DIA TELAH PERGI, BUKAN BEPERGIAN KESUATU TEMPAT YANG JAUH DAN AKAN KEMBALI ESOK, ATAU BUKAN PULA PERGI LIBURAN DENGAN KEPULANGAN SUATU HARI KELAK. TAPI . . . INI ADALAH KEPERGIAN YANG TAKKAN PERNAH KEMBALI. YA … KEPERGIAN SELAMANYA … Mendengar atau bahkan mengalami berita kematian orang-orang terdekat bukanlah hal asing lagi ditelinga kita, setiap kali kita mendengar kata “ MENINGGAL “ spontan saja kejadian itu akan diikuti dengan ucapan Innalillahi wa Inna illaihi Roji’un ” . Sebut saja si Alief kemarin sehat wal’afiat, tiba-tiba esoknya meninggal dunia. Terakhir bertemu si Baa' baru saja merayakan Ulang Tahunnya yang dirangkaikan dengan selamatan wisuda putrinya, dua hari kemudian sebuah SMS mengirimkan berita kematiannya. Seminggu lalu si Taa' baru saja meresmikan Restoran mewahnya dengan segala jenis menu yang berlabel negara-negara terkenal dengan harga sekian digit angka rupiahan, belum sempat semua kebanggaan itu dinikmati tubuhnya telah terbujur kaku bersama selembar kain kafan. "Berpisahnya Roh dari Raga... semoga saat roh t'cabut dari raga kita dihisab dalam keadaan penuh kelembutan tanpa mengalami rasa sakit sedikit pun. >Rumah mewah, mobil, jabatan dan kekuasaan, keluarga dan kekayaan semua tertinggal begitu saja. Hanya selembar kain kafan yang akan dibawa serta bersamanya, lalu kemana semua kekayaan, kekuatan, orang terkasih yang tertinggal ? akhirnya semua jerih payah selama hidup didunia tertinggal. Hanya kenangan yang tersisa bagi mereka, sementara yang pergi takkan pernah kembali dan hanya membawa amal semasa hidup Saat ini, aku yang masih diberi kesempatan hidup kini baru sebatas merasa kehilangan, belum bisa berbagi cerita untuk rasa meninggalkan. Rasa kehilangan yang pertama membekas adalah saat kehilangan sahabat semasa kuliah. Mesti sebelumnya pernah mengalami kehilangan kakek, nenek maupun paman, namun aku merasakan kehilangan yang amat sangat saat sahabat tersebut meninggal di usia muda. Mungkin karena kakek-nenek meninggal saat usia aku masih kecil, jadi belum mengerti makna sebuah kehilangan. Sementara sahabat aku, sekaligus teman kerja – freelance disela jadwal kuliah adalah teman yang energik. Selain cantik, berada, ramah, ia juga memiliki banyak sifat baik lainnya. Namun kebersamaan kami perlahan direnggut sang takdir, ia mulai jarang masuk kantor dan kuliah karena harus bertaruh dengan penyakitnya dan Rumah Sakit pun menjadi sangat akrab bagi dirinya, saat aku menyaksikan tubuhnya yang mulai menurun dan kondisi fisik yang melemah dan harapan hidup yang mulai memudar. Maka pada suatu pagi aku dikagetkan oleh berita meninggalnya, padahal baru beberapa minggu sebelumnya ia terlihat segar dan membaik. Rasanya maut datangnya mengendap-endap layaknya seorang pencuri yang menunggu saat tuan rumah lengah. Aku tergugu saat tunangannya menyampaikan berita duka itu. Tersentak oleh sebuah kesadaran, kini kami takkan bisa tertawa bersama, berebut santapan siang, jalan- jalan atau sekedar menatap wajah lembutnya. Kini ia telah pergi , sendiri dan takkan pernah kembali lagi. Kehilangan kedua adalah saat saudara angkat aku tiada, saat itu perasaan kehilangan begitu kental aku hirup disisa hari yang terus berlari. Ketika suatu pagi yang rinai, deringan telepon mengabarkan bahwa kakak angkat aku meninggal , dunia terasa terhenti sesaat. Ada kehampaan dan lorong sunyi yang tiba-tiba terbentang. Masih tak percaya rasanya saat menatap barang peninggalan yang sebelumnya masih hangat oleh aroma tubuh dan senyum khasnya yang kharismatik, tiba-tiba tubuh terasa dingin membeku. Foto-foto dan berbagai benda yang mampu mengingatkan sosoknya seakan tak rela membiarkannya kedinginan diguyur hujan dan tertinggal sendiri ditanah pemakaman. Sepertinya maut memang tak bisa diajak kompromi. Saudara jauh, famili, teman masa kecil, rekan kerja, mantan bos dan kenalan, semua membuat daftar yang kian panjang. Ada yang berjejak namun ada juga yang hanya sepotong kenangan bahwa ia pernah ada. Kemudian seiring dengan waktu, saat ini aku saksikan dalam bayangan ponsel air mata kesedihan abang sayang hend koto atas kehilangan sang bunda. Meski sesungguhnya kematian aku pahami sebagai sesuatu yang alami, seperti halnya rotasi bumi yang menghantarkan pada perubahan siang dan malam. Menuju keharibaan-Nya dalam birunya langit... sendunya awan putih dan damainya alam bertasbih..... Setiap kali hadir melayat, entah yang aku kenal dekat atau pun tidak, aku coba mengingat-ingat kenangan apa yang terekam dari almarhum/mah, kalau sudah demikian aku tersadar akan satu hal Bila telah tiba giliran aku, maka apa yang akan dikenang oleh orang lain ? sudah adakah hal baik yang pantas untuk dikenang ? atau adakah karya aku yang tertinggal sebagai penanda bahwa aku pernah ada . . . ? Aku bayangkan pada hari itu rumahku dipenuhi oleh para pelayat ( semoga saja memang banyak yang datang melayat dan mendoakan jenazah aku ). Apakah sanak keluarga diliputi duka atas kematian aku ? sahabat dan kenalan datang silih berganti, semua membacakan do’a dan ikut menyalatkan…? Lantas saat jenazah aku akan dibawa kepemakaman, pada saat pidato pelepasan terakhirku dari keluarga atau kenalan, kira-kira apa yang akan mereka ucapkan tentang aku…. ??? Bergaung seribu tanya, apakah aku anak atau adik yang berbakti ? sahabat yang setia dan penyayang ? pribadi yang menyenangkan atau menyebalkan ? si pemarah atau penyabarkah ? dan… seberapa banyak orang yang sakit hati oleh karena ulah aku ? amal apa yang telah aku perbuat ? prestasi apa yang patut dikenang ? dan masih banyak tanya lainnya yang jujur saja membuat aku ngeri dan miris, ternyata aku
BELUM SIAP UNTUK MATI!
Sepenuh syukur terucap bila usai melayat, ternyata aku masih punya kesempatan untuk membuat catatan kenangan akan diriku menjadi lebih baik. Aku menyadari bahwa diri ini adalah sebuah diary yang bila kelak sang maut menjemput menyisakan sebuah kisah tentang keberadaan sosok aku. Dalam perjalanan menulis diary kematian tersebut, hingga saat ini setiap kali mendengar berita duka, masih saja membuat aku tersentak. Sejenak larut dalam kekagetan sesaat. “ Akh, pencuri usia itu kembali datang, menunggu saat lengah untuk mencabut mereka dari tengah-tengah orang yang mengasihi. SUDAH SIAPKAH AKU BILA TIBA-TIBA IA DATANG . . .? Subhanallah....inilah jalan bagi orang-orang yang senantiasa berjalan sesuai dengan perintah-Nya....pintu ke Neraka akan ditutup untuknya dan pintu ke surga akan dibentangkan jalan yang begitu indah dan lapang...., Mau kesana...???? pilihlah & ikutilah jalan yang benar...!!! agar kita dapat menuju negeri impian yang abadi.....
BILA PENCURI MAUT TELAH TIBA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar