pengertian Takhrijh
Takhrij menurut bahasa mempunyai beberapa makna. Yang paling mendekati di sini adalah berasal dari kata kharaja yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan al-makhraj artinya artinya tempat keluar; dan akhrajal-hadits wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya. Takhrij menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan. Sejarah Takhrij Hadits Penguasaan para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga mereka tidakmerasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu syar’i. Maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab As- Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dla’if. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan ”Kutub At-Takhrij” (buku-buku takhrij), yang diantaranya adalah : 1. Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab ; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I (wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab Asy-Syafi’I karya Abu Ishaq Asy-Syairazi. 2. Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib ; karya Muhammad bin Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H). 3. Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li Al- Marghinani ; karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila’I ( wafat 762 H). 4. Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari ; karya Al-Hafidh Az-Zaila’I juga (Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al- Kafi Asy-Syaafi fii Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi ). 5. Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi’ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi’I ; karya Umar bin ‘Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H). 6. Al-Mughni ‘an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa’ minal-Akhbar ; karya Abdurrahman bin Al-Husain Al-‘Iraqi (wafat tahun 806 H). 7. Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat- Tirmidzi fii Kulli Baab ; karya Al-Hafidh Al-‘Iraqi juga. 8. At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi’I ; karya Ahmad bin Ali bin Hajar Al-‘Asqalani (wafat 852 H). 9. Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah ; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga. 10. Tuhfatur-Rawi fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi ; karya ‘Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031 H). Contoh :. Berikut ini contoh takhrij dari kitab At-Talkhiisul-Habiir (karya Ibnu Hajar) : Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,” Hadits ‘Ali bahwasannya Al-‘Abbas meminta kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang mempercepat pembayaran zakat sebelum sampai tiba haul -nya. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan keringanan untuknya. Diriwayatkan oleh Ahmad, para penyusun kitab Sunan, Al-Hakim, Ad- Daruquthni, dan Al-Baihaqi; dari hadits Al-Hajjaj bin Dinar, dari Al-Hakam, dari Hajiyah bin ‘Adi, dari ‘Ali. Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari riwayat Israil, dari Al-Hakam, dari Hajar Al-‘Adawi, dari ‘Ali. Ad-Daruquthni menyebutkan adanya perbedaan tentang riwayat dari Al-Hakam. Dia menguatkan riwayat Manshur dari Al-Hakam dari Al-Hasan bin Muslim bin Yanaq dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan derajat mursal . Begitu juga Abu Dawud menguatkannya. Al-Baihaqi berkata,”Imam Asy-Syafi’I berkata : ‘ Diriwayatkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya beliau mendahulukan zakat harta Al-‘Abbas sebelum tiba masa haul ( setahun), dan aku tidak mengetahui apakah ini benar atau tidak?’. Al-Baihaqi berkata,” Demikianlah riwayat hadits ini dari saya. Dan diperkuat dengan hadits Abi Al-Bakhtari dari ‘Ali, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Kami sedang membutuhkan lalu kami minta Al-‘Abbas untuk mendahulukan zakatnya untuk dua tahun” . Para perawinya tsiqah , hanya saja dalam sanadnya terdapat inqitha’ . Dan sebagian lafadh menyatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada ‘ Umar,”Kami pernah mempercepat harta Al-‘Abbas pada awal tahun”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dari hadits Abi Rafi’” ( At-Talkhiisul- Habiir halaman 162-163). METODE TAKHRIJ Dalam takhrij terdapat beberapa macam metode yang diringkas dengan mengambil pokok-pokoknya sebagai berikut : Metode Pertama, takhrij dengan cara mengetahui perawi hadits dari shahabat Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, lalu kita mencari bantuan dari tiga macam karya hadits : 1. Al-Masaanid (musnad-musnad) : Dalam kitab ini disebutkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap shahabat secara tersendiri. Selama kita telah mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits tersebut dalam kitab al-masaanid hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut. 2. Al-Ma’aajim (mu’jam-mu’jam) : Susunan hadits di dalamnya berdasarkan urutan musnad para shahabat atau syuyukh (guru-guru) atau bangsa ( tempat asal) sesuai huruf kamus (hijaiyyah). Dengan mengetahui nama shahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya. 3. Kitab-kitab Al-Athraf : Kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun berdasarkan musnad-musnad para shahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk kemudian mengambil hadits secara lengkap. Metode Kedua, takhrij dengan mengetahui permulaan lafadh dari hadits Cara ini dapat dibantu dengan : 1. Kitab-kitab yang berisi tentang hadits-hadits yang dikenal oleh orang banyak, misalnya : Ad- Durarul-Muntatsirah fil-Ahaaditsil-Musytaharah karya As-Suyuthi; Al-Laali Al-Mantsuurah fil- Ahaaditsl-Masyhurah karya Ibnu Hajar; Al- Maqashidul-Hasanah fii Bayaani Katsiirin minal- Ahaaditsil-Musytahirah ‘alal-Alsinah karya As- Sakhawi; Tamyiizuth-Thayyibminal-Khabits fiimaa Yaduru ‘ala Alsinatin-Naas minal-Hadiits karya Ibnu Ad-Dabi’ Asy-Syaibani; Kasyful-Khafa wa Muziilul-Ilbas ‘amma Isytahara minal-Ahaadits ‘ ala Alsinatin-Naas karya Al-‘Ajluni. 2. Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan huruf kamus, misalnya : Al-Jami’ush- Shaghiir minal-Ahaaditsil-Basyir An-Nadzir karya As-Suyuthi. 3. Petunjuk-petunjuk dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab tertentu, misalnya : Miftah Ash-Shahihain karya At-Tauqadi; Miftah At-Tartiibi li Ahaaditsi Tarikh Al-Khathib karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari; Al-Bughiyyah fii Tartibi Ahaaditsi Shahih Muslim karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi; Miftah Muwaththa’ Malik karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi. Metode Ketiga, takhrij dengan cara mengetahui kata yang jarang penggunaannya oleh orang dari bagian mana saja dari matan hadits Metode ini dapat dibantu dengan kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfaadzil-Hadits An-Nabawi , berisi sembilan kitab yang paling terkenal diantara kitab-kitab hadits, yaitu : Kutubus-Sittah, Muwaththa’ Imam Malik, Musnad Ahmad, dan Musnad Ad-Darimi. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis, yaitu Dr. Vensink (meninggal 1939 M), seorang guru bahasa Arab di Universitas Leiden Belanda; dan ikut dalam menyebarkan dan mengedarkannya kitab ini adalah Muhammad Fuad Abdul-Baqi. Metode Keempat, takhrij dengan cara mengetahui tema pembahasan hadits Jika telah diketahui tema dan objek pembahasan hadits, maka bisa dibantu dalam takhrij -nya dengan karya-karya hadits yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini banyak dibantu dengan kitab Miftah Kunuz As- Sunnah yang berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis berkebangsaan Belanda yang bernama Dr. Arinjan Vensink juga. Kitab ini mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadits yang terkenal, yaitu : 1. Shahih Bukhari 2. Shahih Muslim 3. Sunan Abu Dawud 4. Jami’ At-Tirmidzi 5. Sunan An-Nasa’I 6. Sunan Ibnu Majah 7. Muwaththa’ Malik 8. Musnad Ahmad 9. Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi 10. Sunan Ad-Darimi 11. Musnad Zaid bin ‘Ali 12. Sirah Ibnu Hisyam 13. Maghazi Al-Waqidi 14. Thabaqat Ibnu Sa’ad Dalam menyusun kitab ini, penyusun (Dr. Vensink) menghabiskan waktunya selama 10 tahun, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan diedarkan oleh Muhammad Fuad Abdul- Baqi yang menghabiskan waktu untuk itu selama 4 tahun. STUDI SANAD HADITS Yang dimaksudkan dengan studi sanad hadits adalah mempelajari mata rantai para perawi yang ada dalam sanad hadits. Yaitu dengan menitikberatkan pada mengetahui biografi, kuat lemahnya hafalan serta penyebabnya, mengetahui apakah mata rantai sanad antara seorang perawi dengan yang lain bersambung atau terputus, dengan mengetahui waktu lahir dan wafat mereka, dan mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-Jarh wat-Ta’dil . Setelah mempelajari semua unsur yang tersebut di atas, kemudian kita dapat memberikan hukum kepada sanad hadits. Seperti mengatakan,”Sanad hadits ini shahih, Sanad hadits ini lemah, atau Sanad hadits ini dusta”. Ini terkait dengan memberikan hukum kepada sanad hadits. Sedangkan dalam memberikan hukum kepada matan hadits, disamping melihat semua unsur yang tersebut di atas, kita harus melihat unsur- unsur yang lain. Seperti meneliti lebih jauh matannya untuk mengetahui apakah isinya bertentangan dengan riwayat perawi yang lebih terpercaya atau tidak. Dan apakah di dalamnya terdapat illat yang dapat menjadikannya tertolak atau tidak. Kemudian setelah itu kita memberikan hukum kepada matan tersebut. Seperti dengan mengatakan : “Hadits ini shahih” atau “Hadits ini dla’if”. Memberikan hukum kepada matan hadits lebih sulit daripada memberikan hukum kepada sanad. Tidak ada yang mampu melakukannya kecuali yang ahli dalam bidang ini dan sudah menjalaninya dalam kurun waktu yang lama. Dalam studi sanad ini, buku-buku yang dapat digunakan untuk membantu adalah buku-buku yang membahas tentang Al-Jarh wat-Ta’dil serta biografi para perawi. Telah disebutkan beberapa buku terkenal yang membahas di bidang ini ketika dibicarakan tentang Ilmu Al-Jarh wat-Ta’dil serta biografi para perawi hadits. Ilmu tentang Takhrij Hadits ini merupakan muara dari ilmu-ilmu hadits yang dapat memberikan justifikasi tentang keshahihan atau kedla’ifan suatu hadits, sehingga hadits tersebut dapat diamalkan atau ditolak. (Sumber: Taysîr Mushthalah al-Hadîts)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar