meminta perjanjian Kitabah untuk merdeka kepadanya, maka turunlah firman-Nya, 'Dan budak-budak yang kalian miliki yang menginginkan perjanjian...'" (Q.S. An Nur, 33). Imam Muslim mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Abu Sofyan yang ia terima dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang menceritakan, bahwa Abdullah ibnu Ubay pernah mengatakan kepada seorang budak wanitanya, "Pergilah kamu melacurkan diri untuk mendapatkan sesuatu buat kami". Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nur, 33). Imam Muslim mengetengahkan pula dari jalur sanad ini, bahwasanya seorang budak wanita milik Abdullah ibnu Ubay yang dikenal dengan nama panggilan Masikah dan seorang budak lainnya yang bernama Umaimah, keduanya disuruh secara paksa untuk melakukan pelacuran, kemudian kedua budak wanita itu melaporkan hal itu kepada Nabi saw., lalu Allah swt. menurunkan firman- Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nuur, 33). Imam Hakim mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Zubair yang ia terima dari Jabir, yang menceritakan, bahwa Masikah menjadi budak wanita milik salah seorang dari kalangan Anshar. Lalu ia menceritakan, "Sesungguhnya tuanku telah memaksa diriku supaya melacurkan diri, maka turunlah firman-Nya, 'Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran...'" (Q.S. An Nuur, 33). Al Bazzar dan Imam Thabrani keduanya mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang sahih melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Abdullah ibnu Ubay memiliki seorang budak wanita bekas pelacur di zaman jahiliyah. Ketika perbuatan zina diharamkan budak wanita itu berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan berzina lagi untuk selama- lamanya". Maka turunlah firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nuur, 33). Al Bazzar mengetengahkan hadis yang serupa dengan hadis ini melalui Anas r.a. hanya sanadnya daif. Disebutkan di dalam hadisnya bahwa budak wanita itu bernama Muadzah. Said ibnu Manshur mengetengahkan sebuah hadis melalui Syakban ibnu Amr ibnu Dinar yang ia terima dari Ikrimah, bahwa Abdullah ibnu Ubay memiliki dua budak wanita; yang satu bernama Masikah dan yang kedua bernama Mu'adzah. Abdullah ibnu Ubay memaksa keduanya untuk melacurkan diri. Salah seorang di antara keduanya menjawab, "Jika perbuatan zina itu baik, maka sesungguhnya aku telah mendapatkan keuntungan yang banyak darinya dan jika perbuatan buruk, maka aku harus meninggalkannya". Maka turunlah firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak- budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nuur, 33). wa-ankihuu al-ayaamaa minkum waalshshaalihiina min 'ibaadikum wa-imaa-ikum in yakuunuu fuqaraa-a yughnihimu allaahu min fadhlihi waallaahu waasi'un 'aliimun 32. Dan kawinkanlah orang- orang yang sedirian [1036 ] di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. [1036 ] Maksudnya: hendaklah ladi-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin. walyasta'fifi alladziina laa yajiduuna nikaahan hattaa yughniyahumu allaahu min fadhlihi waalladziina yabtaghuuna alkitaaba mimmaa malakat aymaanukum fakaatibuuhum in 'alimtum fiihim khayran waaatuuhum min maali allaahi alladzii aataakum walaa tukrihuu fatayaatikum 'alaa albighaa-i in aradna tahashshunan litabtaghuu 'aradha alhayaati alddunyaa waman yukrihhunna fa-inna allaaha min ba'di ikraahihinna ghafuurun rahiimun 33. Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka [1037 ], jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu [1038 ]. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu [1039 ]. [1037 ] Salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yaitu seorang hamba boleh meminta pada tuannya untuk dimerdekakan, dengan perjanjian bahwa budak itu akan membayar jumlah uang yang ditentukan. Pemilik budak itu hendaklah menerima perjanjian itu kalau budak itu menurut penglihatannya sanggup melunasi perjanjian itu dengan harta yang halal. [1038 ] Untuk mempercepat lunasnya perjanjian itu hendaklah budak-budak itu ditolong dengan harta yang diambilkan dari zakat atau harta lainnya. [1039 ] Maksudnya: Tuhan akan mengampuni budak-budak wanita yang dipaksa melakukan pelacuran oleh tuannya itu, selama mereka tidak mengulangi perbuatannya itu lagi. SEBAB TURUNNYA AYAT: Firman Allah swt, "Dan apabila mereka dipanggil..." (Q.S. An Nuur, 48). Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis yang bersumber dari hadis Mursal Hasan, bahwa seorang lelaki bila mempunyai persengketaan dengan orang lain, kemudian ia dipanggil menghadap kepada Nabi saw. sedangkan ia berada dalam pihak yang benar, maka ia taat. Karena ia mengetahui bahwa Nabi saw. pasti akan memutuskan peradilan secara benar bagi pihaknya. Akan tetapi apabila ia telah berbuat aniaya, kemudian ia dipanggil menghadap kepada Nabi saw. maka ia berpaling seraya mengatakan, "Aku lebih suka dengan si Polan". Lalu Allah menurunkan firman-Nya, "Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul- Nya..." (Q.S.24 An Nur, 48) walaqad anzalnaa ilaykum aayaatin mubayyinaatin wamatsalan mina alladziina khalaw min qablikum wamaw'izh atan lilmuttaqiina 34. Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. allaahu nuuru alssamaawaati waal-ardhi matsalu nuurihi kamisykaatin fiihaa mishbaahun almishbaahu fii zujaajatin alzzujaajatu ka-annahaa kawkabun durriyyun yuuqadu min syajaratin mubaa rakatin zaytuunatin laa syarqiyyatin walaa gharbiyyatin yakaadu zaytuhaa yudhii-u walaw lam tamsas-hu naarun nuurun 'alaa nuurin yahdii allaahu linuurihi man yasyaau wayadhribu allaahu al-amtsaala lilnnaasi waallaahu bikulli syay-in 'aliimun 35. Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus [1040 ], yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) [1041 ], yang minyaknya (saja) hampir- hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan- perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [1040 ] Yang dimaksud "lobang yang tidak tembus" (misykat) ialah suatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, biasanya digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain. [1041 ] Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik. fii buyuutin adzina allaahu an turfa'a wayudzkara fiihaa ismuhu yusabbihu lahu fiihaa bialghuduwwi waal-aasaali 36. Bertasbih [1042 ] kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama- Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, [1042 ] Yang bertasbih ialah laki- laki yang tersebut pada ayat 37 berikut. rijaalun laa tulhiihim tijaaratun walaa bay'un 'an dzikri allaahi wa-iqaami alshshalaati wa-iitaa- i alzzakaati yakhaafuuna yawman tataqallabu fiihi alquluubu waal-abshaa ru 37. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. liyajziyahumu allaahu ahsana maa 'amiluu wayaziidahum min fadhlihi waallaahu yarzuqu man yasyaau bighayri hisaabin 38. ( Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya ALlah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. waalladziina kafaruu a'maaluhum kasaraabin biqii'atin yahsabuhu alzhzham- aanu maa-an hattaa idzaa jaa- ahu lam yajidhu syay-an wawajada allaa ha 'indahu fawaffaahu hisaabahu waallaahu sarii'u alhisaabi 39. Dan orang-orang kafir amal- amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya [1043 ]. [1043 ] Orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak didasarkan atas iman, tidaklah mendapatkan balasan dari Tuhan di akhirat walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan balasan atas amalan mereka itu. aw kazhulumaatin fii bahrin lujjiyyin yaghsyaahu mawjun min fawqihi mawjun min fawqihi sahaa bun zhulumaatun ba'dhuhaa fawqa ba'dhin idzaa akhraja yadahu lam yakad yaraa haa waman lam yaj'ali allaahu lahu nuuran famaa lahu min nuurin 40. Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih- bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. * alam tara anna allaaha yusabbihu lahu man fii alssamaawaati waal-ardhi waalththhayru shaaffaatin kullun qad 'alima shalaatahu watasbiihahu waallaahu 'aliimun bimaa yaf'aluuna 41. Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya [1044 ], dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. [1044 ] Masing-masing makhluk mengetahui cara shalat dan tasbih kepada Allah dengan ilham dari Allah. walillaahi mulku alssamaawaati waal-ardhi wa-ilaa allaahi almashiiru 42. Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk). alam tara anna allaaha yuzjii sahaaban tsumma yu-allifu baynahu tsumma yaj'aluhu rukaa man fataraa alwadqa yakhruju min khilaalihi wayunazzilu mina alssamaa-i min jibaalin fiihaa min baradin fayushiibu bihi man yasyaau wayashrifuhu 'an man yasyaau yakaadu sanaa barqihi yadzhabu bial-abshaari 43. Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran- butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. yuqallibu allaahu allayla waalnnahaara inna fii dzaalika la'ibratan li-ulii al-abshaari 44. Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. waallaahu khalaqa kulla daabbatin min maa-in faminhum man yamsyii 'alaa bathnihi waminhum man yamsyii 'alaa rijlayni waminhum man yamsyii 'alaa arba'in yakhluqu allaahu maa yasyaau inna allaaha 'alaa kulli syay-in qadiirun 45. Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. laqad anzalnaa aayaatin mubayyinaatin waallaahu yahdii man yasyaau ilaa shiraathin mustaqiimin 46. Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. Perbedaan sikap orang-orang munafik dan orang-orang yang mu'min dalam bertahkim kepada rasul. wayaquuluuna aamannaa biallaahi wabialrrasuuli wa- atha'naa tsumma yatawallaa fariiqun minhum min ba'di dzaa lika wamaa ulaa-ika bialmu/miniina 47. Dan mereka berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami mentaati (keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. wa-idzaa du'uu ilaa allaahi warasuulihi liyahkuma baynahum idzaa fariiqun minhum mu'ridhuuna 48. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah [1045 ] dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. [1045 ] Maksudnya: Dipanggil utnuk bertahkim kepada Kitabullah. SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam Hakim di dalam kitab sahihnya dan Imam Thabrani keduanya mengetengahkan sebuah hadis melalui Ubay ibnu Kaab yang menceritakan, bahwa ketika Nabi saw. dan para sahabatnya hijrah ke Madinah dan mereka diterima oleh sahabat Anshar, orang-orang Arab bersatu padu untuk memukul mereka. Oleh karenanya kaum Muslimin tidak pernah lengah dari senjata mereka, baik siang dan malam senjata selalu ada padanya. Mereka mengatakan, "Kalian lihat sendiri beginilah hidup kami, hingga kami tinggal merasa aman dan tidak takut kepada siapa pun selain kepada Allah". Maka turunlah firman- Nya, "Dan Allah telah menjanjikan kepada orang- orang yang beriman di antara kalian..." (Q.S. An Nur, 55). wa-in yakun lahumu alhaqqu ya/tuu ilayhi mudz'iniina 49. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh. afii quluubihim maradhun ami irtaabuu am yakhaafuuna an yahiifa allaahu 'alayhim warasuuluhu bal ulaa-ika humu alzhzhaalimuuna 50. Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau- kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim. * innamaa kaana qawla almu/ miniina idzaa du'uu ilaa allaahi warasuulihi liyahkuma baynahum an yaquuluu sami'naa wa-atha'naa waulaa- ika humu almuflihuuna 51. Sesungguhnya jawaban oran-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka [1046 ] ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. [1046 ] Maksudnya: Di antara kaum muslimin dengan kaum muslimin dan antara kaum muslimin dengan yang bukan muslimin. waman yuthi'i allaaha warasuulahu wayakhsya allaaha wayattaqhi faulaa-ika humu alfaa-izuuna 52. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan [1047 ]. [1047 ] Yang dimaksud dengan "takut kepada Allah" ialah takut kepada Allah disebabkan dosa- dosa yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan "takwa" ialah memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi. wa-aqsamuu biallaahi jahda aymaanihim la-in amartahum layakhrujunna qul laa tuqsimuu thaa'atun ma'ruufatun inna allaaha khabiirun bimaa ta'maluuna 53. Dan mereka bersumpah dengan nama Allah sekuat-kuat sumpah, jika kamu suruh mereka berperang, pastilah mereka akan pergi. Katakanlah: "Janganlah kamu bersumpah, (karena ketaatan yang diminta ialah) ketaatan yang sudah dikenal. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. qul athii'uu allaaha wa-athii'uu alrrasuula fa-in tawallaw fa- innamaa 'alayhi maa hummila wa'alaykum maa hummiltum wa-in tuthii'uuhu tahtaduu wamaa 'alaa alrrasuuli illaa albalaaghu almubiina 54. Katakanlah: "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta'at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang". wa'ada allaahu alladziina aamanuu minkum wa'amiluu alshshaalihaati layastakhlifannahum fii al-ardhi kamaa istakhlafa alladziina min qablihim walayumakkinanna lahum diinahumu alladz ii irtadaa lahum walayubaddilannahum min ba'di khawfihim amnan ya'buduunanii laa yusyrikuuna bii syay-an waman kafara ba'da dzaa lika faulaa-ika humu alfaasiquuna 55. Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan hadis mengenai hal ini melalui Barra yang menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami, sedangkan kami pada saat itu dalam keadaan ketakutan yang sangat. Firman Allah swt., "Tidak ada dosa bagi orang buta..." (Q.S. An Nur, 61). Abdur Razzaq mengatakan bahwa kami menerima hadis dari Muammar yang ia terima dari Ibnu Abu Nujaih, kemudian Abu Nujaih menerimanya dari Mujahid yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang membawa serta orang buta, orang pincang dan orang yang sedang sakit ke rumah ayahnya, atau rumah saudara lelakinya, atau rumah saudara perempuannya, atau rumah saudara perempuan ayahnya, atau rumah saudara perempuan bibinya. Maka tersebutlah bahwa orang yang menderita sakit yang menahun itu merasa berdosa akan hal tersebut, maka mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka membawa kita pergi hanya ke rumah-rumah orang lain, bukan rumah mereka Sendiri". Maka turunlah ayat ini sebagai rukhshah atau keringanan buat mereka, yaitu firman-Nya, "Tidak ada dosa bagi orang buta..." (Q.S. An Nuur, 61). Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil..." (Q.S. 4 An Nisa, 29). Maka orang- orang Muslim merasa berdosa, lalu mereka mengatakan: "Makanan adalah harta yang paling utama, maka tidak dihalalkan bagi seorang pun di antara kita untuk makan di tempat orang lain". Maka orang- orang pun menahan diri dari hal tersebut, kemudian turunlah firman-Nya, "Tidak ada halangan bagi orang buta..." (Q.S. An Nuur, 61). sampai dengan firman-Nya, "... atau di rumah yang kalian miliki kuncinya..." (Q.S. An Nuur, 61). Dhahhak mengetengahkan sebuah hadis, bahwa penduduk kota Madinah sebelum Nabi saw. diutus, jika mereka makan tidak mau campur dengan orang buta, orang yang sedang sakit, dan orang yang pincang. Karena orang yang buta tidak akan dapat melihat makanan yang baik, dan orang yang sedang sakit tidak dapat makan sepenuhnya sebagaimana orang yang sehat sedangkan orang yang pincang tidak dapat bersaing untuk meraih makanan. Kemudian turunlah ayat ini Sebagai rukhshah yang memperbolehkan mereka untuk makan bersamasama dengan orang-orang yang sehat. Dhahhak mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Miqsam yang menceritakan, penduduk Madinah selalu menghindar dari makan bersama dengan orang yang buta dan orang yang pincang, kemudian turunlah ayat ini. Tsaklabi di dalam kitab tafsirnya mengemukakan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Harits berangkat bersama dengan Rasulullah dalam suatu peperangan. Sebelum itu Harits mempercayakan kepada Khalid ibnu Zaid untuk menjaga istrinya, tetapi Khalid, ibnu Zaid merasa berdosa untuk makan dari makanan Harits, sedang ia sendiri orang yang mempunyai penyakit yang menahun, kemudian turunlah ayat ini, "Tidak ada dosa bagi kalian..." (Q.S. An Nur, 61). Al Bazzar mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang sahih melalui Siti Aisysh r.a, bahwa kaum Muslimin ingin sekali berangkat berperang bersama dengan Rasulullah saw. Oleh karena itu mereka menyerahkan kunci rumah-rumah mereka kepada orang-orang jompo, seraya mengatakan kepadanya, "Kami telah menghalalkan bagi kalian untuk memakan dari apa yang kalian sukai di dalam rumah kami". Akan tetapi orang-orang jompo itu mengatakan, "Sesungguhnya tidaklah mereka memperbolehkan kami melainkan hanya karena terpaksa saja, tidak dengan sepenuh hati". Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Tidak ada dosa bagi kalian..." (Q.S. An Nur, 61). sampai dengan firman- Nya, "...atau di rumah-rumah yang kalian miliki kuncinya..." (Q.S. An Nur, 61). lbnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Zuhri, bahwasanya Zuhri pada suatu hari ditanya mengenai firman- Nya, "Tidak ada dosa bagi orang buta..." (Q.S. An Nur, 61). Si penanya itu mengatakan, "Apakah artinya orang buta, orang pincang dan orang sakit yang disebutkan dalam ayat ini?" Maka Zuhri menjawab: "Sesungguhnya kaum Muslimin dahulu, jika mereka berangkat ke medan perang, mereka meninggalkan orang-orang jompo dari kalangan mereka, dan mereka memberikan kunci rumah-rumah mereka kepada orang-orang jompo, seraya mengatakan, 'Kami telah menghalalkan bagi kalian untuk memakan apa saja yang kalian inginkan dari rumah kami'. Akan tetapi orang-orang jompo tersebut merasa berdosa untuk melakukan hal itu, yakni memakan makanan dari rumah mereka. Oleh karena itu orang- orang jompo mengatakan, 'Kami tidak akan memasuki rumah- rumah mereka selagi mereka dalam keadaan tidak di rumah'. Maka Allah swt. menurunkan ayat ini sebagai rukhshah atau kemurahan dari-Nya bagi mereka". Ibnu Jarir mengetengshkan pula hadis lainnya melalui Qatadah yang menceritakan, bahwa ayat, "Tidak ada dosa bagi kalian makan bersama-sama mereka atau sendirian..." (Q.S. An Nur, 61). diturunkan berkenaan dengan segolongan orang- orang Arab Badui, di mana seorang dari mereka tidak mau makan sendirian dan pernah di suatu hari ia memanggul makanannya selama setengah hari untuk mencari seseorang yang menemaninya makan bersama. Ibnu Jarir mengetengahkan pula hadis ini melalui Ikrimah dan Abu saleh, yang kedua-duanya menceritakan bahwa orang- orang Anshar apabila kedatangan tamu, mereka tidak mau makan kecuali bila tamu itu makan bersama mereka. Maka turunlah ayat ini sebagai rukhshah buat mereka. wa-aqiimuu alshshalaata waaatuu alzzakaata wa-athii'uu alrrasuula la'allakum turh amuuna 56. Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan ta'atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat. laa tahsabanna alladziina kafaruu mu'jiziina fii al-ardhi wama/waahumu alnnaaru walabi/sa almashiiru 57. Janganlah kamu kira bahwa orang-orang yang kafir itu dapat melemahkan (Allah dari mengazab mereka) di bumi ini, sedang tempat tinggal mereka (di akhirat) adalah neraka. Dan sungguh amat jeleklah tempat kembali itu. yaa ayyuhaa alladziina aamanuu liyasta/dzinkumu alladziina malakat aymaanukum waalladziina lam yablughuu alhuluma minkum tsalaatsa marraatin min qabli shalaati alfajri wahiina tadha'uuna tsiyaabakum mina alzhzhahiirati wamin ba'di shalaati al'isyaa-i tsalaatsu 'awraatin lakum laysa 'alaykum walaa 'alayhim junaahun ba'dahunna thawwaafuuna 'alaykum ba'dhukum 'alaa ba'dhin kadzaalika yubayyinu allaahu lakumu al-aayaati waallaahu 'aliimun hakiimun 58. Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak- budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu [1048 ]. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu [1049 ]. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [1048 ] Maksudnya: tiga macam waktu yang biasanya di waktu- waktu itu badan banyak terbuka. Oleh sebab itu Allah melarang budak-budak dan anak-anak di bawah umur untuk masuk ke kamar tidur orang dewasa tanpa idzin pada waktu- waktu tersebut. [1049 ] Maksudnya: tidak berdosa kalau mereka tidak dicegah masuk tanpa izin, dan tidak pula mereka berdosa kalau masuk tanpa meminta izin. wa-idzaa balagha al-athfaalu minkumu alhuluma falyasta/ dzinuu kamaa ista/dzana alladziina min qablihim kadzaalika yubayyinu allaahu lakum aayaatihi waallaahu 'aliimun hakiimun 59. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin [1050 ]. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana [1050 ]. [1050 ] Maksudnya: anak-anak dari orang-orang yang merdeka yang bukan mahram, yang telah balig haruslah meminta izin lebih dahulu kalau hendak masuk menurut cara orang- orang yang tersebut dalam ayat 27 dan 28 surat ini meminta izin. waalqawaa'idu mina alnnisaa-i allaatii laa yarjuuna nikaahan falaysa 'alayhinna junaahun an yadha'na tsiyaabahunna ghayra mutabarrijaatin biziinatin wa-an yasta'fifna khayrun lahunna waallaa hu samii'un 'aliimun 60. Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian [1051 ] mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana. [1051 ] Maksudnya: pakaian luar yang kalau dibuka tidak menampakkan aurat. * laysa 'alaa al-a'maa harajun walaa 'alaa al-a'raji harajun walaa 'alaa almariidhi harajun walaa 'alaa anfusikum an ta/ kuluu min buyuutikum aw buyuuti aa baa-ikum aw buyuuti ummahaatikum aw buyuuti ikhwaanikum aw buyuuti akhawaatikum aw buyuuti a'maamikum aw buyuuti 'ammaatikum aw buyuuti akhwaalikum aw buyuuti khaalaatikum aw maa malaktum mafaatihahu aw shadiiqikum laysa 'alaykum junaahun an ta/ kuluu jamii'an aw asytaatan fa- idzaa dakhaltum buyuutan fasallimuu 'alaa anfusikum tahiyyatan min 'indi allaahi mubaarakatan thayyibatan kadzaalika yubayyinu allaahu lakumu al-aayaati la'allakum ta'qiluuna 61. Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara-saudaramu yang laki- laki, di rumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu miliki kuncinya [1052 ] atau dirumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. [1052 ] Maksudnya: rumah yang diserahkan kepadamu mengurusnya. Adab pergaulan orang-orang yang mu'min terhadap Rasul SAW SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan sebuah hadis, demikian pula Imam Baihaqi di dalam kitab Dala'il- nya melalui Urwah dan Muhammad ibnu Kaab Al Qurazhiy serta lain-lainnya, mereka menceritakan, bahwa ketika orang-orang Quraisy menyerang Madinah dalam perang Ahzab, mereka berkemah di tempat terhimpunnya banjir, yaitu di Raumah, nama sebuah sumur di Madinah. Pemimpin mereka adalah Abu Sofyan, kemudian datang pula bantuan mereka dari kabilah Ghathafan yang berkemah di sebelah gunung Uhud. Berita tentang kedatangan mereka sampai kepada Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. membuat galian di sekitar kota Madinah bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya dan Rasulullah saw. sendiri ikut serta bersama mereka menggali parit itu. Akan tetapi beberapa orang laki-laki dari kalangan kaum munafik, bekerja dengan malas dan mereka hanya mau mengerjakan pekerjaan yang ringan-ringan saja secara disengaja. Kemudian mereka secara diam-diam pergi meninggalkan pekerjaan itu menuju ke rumah masing- masing tanpa sepengetahuan dari Rasulullah saw. dan tanpa izinnya. Lain halnya dengan seorang Muslim jika ia mempunyai keperluan yang mendesak, yang harus ia kerjakan, ia mengemukakan hal itu kepada Rasulullah saw. dan meminta izin kepadanya untuk pergi menunaikan keperluan pribadinya, maka Rasulullah saw. memberi izin kepadanya. Apabila keperluannya telah selesai, ia kembali lagi kepada pekerjaan menggali parit itu. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya, "Sesungguhnya yang sebenar-benar orang Mukmin itu ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam suatu urusan yang memerlukan pertemuan..." (Q.S. An Nuur, 62) sampai dengan firman-Nya, "Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.S. An Nyr, 64). Firman Allah swt., "Janganlah kallan jadikan..." (Q.S. An Nur, 63). Abu Nuaim di dalam kitab Dala'il mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Dhshhak yang bersumber dari Ibnu Abbas r.a. Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa kaum Muslimin mengatakan, "Hai Muhammad! Hai Abul Qasim!", maka Allah menurunkan firman-Nya, "Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain." (Q.S. An Nur, 63). Setelah itu mereka memanggilnya, "Hai Nabi Allah! Hai Rasulullah!". innamaa almu/minuuna alladziina aamanuu biallaahi warasuulihi wa-idzaa kaanuu ma'ahu 'alaa amrin jaami'in lam yadzhabuu hattaa yasta/ dzinuuhu inna alladziina yasta/ dzinuunaka ulaa-ika alladziina yu/minuuna biallaahi warasuulihi fa-idzaa ista/ dzanuuka liba'dhi sya/nihim fa/ dzan liman syi/ta minhum waistaghfir lahumu allaaha inna allaaha ghafuurun rahiimun 62. Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mu'min ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama- sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul- Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan sebuah hadis, demikian pula Imam Baihaqi di dalam kitab Dala'il- nya melalui Urwah dan Muhammad ibnu Kaab Al Qurazhiy serta lain-lainnya, mereka menceritakan, bahwa ketika orang-orang Quraisy menyerang Madinah dalam perang Ahzab, mereka berkemah di tempat terhimpunnya banjir, yaitu di Raumah, nama sebuah sumur di Madinah. Pemimpin mereka adalah Abu Sofyan, kemudian datang pula bantuan mereka dari kabilah Ghathafan yang berkemah di sebelah gunung Uhud. Berita tentang kedatangan mereka sampai kepada Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. membuat galian di sekitar kota Madinah bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya dan Rasulullah saw. sendiri ikut serta bersama mereka menggali parit itu. Akan tetapi beberapa orang laki-laki dari kalangan kaum munafik, bekerja dengan malas dan mereka hanya mau mengerjakan pekerjaan yang ringan-ringan saja secara disengaja. Kemudian mereka secara diam-diam pergi meninggalkan pekerjaan itu menuju ke rumah masing- masing tanpa sepengetahuan dari Rasulullah saw. dan tanpa izinnya. Lain halnya dengan seorang Muslim jika ia mempunyai keperluan yang mendesak, yang harus ia kerjakan, ia mengemukakan hal itu kepada Rasulullah saw. dan meminta izin kepadanya untuk pergi menunaikan keperluan pribadinya, maka Rasulullah saw. memberi izin kepadanya. Apabila keperluannya telah selesai, ia kembali lagi kepada pekerjaan menggali parit itu. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya, "Sesungguhnya yang sebenar-benar orang Mukmin itu ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam suatu urusan yang memerlukan pertemuan..." (Q.S. An Nuur, 62) sampai dengan firman-Nya, "Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.S. An Nyr, 64). Firman Allah swt., "Janganlah kallan jadikan..." (Q.S. An Nur, 63). Abu Nuaim di dalam kitab Dala'il mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Dhshhak yang bersumber dari Ibnu Abbas r.a. Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa kaum Muslimin mengatakan, "Hai Muhammad! Hai Abul Qasim!", maka Allah menurunkan firman-Nya, "Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain." (Q.S. An Nur, 63). Setelah itu mereka memanggilnya, "Hai Nabi Allah! Hai Rasulullah!" laa taj'aluu du'aa-a alrrasuuli baynakum kadu'aa-i ba'dhikum ba'dhan qad ya'lamu allaahu alladziina yatasallaluuna minkum liwaadzan falyahtsari alladziina yukhaalifuuna 'an amrihi an tushiibahum fitnatun aw yushiibahum 'adzaabun aliimun 63. Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan sebuah hadis, demikian pula Imam Baihaqi di dalam kitab Dala'il- nya melalui Urwah dan Muhammad ibnu Kaab Al Qurazhiy serta lain-lainnya, mereka menceritakan, bahwa ketika orang-orang Quraisy menyerang Madinah dalam perang Ahzab, mereka berkemah di tempat terhimpunnya banjir, yaitu di Raumah, nama sebuah sumur di Madinah. Pemimpin mereka adalah Abu Sofyan, kemudian datang pula bantuan mereka dari kabilah Ghathafan yang berkemah di sebelah gunung Uhud. Berita tentang kedatangan mereka sampai kepada Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. membuat galian di sekitar kota Madinah bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya dan Rasulullah saw. sendiri ikut serta bersama mereka menggali parit itu. Akan tetapi beberapa orang laki-laki dari kalangan kaum munafik, bekerja dengan malas dan mereka hanya mau mengerjakan pekerjaan yang ringan-ringan saja secara disengaja. Kemudian mereka secara diam-diam pergi meninggalkan pekerjaan itu menuju ke rumah masing- masing tanpa sepengetahuan dari Rasulullah saw. dan tanpa izinnya. Lain halnya dengan seorang Muslim jika ia mempunyai keperluan yang mendesak, yang harus ia kerjakan, ia mengemukakan hal itu kepada Rasulullah saw. dan meminta izin kepadanya untuk pergi menunaikan keperluan pribadinya, maka Rasulullah saw. memberi izin kepadanya. Apabila keperluannya telah selesai, ia kembali lagi kepada pekerjaan menggali parit itu. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya, "Sesungguhnya yang sebenar-benar orang Mukmin itu ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam suatu urusan yang memerlukan pertemuan..." (Q.S. An Nuur, 62) sampai dengan firman-Nya, "Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.S. An Nyr, 64). Firman Allah swt., "Janganlah kallan jadikan..." (Q.S. An Nur, 63). Abu Nuaim di dalam kitab Dala'il mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Dhshhak yang bersumber dari Ibnu Abbas r.a. Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa kaum Muslimin mengatakan, "Hai Muhammad! Hai Abul Qasim!", maka Allah menurunkan firman-Nya, "Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain." (Q.S. An Nur, 63). Setelah itu mereka memanggilnya, "Hai Nabi Allah! Hai Rasulullah!" alaa inna lillaahi maa fii alssamaawaati waal-ardhi qad ya'lamu maa antum 'alayhi wayawma yurja'uuna ilayhi fayunabbi-uhum bimaa 'amiluu waallaahu bikulli syay-in 'aliimun 64. Ketahuilah sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kamu berada di dalamnya (sekarang). Dan (mengetahui pula) hati (manusia) dikembalikan kepada- Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan Allah Maha mengehui segala sesuatu. SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Syaibah di dalam kitab Mushannaf-nya dan Ibnu Jarir serta Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Khaitsamah yang menceritakan bahwa pada suatu hari dikatakan kepada Nabi saw., "Jika kamu suka maka Kami akan memberimu kunci-kunci perbendaharaan bumi, sedikit pun tidak akan mengurangi pahalamu di sisi Kami kelak di akhirat. Jika kamu suka, Kami akan menghimpun keduanya kelak di akhirat untukmu". Nabi saw. menjawab, "Tidak, tetapi himpunlan keduanya untukku kelak di akhirat". Kemudian turunlah firman-Nya, "Maha Suci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan- Nya bagimu yang lebih baik dari yang demikian." (Q.S. Al Furqan, 10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar